it's okay to cry

10.1K 914 343
                                    









typos.
lil bit explicit on xtra part.









•••

Semalaman, setelah pulang dari rumah Elina, Jeremy benar-benar tidak bisa tidur memikirkan ibunya, sesekali menangis mengingat kenangan bersama ibunya dulu.

Wanita itu dulu sangat menyayanginya. Merawatnya dengan pernuh kasih layaknya seorang ibu pada umumnya. Banyak sekali kenangan indah yang ia lalui bersama ibunya itu.

Sampai pada akhirnya ibunya berubah lalu pergi meninggalkannya.

Jeremy mengetahui informasi bahwa ibunya dulu menikah dengan ayahnya di umur delapan belas tahun, sedangkan ayahnya berumur dua puluh enam tahun. Pernikahan itu terjadi karna sebuah kecelakaan.

Sepuluh tahun bersama, kehidupan pernikahan mereka masih terlihat baik-baik saja, walaupun ayahnya jarang pulang ke rumah bahkan jarang sekali menghabiskan waktu bersamanya dan ibunya.

Pada saat umur Jeremy beranjak ke angka sebelas, ibunya mulai sering keluar rumah, tidak pulang dalam beberapa hari, dan ketika pulang pun ibunya terkadang membawa teman pria ke rumah.

Ayah Jeremy mulai menyadari itu. Dari situlah pertengkaran keduanya bermula. Selama dua tahun Jeremy harus menghadapi tiap pertengkaran serta perang dingin antara ayah dan ibunya, selama itu pula Jeremy mulai diabaikan oleh keduanya.

Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah di umur Jeremy yang ke tiga belas.

Hari sudah terang, Jeremy masih saja bernaung di bawah selimut. Ia tidak tidur, hanya diam tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Ceklek.

Jeremy mengernyitkan keningnya mendengar suara pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Tidak mungkin bibi karna wanita itu pasti memanggilnya terlebih dahulu.

Lelaki itu penasaran tapi terlalu malas untuk bangun, akhirnya ia berasumsi bahwa itu ayahnya.

"Jer, basket yuk" Ucap seorang lelaki.

Jeremy menghela nafas sambil memutar bola matanya, ternyata Jeffrey.

Jeffrey memang sering tiba-tiba main ke rumah Jeremy karna rumah keduanya memang sangat dekat, hanya butuh waktu lima sampai sepuluh menit menggunakan sepeda motor.

Lelaki itu juga suka seenaknya saja masuk kamar Jeremy tanpa mengetuk, sudah menjadi kebiasaan.

"Bangun anjir, udah jam satu" Jeremy kembali mendengar suara Jeffrey.

Akhirnya Jeremy membuka selimutnya, mendudukan dirinya di ranjang menatap Jeffrey sambil berdecak kesal.

Jeffrey yang sedang duduk di kursi gaming milik Jeremy mengeryit melihat mata bengkak dan rambut berantakan sahabatnya itu, terlihat sekali lelaki itu seperti habis menangis semalaman.

"Kenapa lo? Diputusin Elina?" Tanya Jeffrey, menatap Jeremy heran.

Jeremy menggeleng, dengan santai bangun dari ranjangnya lalu berjalan ke arah lemari dengan hanya menggunakan celana dalam, tanpa mengenakan apapun lagi.

Mata Jeffrey masih mengikuti Jeremy, tidak peduli dengan penampilan Jeremy yang hampir telanjang di depannya, hal itu sudah biasa.

Jeremy membuka lemari pakaian, mengambil sebuah celana training, kemudian memakainya.

"Beneran putus Jer?" Tanya Jeffrey lagi, masih menatap mata bengkak Jeremy.

"Kaga anjir" Jawab Jeremy, ia kembali duduk di ranjang menghadap Jeffrey.

COWOK TEKNIK - '97Where stories live. Discover now