15. Penjilat

676 118 34
                                    

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

📗Takdir📗
-Mereka yang terlihat lebih beruntung, atau kita yang kurang bersyukur-

🌹🌹🌹

Lidah itu adalah pisau tertajam di dunia. Tidak hanya melukai hati, tapi mampu memecah belah saudara sesama muslim sekali pun

🌹🌹🌹

Hafshah memandang Meda yang masuk ke dalam kamar dengan tatapan nanar. Suasana itu terasa sangat berbeda. Dulu, semuanya tidak setegang ini. Kamar itu tidak pernah terasa dingin, bahkan teman-temannya pun juga sering berlomba untuk buang angin. Seakan gas yang ada di dalam perut terpancing untuk saling berbunyi yang menyebabkan pecahnya tawa lepas sepuas hati.

Lihatlah sekarang, semuanya berubah 180 derjat. Tidak ada yang saling menyapa. Baik Meda atau Hafshah sama-sama membuang muka.

Jujur, Hafshah memang merindukan Meda. Ingin berbicara empat mata mengenai masalah itu. Namun Hafshah tidak bisa lantaran masih membenci Meda.

"Kamu tau rumah aku dari mana Nadiya?"

"Eh tau dari ustadzah Windy, aku khawatir sama kondisi kakak soalnya."

"Makasih ya Nadiya."

Nadiya menganggukkan kepala. Setidaknya dia memiliki waktu untuk menceritakan hal ini.

"Maaf ya kak, ada yang aku ceritain sama kakak."

"Apa itu?"

Hafshah dan Nadiya duduk di atas ayunan yang ada dibelakang rumah Hafshah.

"Tapi kakak sumpah ya jangan bilang-bilang."

"Bilang-bilang apa?"

"Janji dulu."

"Iya apa?"

"Sebenarnya yang sebarin rahasia kakak emang kak Meda. Walau pun secara gak langsung. Jadi gini ceritanya, dia cerita itu sama aku saat kita lagi di kantin. Pasti dong ada yang dengar dan langsung kesebar kayak gitu. Dia bilang dia bingung nyimpan rahasia itu dosa atau bukan. Ya aku jawab aku nggak tau malahan aku mikirnya dia fitnah kakak."

Hafshah hanya tersenyum sarkas. Bernar dugaannya. Meda bisa-bisanya tega melakukannya.

"Aku udah kenal lama sama kak Meda. Dia aslinya orangnya gak sebaik itu. Dia bisa jadi duri dalam daging. Aku sih udah hafal sikap dia. Cuma aku nggak bisa aja jelekin dia. Dia punya banyak teman yang bisa dia manfaatin kapan aja buat nyerang aku. Emang selama kakak kenal dia, nggak pernah gitu kesinggung sama ucapan dia?"

Hafshah menggelengkan kepala. Menurutnya selama ini tidak ada ucapan Meda yang terlalu menyakitkan.

"Hmm itu karena kakak terlalu polos. Makanya gitu. Banyak keburukan yang pernah dia lakuin Kak, cuma karena alus nggak keliatan deh. Contohnya sama aku, dia deketin semua teman-teman aku, sampai-sama dia yang terlihat lebih pintar dan baik, seakan aku ini manfaatin dia, padahal aku yang dimanfaatin. Kedua, dia suka banget ngomong tanpa disaring. Contohnya kayak rahasia kakak itu, dia mggak mikir gimana risikonya kalau ada yang dengar. Buktinya kejadian juga."

"Jadi, dia benaran bilang gitu sama kamu?"

"Iya, kalau enggak aku tau dari mana?"

Hafshau hanya diam.

"Pokoknya kalau kakak balik ke pesantren, kakak balas aja perbuatan dia. Nanti kita bikin dia malu."

"Caranya?"

"Kita jebak aja dia sama cowok yang namanya Binar itu. Jadi seakan-akan dia itu berbuat yang enggak-enggak sama Binar. Jadi kan impas. Dia bisa ngerasain apa yang kakak rasain."

"Tapi aku takut, ih. Rasanya dipermaluin kayak gitu bikin kita down banget. Walaupun aku sakit hati sama Meda, rasanya tetap nggak tega."

Nadia mendesah resah.

"Kakak harus bisa jadi orang yang tegaan. Seenggaknya bikin kak Meda itu jera."

Hafshah hanya diam. Setengah hati ingin mengikuti rencana Nadiya. Namun setengah hati lagi seakan menahannya untuk diam.

"Kakak bisa minta tolong sama aku. Karena kalau harapin kak Gladys dan kak Syahlaa, susah. Aku lihat mereka lebih berpihak sama kak Meda."

Hafshah mengamgguukkan kepala. Kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakan Nadiya ada benarnya. Bukyinya sampai sekarang tidak ada satu pun dari mereka yang datang untuk menanyakan kondisinya.

Sekitanya itulah beberapa fragmen yang terjadi kemarin. Tepat sebelum Hafshah kemnali ke pondok.

"Ini kamar kenapa ya? Pengen dibakar dulu kali ya biar bisa angat." Celoteh Gladys kesal. Ia melempar kertas hafalan yang sudah digulung-gulung seperti biasa.

"Kalian jangan gini lah, nggak konsen nih aku. Kalian yang bermasalah, aku yang stres mikirinnya."

Tidak ada jawaban dari Meda mau pun Hafshah. Syahlaa yang sepertinya sudah terlanjur lelah, memilih untuk tidur siang. Pantas saja pipinya sudah mulai mengembang, sekarang Syahlaa menjadi suka tidur siang.

"Mau gimana lagi, Dys. Aku udah tahu semua keburukan dia. Walau dia cuma cerita sama sama Nadiya dan nggak ada tujuan buat bongkar rahasia aku, tetap aja! Ada yang dengar sampai akhirnya kesebar!"

Kening Meda berkerut bingung.

Nadiya? Pikirnya. Meda mulai mencurigai sesuatu yang janggal. Biarlah, besok dia akan menyelesaikan masalah ini.

"Nadiya. Nadiya bilang gitu? Nah! Aku yakin, pasti Nadiya ngehasut kamu, kan. Tuh kan! Apa aku bilang! Dia itu tukang fitnah! Dia itu ngiri sama kita, kok bisa-bisanya sih Haf kamu percaya sama dia. Kamu itu jangan mau dong dipengaruhi sama dia, ah!"

Gladys mengepalkan kedua tangannya kesal. Lihat saja nanti, saat salat magrib, dia akan menemui Nadiya secara langsung.

🌹🌹🌹

"Kak, jadi kan kita ngejebak kak Meda?" Tanya Nadiya tak sabaran. Sebab dia benar-benar berharap Meda mengalami masalah yang besar, bahkan bisa dikeluarkan dari pesantren. Dengan begitu rasa kesalnya pada Meda akan terbalaskan. Ia yang akan menggantikan posisi Meda. Sebab, dia yang akan menjadi murid kesayangan yang paling cerdas nantinya.

"Masa sekarang sih, Nad. Kamu yakin?"

"Nanti urusan Kak Meda biar aku yang urus. Kalau urusan kak Binar. Kakak bisa kan bawa dia ke ruangan kelas yang udah kita bicarain?"

"Tapi cara bilang ke si Binar gimana. Aku nggak berani. Aku bingung, gimana kalau nggak berhasil."

"Bilang aja kalau kak Meda kekunci di kelas lasti dia bakal nolongin."

"Ih nggak masuk akal itu."

"Ya coba aja dulu. Kalau gagal labjut besok."

"Oke."

🌹🌹🌹

Bersambung

Humm, berhasil gak ya Nadiya sama Hafshah jebak Meda? Apa Hafshah bisa setega itu? 😁😁
Peluk jauh Dimchellers_17

TAKDIRTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon