Part 4 - Broken Home

1.9K 115 1
                                    

Anasya membuka gerbang rumahnya dengan gerakan perlahan. Gerbang rumah mewah itu tidak dikunci sama sekali seperti biasanya. Lalu, kedua kaki cantik Anasya berjalan santai di perkarangan rumah.

"Non Anasya," sapa Yogi, penjaga sekaligus tukang kebun di rumah mewah itu.

"Hai, Mang Yogi."

Anasya melangkah ke arah Yogi. Lelaki itu dan istrinya sudah Anasya anggap seperti orang tua. Kedua orang itulah yang selalu ada dan selalu melindungi Anasya di rumah mewah itu. Kemudian, Anasya mengulurkan tangannya ke Yogi. Hendak bersalaman.

"Tangan Mang Yogi kotor, Non. Baru aja tadi habis bersihin selokan," ucap Yogi sambil menunjukkan tangannya yang penuh lumpur berwarna hitam.

"Ya udah deh. Mang Yogi cuci tangan dulu," ucap Anasya sambil terkekeh.

"Non Anasya masuk rumah aja, Nyonya Rheta sudah pulang dari butik," ucap Yogi.

Anasya mengangguk kecil. Setelah menundukkan kepalanya sejenak sambil tersenyum, Anasya pun masuk ke dalam rumah.

Rumah bercat hitam, putih, dan abu-abu itu adalah rumah milik Fajar. Rumah milik Papa kandung Anasya. Di rumah sebesar itu, Anasya hanya tinggal bersama tiga orang. Papanya, Mama tirinya, dan Adik tirinya. Sedangkan Mama kandung Anasya sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Tangan Anasya memegang handle pintu. Ia mulai mendorong pintu bercat hitam itu dengan gerakan perlahan.

Byurrrr!!!

Seluruh tubuh Anasya langsung basah, sampai ke dalam-dalam pakaiannya. Air mengalir dari rambutnya sampai ke ujung kaki. Rasanya dingin, dingin sekali. Bahkan tubuh Anasya sampai mati rasa selama beberapa waktu saking dinginnya. Anasya disiram dengan seember air es.

"SIAPA YANG NYURUH KAMU MAKAN ES KRIM DI KULKAS, HAH?!" bentak seorang wanita bernama Rheta. Wanita itu lah yang merupakan Mama tiri Anasya sejak satu setengah tahun yang lalu.

Anasya menyingkirkan rambut yang menghalangi pandangannya. Lalu, ia memeluk tubuhnya sendiri yang sudah menggigil kedinginan. Benar-benar dingin sampai menembus ke tulang.

"JAWAB?! KAMU NGGAK BISU, KAN?!!" bentak Rheta lagi dengan volume suara yang jauh lebih keras dari pada tadi. Suaranya sampai menggema di dalam rumah mewah nan besar itu.

"Bu ... bukan aku yang ma ... makan, Ma ...," jawab Anasya dengan suara gemetar dan tersenggal-senggal.

"TERUS SIAPA HAH?! BI SUMI?! DIA NGGAK MUNGKIN BERANI!" bentak Rheta lagi. Ia semakin kesal karena menganggap Anasya tidak jujur. Padahal, sebenarnya memang bukan Anasya pelakunya.

"Tap ... tapi beneran, Ma. Bukan a ... aku yang ma... makan." Anasya masih berusaha menyakinkan Rheta. Tubuhnya semakin menggigil kedinginan.

"BOHONG!!" bentak Rheta.

"Eh, Ma. Ngapain nih?" tanya Jessica yang muncul di balik tubuh Anasya. Ia adik tiri Anasya, baru pulang dari sekolah.

"Dia tuh, makan es krim Mama yang ada di kulkas. Kurang ajar banget, kan?" ucap Rheta bercerita pada anak kandungnya.

Jessica melirik ke arah Anasya sekilas, lalu tatapannya kembali pada Rheta. "Aku, Ma, yang makan es krim di kulkas. Aku kira Mama udah nggak doyan, ya aku makan aja."

Selama beberapa detik, hanya keheningan yang tercipta. Anasya sama seperti tadi, ia memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangan. Rasanya masih sangat-sangat dingin.

"Oh, jadi kamu ya yang makan," ucap Rheta. "Kalo kamu yang makan sih nggak papa."

Tangan Rheta terulur untuk mengusap rambut Jessica yang panjangnya mencapai baju. Ada bando biru muda yang menghiasi kepala Jessica. Rheta mengusap rambut Jessica dengan penuh kasih sayang seorang Ibu.

"Ya udah, kamu istirahat sana. Kamu pasti capek kan habis pulang sekolah?"

Jessica mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Ma. Aku capek. Aku ke kamar dulu ya."

Rheta membalas senyuman Jessica. Ia memandangi punggung Jessica yang menjauh menuju kamarnya. Kamar Jessica berada di lantai dua, sedangkan kamar Anasya di lantai satu. Sebenarnya dulu kamar Anasya di lantai dua, tapi kamarnya di ambil alih oleh Jessica.

"KAMU NGAPAIN MASIH DI SINI?!" bentak Rheta pada Anasya.

Setelah mendapat bentakan itu, Anasya bergegas menuju ke kamarnya yang berada di antara ruang tengah dan dapur. Anasya berjalan dengan tertatih-tatih. Tubuhnya kedinginan, menggigil. Seluruh seragam sekolahnya basah kuyup dan terasa sangat dingin.

"Non Anasya tidak papa, Non?" tanya Sumi. Tiba-tiba saja ia merangsak masuk ke dalam kamar Anasya dengan perasaan khawatirnya.

Anasya menunjukkan senyum tipisnya. "Aku ... nggak papa, Bi."

Sumi memberikan handuk tebal di tangannya kepada Anasya, menyelimuti tubuh Anasya yang kedinginan itu. Sumi dan Yogi--suaminya tidak memiliki anak. Maka dari itu, mereka sangat menyayangi Anasya dan sudah menganggap Anasya sebagai anak sendiri.

"Bi Sumi buatkan jahe hangat ya, Non?" ucap Sumi. Anasya menanggapinya dengan anggukan kecil.

Sumi keluar dari kamar Anasya. Gadis malang itu pun menutup pintu kamarnya dengan rapat. Ia masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air shower yang hangat. Setelah itu, Anasya memakai baju dan celana panjang agar tubuhnya semakin hangat.

Ketika Anasya sudah selesai memakai setelan baju hangatnya, Sumi masuk ke dalam kamar dengan jahe hangat di tangannya. Sumi juga membawakan semangkuk bubur kacang hijau untuk Anasya. Asisten rumah tangga itu tahu kalau Anasya lapar.

"Dimakan ya, Non. Habiskan bubur sama jahe hangatnya. Biar Non Anasya nggak sakit," ucap Sumi dengan penuh perhatian.

Anasya terdiam, ia menatap Sumi dengan mata yang berkaca-kaca. Beberapa detik kemudian, Anasya berhambur memeluk Sumi.

"Loh, Non kok nangis?" tanya Sumi bingung. Pasalnya, Anasya langsung terisak di pelukannya.

"Aku senang, Bi. Bi Sumi sudah seperti Ibu buat aku. Bi Sumi baik, nggak kayak Mama Rheta yang jahat," ucap Anasya dengan terisak-isak.

Sumi sangat kasihan dengan nasib Anasya. Setiap hari, Anasya selalu diperlakukan semena-mena oleh Rheta dan Jessica. Namun, Sumi dan Yogi tidak bisa apa-apa. Mereka bisa dipecat jika melawan majikan mereka. Sumi dan Yogi hanya bisa memperhatikan dengan hati pilu, kemudian mengobati serta menghibur Anasya.

"Nyonya Rheta nggak jahat kok, Non. Dia hanya belum bisa menerima Non Anasya, hatinya masih tertutup," ucap Sumi memberi pengertian. "Lama-lama Nyonya Rheta juga akan baik sama Non Anasya."

Anasya menggeleng kuat-kuat di pelukan Sumi. "Mama Rheta nggak akan pernah sayang sama aku, Bi. Aku hanya anak tiri, Mama Rheta sayangnya sama Jessica. Bahkan Papa juga nggak sayang lagi sama aku."

Sumi mengusap lembut rambut Anasya. Wanita paruh baya itu jadi ikutan menangis kecil karena terbawa suasana. Sumi tidak bisa menahan tangisnya ketika Anasya terus-terusan terisak. Kasihan, gadis baik seperti Anasya malah diperlakukan semena-mena seperti itu.

"Non Anasya sekarang makan ya, Non," ucap Sumi seraya melepas Anasya dari pelukannya.

Anasya mengangguk lemah. Kemudian, Sumi meletakkan mangkuk berisi bubur kacang hijau itu di pangkuan Anasya. Sumi menemani Anasya sampai gadis itu menghabiskan bubur kacang hijau dan jahe hangatnya. Bahkan Sumi sampai menemani Anasya tidur, sampai Anasya terlelap dalam mimpinya.

***

ANASYA (End)Onde histórias criam vida. Descubra agora