18. °Tak Lagi Sama°

582 105 44
                                    


🌹🌹🌹
Jalanilah kehiduoan di dunia ini tanpa membiarkan dunia hidup di dalam dirimu. Karen ketika perahu berada di atas air ia mampu berlayar dengan sempurna. Tapi ketika air masuk ke dalamnya, maka ia akan tenggelam.

Ali bin Abi Thalib
🌹🌹🌹

Hafshah dan Gladys kini pun sudah berada di dalam kamar. Tapi, saat mereka mencari keberadaan Meda, keduanya sama sekali tidak menemukan gadis itu. Seakan kehilangan harapan, tubuh Hafshah serasa lemas seketika. Semenjak pertengkarannua dengan Neda kala itu, hubungan keduanya masih saja terasa hambar. Hafshah tahu, ini memang kesalahannya karena sudah terlalu cepat mengambil kesimpulan. Seharusnya ketika itu, ia tidak pernah menyerang Meda yang membuat hubungan persahabatannya retak seperti sekarang.

Tapi, sungguh. Hafshah akan melakukan apa pun yang Meda inginkan asalkan semuanya kembali seperti dulu. Percuma ia berpura-pura baik pada Nadiya, karena pada akhirnya membalas perbuatan Nadiya tidak akan membuat Meda kembali baik padanya.

"Yah, dia nggak ada, Dys. Gimana dong."

"Iya ya. Etapi kayaknya dia ada urusan mungkin. Kita tungguin aja Haf."

Hafshah langsung masuk ke dalam kamar. Entah kenapa akhir-akhir ini ia menjadi lebih gampang menangis. Perasannya terkadang terlalu sensitif. Jujur ia merasa sangat tertekan dengan keadaam seperti ini. Meda yang dulunya begitu dekat dengannya sekarang tak lagi banyak bicara. Satu hal yang tak pernah terbayangkan oleh Hafshah, memiliki hubungan yang begitu canggung dengan Meda.

Ini semua karena Nadiya. Gadis itu begitu tega mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri namun mengorbankan orang lain. Hafshah tidak akan pernah memaafkan Nadiya.

Gladys yang melihat itu hanya bisa ikut masuk ke dalam kamar. Sebenarnya ia bingung bagaimana mengembalikan keadaan seperti dulu lagi.

Gladys duduk di samping Hafshah, diusapnya punggung Hafshah yang sedang menelungkup di atas pembaringan. Ia bisa mendengar jelas bagaimana tangis Hafshah saat ini.

"Sebentar lagi kita bakal lulus. Kita semua akan pisah-pisah. Kalian pergi keluar negri itu artinya kita tidak akan pernah ketemu lagi. Tapi aku nggak pengen perpisahan kita gini-gini aja, aku nggak mau ada yang nggak selesai antara kita semua. Aku harus gimana lagi."

Tangisan Hafshah kian mengencang. Entah bagaimana lagi caranya. Ujian Nasional sebentar lagi akan di mulai. Lantas kondisi sekarang masih dingin saja.

"Tapi Meda pasti maafin kamu Haf."

"Percuma, Dys. Kalau Meda bersikap seperti itu sama aku."

🌹🌹🌹

Tiara terpegun beberapa saat. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Setelah hampir tujuh belas tahun tidak pernah bertemu lagi, tapi sekarang takdir mengharuskan mereka untuk bertemu tanpa disengaja. Aletta---, perempuan yang selama ini selalu Tiara hindari. Kehadiran Aletta benar-benar membuatnya tidak nyaman.

Aletta pun tak kalah terkejutnya melihat Tiara berdiri tegap di hadapannya. Selama ini, ia selalu berdoa agar Allah bisa mempertemukannya dengan perempuan yang sudah tega mengambil putrinya tujuh belas tahun yang lalu. Sepanjang hari ia berdoa, dan sekarang Allah telah menjawab doa-doanya itu.

Aletta sangat tidak menyangka, kalau Tiara bisa membohongi sekeji itu. Dulu, dia menjanjikan bahwa Aletta bisa menemui anaknya kapan pun yang ia mau. Tapi Tiara malah pindah entah kemana. Nomor ponsel yang diberikan pun ternyata tidak benar.

Air mata Aletta langsung nengalir begitu saja. Sekarang ia tidak akan pernah membiarkan Tiara lolos lagi. Sekarang ia sudah punya segalanya, Allah telah memberikan rezeki yang berlimpah sehingga tidak ada alasan perekonomian lagi yang bisa membuat Aletta terpaksa melepas bayinya.

"Dimana anakku, Tiara!"

Tiara menggelengkan kepala. Sampai kapan pun ia tidak akan memberikan anak itu, anak itu adalah miliknya. Lagi punya, Aletta harus bertanggung jawab, sebab Aletta telah menyebabkan bayinya meninggal dunia.

"Dia bukan anak kamu! Tapi dia anakku!"

Aletta mengusap air matanya dengan kasar.

"Kamu jangan pernah memungkiri keadaan, Tiara. Dokter sudah menjelaskan bahwa bayi kita tertukar, dan jelas bahwa bayi itu adalah anakku. Kamu lupa? Kamu pernah berjanji bahwa aku bisa menemui putriku kapan pun yang aku mau. Dulu kamu menjanjikan agar kamu bisa memberinga pendidikan yang tinggi. Sayangnya aku tertipu, kamu tega merenggut anakku!"

Tiara tertawa Sarkastis. Merebut katanya? Enak saja! Bukankah Aletta yang lebih dulu merenggut kesempatannya untuk bertemu dengan putrinya, bahkan Tiara tidak bisa bertemu dengan putrinya untuk teakhir kalinya."

"Seandainya kamu bisa menjaga bayiku dengan baik, dia tidak akan meninggal. Dan aku tidak akan mengambil Hafshah dari kamu!"

"Hafshah?" Lagi-lagi, Aletta menangis. Jadi nama anakknha Hafshah?

"Tiara, kamu harus sadar. Anak kamu sejak lahir itu menderita kelainan jantung. Jadi bukan salahku, bukan aku yang menyebabkan Aura meninggal."

"Tapu tetap saja, Aletta! Seandainya kalian berusaha mencari uang dan membawa anakku ke rumah sakit, pasti dia akan selamat!"

"Kamu pikir kami tidak berjuang?" Sakit sekali hati Aletta mendengar tuduhan itu. Padahal sebelum tahu bayi tertukar, Aletta berjuang mati-matian agar anaknya bisa sembuh. Dunia Aletta sangat hancur saat mengetahui anak satu-satunya yang ia miliki malah meninggal dunia. Tapi ditengah kepedihan kehilangan buah hatinya, ia malah menerima kabar bahwa bayi yang ia lahirkan tertukar saat bencana gempa bumi kala itu. Para suster yang berusaha menyelamatkan bayi dari ruangan yang sempat runtuh tidak sempat memperhatikan identitas si bayi yang berceceran.

Di saat Aletta ingin hidup bersama buah hatinya yang ternyata masih hidup dalam keadaan sehat, harus terhalang. Sebab, Tiara tidak ingin melepaskan Hafshah. Terlebih perekonomian Aletta saat itu sedang tidak baik, ia tidak ingin Hafshah kehilangan masadepannya, sehingga menerima tawaran Tiara untuk merawat bayinya. Tapi nyatanya Tiara malah membuatnya tidak bisa menemui anaknya lagi.

"Aku mohon Tiara, kembalikan putriku. Aku akan membayar semua yang sudah kamu berikan untuk anakku. Aku mohon..." tangisan Aletta semakin mengencang, ia berlutut di hadapan Tiara.

Tiara menggelengkan kepala. Tidak mungkin ia melepaskan Hafshah begitu saja. Bagaimana pun ia sangat menyayangi Hafshah, walau terkadang sikapnya pada Hafshah tidak begitu baik.

"Tidak, Aletta! Dia milikku, bukan milik kamu lagi!"

"Kamu jangan egois, Tiara. Dia berhak tahu siapa ayah dan ibunya. Terlebih saat dia nanti menikah! Suami kamu tidak berhak menjadi wali anakku. Apa kamu tidak berfikir bagaimana saat rahasia itu terbongkar dihari bahaginya. Lebih lebih baik kamu memberi tahunya sekarang."

Tiara menggelengkan kepala. Kenapa semuanya terasa sangat sulit seperti ini. Kenapa Aletta harus muncul kembali?

🌹🌹🌹

Masih begitu banyak rahasia yang belum terkuak. Salahkah Aletta jika ingin meminta anaknya? Hihihi baca terus ya peluk jauh Dimchellers_17

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang