19. Titik Temu (a)

517 95 41
                                    

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

  📗Takdir📗
-Mereka yang terlihat lebih beruntung, atau kita yang kurang bersyukur-

🌹🌹🌹

"Mungkin kita memang bisa mengubah nasib, tapi kita tidak mampu mengubah takdir yang sudah digariskan-Nya. Seandainya seluruh makhluk bisa meminta, kijang di hutan pun pasti akan memilih seperti apa yang ia mau. Sekali pun manusia, jika seandainya ia berhak memilih dengan siapa ia dilahirkan, ia akan memilih ibu mana yang ia mau."

🌹🌹🌹

Hafshah hanya bisa tersenyum mendengar rencana-rencana sahabatnya yang melanjutkan pendidikan ke Negara impian. Sayangnya Hafshah tidak berani meminta untuk kuliah di tempat yang ia inginkan. Kesalahan yang sudah ia lakukan sehingga membuat kekecewaan pada kedua orang tuanya tidak berani membuatnya untuk menuntu terlalu jauh.

Bukan, bukan karena ia tidak bersyukur masih bisa kuliah di Jakarta. Ia sangat bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk mencicipi Universitas di saat semua orang tidak mampu menikmatinya.

Tapi terlepas dari itu, ada satu hal yang membuat Hafshah sangat bahagia, hubungannya dan Meda sekarang benar-benar sudah resmi membaik. Hafshah berjanji tidak akan mengulangi kesalahan sefatal ini. Kejadian kemarin cukup dijadikan pelajaran yang berarti sepanjang hidupnya.

Memang, ini adalah kesalahan terbesar baginya. Karena tidak mau mencari kebenaran yang sesungguhnya, hingga sampai hubungannya dan Meda terasa begitu hambar. Bertemu tapi tak saling menyapa, berada di dalam ruangan yang sama namun bagaikan sibisu dan situli yang saling berdekatan. Mustahil untuk saling bercerita.

Tapi yasudalah, semuanya sudah berakhir. Kini hubungan mereka sudah seperti dulu. Ini adalah hati bahagia yang sungguh luar biasa bagi Hafshah.

"Aku harap nanti bisa ketemu sama kalian lagi. Jangan sampai ini pertemuan kita yang terakhir, apalagi kalian milih kuliah di luar negri. Nanti kalau kalian nikah sama orang sana otomatis kalian jadi warga negara sana. Aku malah dilupain."

"Haha ya enggak lah Haf, mana mungkin kita lupain."

"Tapi nanti kita sering-sering telfonan ya."

"Pasti."

"Tapi tunggu, aku ada sesuatu buat kalian."

"Apa itu?" Ketiga teman-teman Hafshah tampak penasaran. Hafshah membuka resleting tas-nya. Mengeluarkan beberapa buku. Kening Gladys berkerut.

"Apaan tuh?"

"Jadi selama ini aku diam-diam bikin novel. Nah ini itu cerita kita berempat. Awal mula kita berteman. Ya tujuannya biar lebih abadi, jadi walau kita udah nggak ada nanti, anak dan cucu-cucu kita bisa tau. Kalau nenek moyangnya itu punya sahabat yang benar-benar sahabat, bukan kaleng-kaleng."

Gladys tak bisa menahan tawa. Bisa-bisanya Hafshah berpikir sejauh itu. Tapi sih ada benarnya, semua orang akan dikenal abadi dalam tulisan.

"Waw, keren. Bisa jadi gini ya?"

"Ih Meda. Jangan ngeledek."

"Siapa yang ngeledek Hafshah. Ini aku kaget lho, wajah kaget begini."

"Hafshah kamu ini, jangan salah sangka mulu." Syahala juga ikut tertawa melihat ekspresi cemberut Hafshah.

"Etapi ini kok bisa selesai kamu apain?"

"Waktu pulang kemarin kamu selesaiin tulisan ini. Dan yang urus sampai terbit itu kakak aku. Baik kan dia."

"Haha kakak yang bisa diandalkan."

🌹🌹🌹

Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa sekarang Hafshah sudah menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren Darul Akhyar. Tempat yang dulu tidak pernah terbayangkan akan membuatnya merasa sangat nyaman. Ternyata waktu tiga tahun tidak seburuk yang ia pikirkan. Justru ia merasa lebih sulit untuk keluar dari tempat itu dibandingkan masuk ke Darul Akhyar.

Jujur, Hafshah masih merasa sedih karena harus meninggalkan segala kenangan di sana. Terlebih pada Ustadzah Windy, yang selalu dipanggil sesepuh. Ia pasti akan sangat merindukan segala kebersamaan yang ada.

Terimakasih, Darul Akhyar, sudah mengajarkanku banyak hal tentang hidup.

Meski tidak mampu bercerita banyak, namun yang pasti Hafshah sangat merasa beruntung menjadi bagian dari mereka.

"Maaa..." Hafshah memyandarkan kepalanya di lengan Tiara, sambil merangkulnya dengan manja.

"Boleh nggak, aku pergi ke jepang, ketemu Doraemon dan minta jam waktu? Aku pengen balik ke Darul Akhyar."

Mendengar permintaan Hafshah yang konyol, membuat Adrian tidak mampu menahan tawa.

"Mana ada, Haphap. Doraemon itu cuma ada di tv. Jangan ngaco ih!"

"Kalaupun Doraemon itu ada, mama yang akan lebih dulu mengambil jam waktu itu, Hafshah. Mama akan mebgubah waktu agar kamu saja yang jadi anak mama. Hingga tidak ada satu pun yang bisa ngambil kamu dari mama."

"Mama, kak Ian tu."

"Adrian..."

"Papa duluan deh yang ambil jam waktunya. Papa bakal milih jadi orang india, biar Hafshah gampang ketemu idola-idolanya."

"Nih ya Hafshah, biasanya cewek-cewek seumuran kamu itu lagi gila-gilanya sama artis-artis korea. Kamu bisa-bisanya suka sama artis Bollywood. Mana udah pada tua."

Hafshah memandang sinis pada Adrian yang duduk di jok depan.

"Biarin. Semua orang punya selera beda-beda. Kalau aku sukanya sama mereka. Kakak mau apa?"

"Hummm, mulai ngelawanin. Beda banget sama kakak, kakak tuh orangnya suka ngalah, kamu? Udah salah ngotot lagi."

"Terus kenapa kalau misalnya beda. Kalaupun beda bukan berarti aku anak tiri mama, ya kan Ma."

Mendengar perkataan Hafshah, Tristan memghentikan mobilnya secara spontan. Hafshah memang bukan anaknya. Sampai kapan rahasia ini akan tertutup? Terlebih Aletta sudah muncul dan meminta Hafshah kembali.

"Astaghfirullah, Pa. Jangan rem mendadak. Gimana kalau kita kecelakaan. Udah, berenti becandanya"

Adrian langsung mengalihkan pembicaraan. Ia sadar, bahwa kedua orang tuanya sudah mulai tidak nyaman. Ia yang sudah tahu bahwa Hafshah bukan adik kandungnya juga merasa amat cemas. Bagaimana pun Hafshah sudah tumbuh ditempatnya, bagaimana jika ada orang lain yang tega mencabut Hafshah dari akarnya? Bagaimana dengan kebahagiaan kedua orang tuanya. Adrian tidak bisa membayangkan bagaimana pedihnya harus kehilangan satu anggota keluarga.

"Seandainya aku bisa memilih, aku pun hanya ingin dia yang menjadi adikku. Bukan orang lain. Sayangnya aku tidak bisa merubah takdir."

🌹🌹🌹

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang