Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jiera pulang-"
"Waalaikumsalam, Ra."
Kamu meringis malu lalu berjalan mundur lagi. "assalamuallaikum, Jiera pulang." ualng kamu.
"Waalaikumsalam."
Jeno berjalan menghampiri kamu lalu menyodorkan tangan, meminta kamu menyalaminya. Kamu mendegus sembari memutar bola mata namun tetap melakukannya. Meraih tangan Jeno lalu mencium punggung tangannya. Membuat sang empunya tersenyum senang.
Setelahnya kamu buru buru menarik tangan, alhasil Jeno terkekeh pelan. Jeno tau kamu sedang malu karna kamu mencium punggung tangan Jeno, alih alih menyalimi biasa. Tapi Jeno senang, dirinya harus menerapkan kebiasaan itu ke kamu.
"Baru pulang?" tanyanya.
Buta lo mata lo. Udah di sini ya udah pulanglah.
Ingin rasanya kamu berucap demikian. Namun sangat tidak atis sekali kalau akhirnya kamu kena marah Jeno. "udah." jawab kamu lalu melenggang masuk.
Kamu mau segera mandi, kamu capek. Badan pegel linu, pikiran nyeri tiada tara. Ditambah pusing kala mengingat persoalan tadi siang. Kagetpun ada. Papah mertua kamu, ada main dengan Heejin. Kan tidak lucu kamu bilang ke Jeno dengan jujur.
Rasa kasihan kepada Jeno mendadak muncul. Terlepas dari rasa tidak suka padanya. Bayangkan jika bapak kalian bermain api dengan teman kalian. Sahabatnya mantan kalian dan mantannya sahabat kalian. Kan anjir sekali untuk Jeno.
Sungguh, kamu masih punya hati, tidak tega menusukkan fakta tersebut ke Jeno. Rasanya akan sangat menyakitkan dan kamu turut merasa bersalah walau bukan kamu yang bermain api.
"Mandi sana, nanti ikut aku ke rumah." kata Jeno saat kamu hendak menuju kamar.
Rumah yang Jeno maksud itu rumah yang mana. Kenapa kamu tidak enak hati.
