K = Kenapa?

927 167 29
                                    

Yeonjun resah sedari tadi. Bagaimana tidak, sejak pagi ia tak menemukan Soobin di mana pun. Soobin seolah menghilang ditelan bumi.

Saat pagi memang berangkat bersamanya. Namun, ketika jam istirahat sampai sekarang sudah hampir jam 9 malam, ia tak bisa menemukan Soobin.

Ponsel Soobin pun tidak aktif yang membuat Yeonjun kalang kabut sendiri.

Menurut informasi dari teman sekelas Soobin sih katanya Soobin sudah tak terlihat setelah pengumuman seleksi olimpiade siang tadi.

Ya, Soobin tidak lolos. Dan Yeonjun yakin pasti Soobin sedang sangat down sekarang.

Yeonjun mengusap wajahnya kasar. Harus mencari kemana lagi, huft.

+×+

Yeonjun bersandar pada dinding pembatas rooftop. Memandang jalanan di bawahnya. Mungkin saja ia melihat Soobin.

Yeonjun menyalakan rokoknya, menghisap benda itu dan menghembuskan asapnya.

Uhuk uhuk

Yeonjun menoleh ke asal suara. Matanya langsung saja membulat saat melihat seseorang tengah duduk melipat kaki tak jauh darinya.

“Heh!” panggil Yeonjun ragu sambil berjalan mendekat. Orang itu menoleh padanya.

“YA GUSTI DICARIIN KEMANA-MANA TERNYATA DI SINI?!! MAU SYUTING MV LO, HAH?!!” teriak Yeonjun refleks.

Soobin hanya tersenyum tipis, dengan berdecak kesal Yeonjun duduk disampingnya.

“Kenapa di sini?” ucap Soobin dengan suara pelan.

“GUE YANG HARUSNYA NANYA KENAPA LO DI SINI TEMBOK!”

Kan kan Yeonjun jadi emosi. Soobin tak menjawab. Ia mengalihkan tatapannya memandang ke langit malam yang luas.

“Gue nyariin lo sampe pengen mati rasanya asal lo tau.”

“Maaf, saya hanya ingin sendiri.”

Yeonjun menghela napas, “Jangan gini, Bin. Gue tau pasti rasanya sakit banget. Tapi, lo jangan putus semangat gitu dong! Lagian lo juga udah kelas 12 sekarang tuh. Selama ini udah banyak penghargaan yang lo dapetin buat sekolah. Jadi, gausah sedih gitu dong.” ucap Yeonjun memegang tangan Soobin membuat gestur ‘semangat’.

Yeonjun sedikit berjengit merasakan dinginnya tangan yang dipegangnya. Ia membuka jaketnya. Tiba-tiba merasa gerah.

"Pake.” ucap Yeonjun datar.

Soobin hanya mengiyakan dan menatap kosong ke depan.

“Kenapa, Jun? Kenapa saya gagal?” ucap Soobin lirih, yang untung saja bisa didengar Yeonjun. Dan jujur, Yeonjun benci dengan nada itu.

“Andai saja saya lebih berusaha lagi pasti tak akan seperti ini. Saya bodoh, Yeonjun. Padahal olimpiade itu bisa mempermudah saya masuk universitas yang bagus.”

Yeonjun memfokuskan atensinya pada Soobin, raut datar yang biasanya selalu tampak itu kini berganti dengan wajah putus asa.

Jujur, Yeonjun lebih suka melihat Soobin yang datar dari pada Soobin yang putus asa.

“Jangan ngomong gitu dong, Bin. Elaaahh gue jadi nggak tega gini.”

Soobin menghela napas, ia melirik sesuatu di tangan Yeonjun, “Berikan pada saya satu.”

Yeonjun langsung melongo ketika tahu apa yang Soobin minta. Spontan Yeonjun langsung memasukkan bungkus rokoknya ke saku.

Yeonjun memandang Soobin garang, “Nggak.... Nggak boleh! Rokok nggak baik buat lo.”

“Saya butuh pengalihan pikiran, Yeonjun.” ucap Soobin lirih.

“Sini deh.”

Soobin merasa bahunya tertarik, hingga kini mereka duduk saling berdekatan. Lalu, Yeonjun membawa tangannya ke kepala Soobin, membuat Soobin menyandarkan kepalanya di bahu Yeonjun.

“Kalo lo butuh pengalihan pikiran, coba ceritain yang lo rasain ke gue. Jangan sentuh rokok, cukup gue aja yang rusak, lo jangan.” ucap Yeonjun lembut, jarinya tak berhenti mengusap helaian rambut seseorang disampingnya.

Soobin hanya memejamkan matanya menikmati rasa nyaman yang sekarang dirasakannya.

“Ayah lo pasti khawatir lo belum pulang.” Yeonjun melirik Soobin yang masih memejamkan mata.

“Ya, Ayah pasti akan sangat kecewa pada saya. Padahal saya sudah berjanji akan memenangkan olimpiade itu. Tapi sekarang, rasanya saya ingin mengubur diri hidup-hidup saking malunya.”

Yeonjun hanya diam membiarkan Soobin mengeluarkan segala kata hatinya.

“Kenapa mereka bisa dan saya tidak bisa, Jun? Saya pasti kurang berusaha, saya bodoh, Jun.”

Stop

Yeonjun tidak ingin mendengar lagi nada putus asa itu, ia semakin merangkul erat bahu Soobin.

“Jangan salahin diri lo, Bin. Gue gak suka. Lo udah kerja keras, lo itu luar biasa. Lo inget ga? Dulu gue pernah iseng coba daftar eh malah langsung ditolak, miris kan?”

Kata-kata Yeonjun membuat Soobin tersenyum kecil.

“Lo boleh nangis, Bin. Disini Cuma ada gue. Lo nggak perlu malu, nangis aja, Bin. Nangis yang kenceng. Keluarin segala kesedihan lo.”

“Ayo nangis, Bin.”

Soobin mengangkat kepalanya, lalu menatap Yeonjun dengan alis bertaut.

“Saya tidak ingin menangis tapi kenapa kamu ngebet sekali ingin saya menangis?” tanya Soobin.

Yang ditanya hanya menggaruk tengkuknya sambil cengengesan.

“Dipendem sendiri tuh nggak enak, Bin. Seenggaknya dengan lo nangis bisa sedikit angkat beban lo.”

Yeonjun mengibaskan tangannya di depan wajah Soobin, saat orang disampingnya ini terus menatapnya. Kan, Yeonjun jadi salah tingkah.

“Sini lagi deh.” Yeonjun kembali menarik Soobin agar bersandar ke bahunya.

“Gue mau lanjutin ngomong bijak.”

Dalam dekapan Yeonjun, Soobin memutar bola matanya malas.

“Lo liat bintang itu nggak, Bin?”

Tangan Yeonjun menunjuk beberapa bintang yang bertebaran di langit. Soobin mengangguk.

“Lo tau nggak kenapa nggak semua dari mereka bersinar terang?”

“Kenapa?” tanya Soobin.

“Takdir.” jawab Yeonjun tersenyum.

Soobin merotasikan bola matanya kembali, Yeonjun tertawa kecil lalu melanjutkan.

“Iya bener takdir, nggak selamanya yang bersinar terus bersinar dan yang redup terus redup.”

Yeonjun menunduk menatap Soobin, bibirnya tersenyum kecil, “Ada kalanya bintang itu redup, tapi pasti akan ada waktunya untuk bintang itu bersinar kaya temen-temennya yang lain.”

“Itu juga berlaku buat lo, Bin. Sekarang oke lo belom berhasil, tapi masih banyak kesempatan buat lo. Suatu hari lo pasti juga bisa bersinar kayak bintang itu.”

Digenggamnya tangan Soobin erat, “Gue pasti selalu dukung lo.”

Kata-kata Yeonjun dan raut seriusnya membuat Soobin tak bisa menahan senyum. Melihat itu Yeonjun malah menunduk agar dapat melihat wajah Soobin lebih jelas.

Yeonjun tersenyum jail, dengan tidak sopannya ia menjawil pipi Soobin.

“Nah, gitu dong senyum, ulululululu senyum lagi senyum ayo dooong.”

“Jun...”

“Hehe bercanda, Bin. Jangan baperan kayak Beomgyu dong.”










‘kuping gua panas, pasti ada yang ngomongin.’ -Beomgyu


•••

Update cepet, ntar aku sibuk soalnya.

Wqwq sok sibuq emang :)

AlphabetWhere stories live. Discover now