Tiga Belas

12.2K 1.1K 95
                                    

Selama satu minggu ini Naruto sering mengunjungi Hinata di kediaman Uchiha, artinya sudah satu minggu juga Sasuke pergi. Bukan bermaksud buruk, Naruto hanya menjalankan amanat dari Sasuke untuk selalu menjaga dan mengawasi Hinata, karena selain Naruto tidak ada lagi yang lebih Sasuke percaya.

Tidak hanya Naruto sebenarnya, beberapa nakama yang lain juga sering mengunjungi Hinata. Sekedar menemani mengobrol ataupun membantu kegiatan Hinata di rumah.

Seperti saat ini, giliran Naruto yang menjaga Hinata. Sebenarnya bukan menjaga yang seperti bodyguard, mengikuti kemana-mana. Naruto hanya duduk di ruang tamu kediaman Uchiha, sedangkan Hinata sibuk berkutat di bagian rumah yang lain.

Naruto bingung, kenapa Sasuke menitipkan Hinata seperti ini. Bukankah Hinata juga seorang kunoichi? Hinata bisa menjaga dirinya sendiri.

Bukannya Naruto tidak mau, ia hanya sedikit heran. Sahabat Temenya itu terlalu khawatir dengan hal-hal yang belum tentu akan terjadi.

Pikiran Naruto buyar saat mendengar suara jatuh yang cukup keras dari arah teras samping kediaman Uchiha. Bergegas ia mendekat, takut terjadi sesuatu pasa sang Nyonya rumah. Jika benar terjadi sesuatu, bukan hal mustahil Naruto akan dipanggang Sasuke dengan amaterasu miliknya.

Yang ditakutkan Naruto terjadi, Hinata jatuh pingsan dengan wajah yang begitu pucat seperti kertas. Buru-buru Naruto mendekat dan menepuk pipi Hinata pelan, berusaha membuatnya sadar.

"Hinata-chan! Hey, bangun!" Suara Naruto terdengar begitu panik. Biasanya jika ada yang pingsan Naruto akan menamparnya, berusaha membuat sadar. Tapi dalam kondisi ini, tidak mungkin ia menampar Hinata.

Karena tidak tau harus berbuat apa, Naruto memilih menggendong Hinata dan membawanya ke rumah sakit Konoha. Dengan tergesa-gesa ia melompati atap-atap rumah penduduk. Banyak orang yang menatap mereka heran, apa ada sesuatu yang terjadi?

"Baa-chan!! Tolooong!" Naruto berteriak seperti orang kesetanan. Beberapa petugas medis yang kebetulan ada di sekitar Naruto langsung membantu dan membawa Hinata ke sebuah ruangan. Naruto mengikuti dengan gusar.

Beberapa hari belakangan kesehatan Hinata spertinya benar-benar buruk. Sering ia mendapati Hinata dengan wajahnya yang pucat. Berat badannya juga sepertinya mulai menyusut, entah sakit apa.

Selama menunggu Hinata selesai diperiksa, Naruto tidak bisa diam. Ia terus menerus bergerak kesana kemari, terlihat benar-benar gelisah. Hingga suara pintu terbuka dan keluarnya Tsunade dari ruangan Hinata berhasil menghentikan aksi konyolnya.

"Baa-chan! Bagaiamana kondisi Hinata-chan?" Naruto bertanya dengan cepat membuat Tsunade terkejut. Bocah ini tidak bisa menunggu orang tua bernapas sebentar saja.

"Hinata hanya kelelahan dan sedikit stress. Ia juga kekurangan vitamin, kau harus memperhatikan pola makannya." Tsunade menghela napas dan melanjutkan "Seharusnya bocah Uchiha itu yang ada di sini, istrinya hamil malah pergi mengelilingi dunia. Apa-apaan itu."

Gerutuan Tsunade terdengar cukup jelas di telinga Naruto. Untuk sesaat ia seperti kehilangan kemampuannya untuk berpikir dan berbicara. Otaknya seolah beku, apa tadi katanya? Hinata hamil?

"H-hinata-chan hamil?" Naruto bertanya dengan sedikit terbata.

"Kau tidak tau? Usia kandungannya sudah memasuki minggu ketiga. Sasuke tidak memberitahumu?"

Hanya gelengan kepala yang bisa Naruto berikan sebagai respon dari ucapan Tsunade. Ada rasa bersalah yang merayap di hatinya. Seharusnya ia mencegah Sasuke pergi jika ia tau Hinata hamil. Hinata pasti akan kesulitan hamil tanpa Sasuke di sisinya.

Tsunade menghela napas gusar. "Pastikan Hinata memperhatikan pola makannya. Jangan sampai dia stress, itu akan mempengaruhi janinnya, apalagi usia kandungannya masih sangat rentan. Jika terjadi sesuatu, segaralah datang kemari."

Naruto mengangguk tanda ia mengiyakan nasihat Tsunade. Setelah Tsunade tidak terlihat, Naruto dengan ragu masuk ke dalam ruang rawat Hinata. Ia memilih duduk di sisi ranjang pasien yang memang sudah tersedia bangku untuk orang yang menunggu.

Dilihatnya Hinata yang masih memejamkan matanya. Wajahnya terlihat lelah dan pucat. Sepertinya Naruto memang tidak becus menjaga Hinata.

Tak lama, senyum miris terpatri pada bibir coklatnya. Baru menjaga Hinata seminggu saja ia sudah tidak becus, bagaimana jika ia harus menjaga Hinata selamanya?

Diam-diam ia bersyukur, setidaknya dengan menikahi Sasuke, Hinata terlihat cukup bahagia. Sejauh yang ia tau, Sasuke juga memperlakukan Hinata dengan baik. Bahkan sekarang ada keturunan Uchiha yang bergelung nyaman dalam rahim Hinata.

Meskipun Naruto sedikit lega karena Hinata mendapat perlakuan baik dari Sasuke, namun sebagian hatinya masih tidak bisa melepaskan Hinata. Tidak bisa ia tepis, ada sedikit rasa kehilangan menyusup. Selama ini Hinata selalu mengejarnya, memberikan dukungannya, bahkan mempertaruhkan nyawa untuknya.

Meski terlambat, ia berharap dapat membalasa semua yang diberikan Hinata padanya. Salah satu caranya adalah dengan menjaganya selama Sasuke pergi. Hanya ini yang bisa Naruto lakukan. Tidak mungkin ia merebut Hinata dari Sasuke, Naruto masih sayang dengan kepalanya.

Kerutan pada kening Hinata mengalihkan atensi Naruto. Dengan perlahan, mata indah Hinata membuka memperlihatkan matanya yang ungu pucat. Netranya bergulir, menatap Naruto yang ada di sampingnya.

"Hinata-chan, kau baik-baik saja?"

Hinata menganggukkan kepalanya pelan. Kepalanya masih sedikit pening. Hinata melihat ke sekeliling ruangan, terasa asing. Mungkin Naruto membawanya ke rumah sakit.

Hinat berusaha bangkit duduk, Naruto dengan sigap membantu Hinata. Mengganjalkan bantal di belakang Hinata agar Hinata duduk lebih nyaman.

"Hinata-chan." Naruto memanggil Hinata dengan suaranya yang pelan. Tidak seperti biasanya. "Apa kau sudah mengetahuinya?" Hati-hati Naruto bertanya.

"Me-mengetahui apa, Naruto-san?"

Ada sesuatu yang terasa mencubit perasaanya saat Hinata memanggilnya dengan 'san', seolah Hinata menciptakan jarak diantara mereka.

"Kau hamil, sudah tiga minggu." Dalam sekali tarikan napas, Naruto mengabarkan hal bahagia itu pada Hinata.

Wajah Hinata yang awalnya terlihat sangat pucat, setelah mendengar kabar kehamilannya perlahan rona tipis merambat di kedua pipinya. Senyum yang begitu manis dan bahagia muncul di bibirnya. Naruto yang melihat hal itu tentu ikut senang. Hinata sangat bahagia.

"Terimakasih, Kami-sama." Setetes air mata jatuh menuruni pipinya. Hinata benar-benar bersyukur. Meskipun Sasuke pergi, ada bagian dari Sasuke yang tinggal bersamanya. Anak mereka, keturunan baru Uchiha. Hinata berjanji di dalam hatinya, ia akan menjaga anaknya dengan baik dan menunggu Sasuke pulang. Memberikan suaminya kejutan.

"Kau harus menjaga pola makanmu, Hinata-chan. Kau juga tidak boleh stress, itu yang Baa-chan katakan tadi." Naruto mengingatkan dengan suaranya yang kembali ceria dan bersemangat.

"Ha'i. Terima kasih, Naruto-san." Hinata tersenyum tulus pada Naruto. Jika tidak ada Naruto, mungkin Hinata masih tergeletak di rumahnya tanpa ada yang menolong.

"Yosh! Aku akan jadi orang pertama yang mengucapkannya. Selamat ya, Hinata-chan." Naruto mengulurkan tangannya, memberikan selamat karena kehamilan Hinata yang pertama.

Hinata menyambut uluran tangan Naruto dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya Naruto menemani Hinata dengan ocehannya agar Hinata tidak merasa bosan.

Mereka berdua tenggelam dalam obrolan, tanpa menyadari seseorang yang melihat dari balik pintu yang tidak tertutup sempurna. Pandangan matanya tajam menatap kearah Hinata yang sedang tertawa bahagia.

"Kau boleh tertawa sepuasnya, Hinata. Tapi akan ku pastikan, tawa itu tidak akan bertahan lama."

.
.
.

TBC

Pendek ya? Soalnya aku agak kehilangan feel kalo gaada Sasuke:( jadi ya gini, semoga suka ya^^

Mungkin yg panjang di chapter depan xD

Berikan kritik dan saran kalian supaya aku bisa menulis lebih baik lagi.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen ya!💜

Bye~

Secret Feeling (Lengkap)Where stories live. Discover now