Chapter 10 "THE CONDENSED AIR"

1.6K 234 112
                                    

CHAPTER 10

THE CONDENSED AIR

Even the air could be condensed and become droplet. What if my fading could also be changed?


Sebagai seorang yang ‘tak terlihat’ sejak lahir, aku pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang terkenal. Namun itu adalah sebuah impian belaka. Sampai saat ini aku hanya berharap ada seseorang yang perduli padaku, seseorang yang memperdulikan aku walaupun aku ‘tak terlihat’ itu sudah lebih dari cukup untukku.

“Aku akan mengantarmu pulang.” Hanya sebuah ucapan pendek dari P’In ‘mengantarmu pulang’, itu saja sudah sangat membuatku terkesan.

P’In adalah orang pertama yang tidak memperlakukanku seperti udara, walaupun mungkin karena P’In adalah senior code buddyku atau mungkin karena perannya sebagai senior code buddyku. Tapi aku sudah cukup puas.

Aku berjalan disampingnya menuju ke arah asramaku. Setelah mengembalikan clay pot kepada kakek pemilik rumah makan itu, Kakek memberikan sebotol jus jujube pada P’In, yang sekarang masih P’In pegang ditangannya.

Kami berjalan berdampingan, tanpa mengatakan apapun. Aku merasa sangat senang. Terkadang berjalan di samping orang yang kita kenal tanpa sepatah katapun, itu sudah membuat kita nyaman.

Saat P’In berjalan dekat denganku, aku bisa mencium wangi tubuh P’In. Itu bukan sesuatu seperti wangi parfum mahal, tapi seperti wangi tubuh alami, seperti wangi kelapa? Mungkin karena P’In sangat suka membuat dan memakan makanan Thai yang terbuat dari kelapa.

Di samping itu, aku menyadari bahwa P’In selalu memperhatikan alam disekitarnya, P’In suka melihat pepohonan, rumput, burung terbang, juga awan yang melayang di langit.

Dan aku tidak menyadari, kalau aku sangat menyukai melihat P’In. Aku berharap jarak menuju ke asrama akan lebih jauh, jadi aku bisa melihat P’In lebih lama lagi. Aku akan lebih bahagia, jika berjalan dengan P’In dalam waktu yang lama.

“Asrama ini?” P’In bertanya.

Ketika kami tiba di depan asrama, aku menyadari, keajaiban ‘waktu menyenangkan bersama P’In’ akan segera berakhir. Aku akan kembali menjadi udara seperti sebelumnya.

“P’In krub, di mana P’In tinggal?”

Mulutku bertanya dengan lancang, aku langsung membungkam mulutku dengan tangan. Aku merasa aku terlalu berani, P’In adalah member Unistar yang terkenal. Bertanya di mana dia tinggal sudah seperti stalker/penguntit. Namun.....

“Di sana.” P’In menunjuk asrama yang berdekatan dengan asramaku. Tidak terlalu jauh. Aku juga mendengar bahwa asrama tersebut memang dikhususkan untuk para senior.

Universitas sudah mengatur asrama ini berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Berdasarkan tahun ajaran, senior dan junior. Terkadang asrama untuk mahasiswa baru, akan diubah menjadi tempat meeting atau kegiatan untuk mahasiswa baru, dan itu bisa mengganggu para mahasiswa tahun lainya atau para senior.

Aku hampir bertanya pada P’In tentang nomor kamarnya, tapi aku mengurungkan niatku, sehingga aku hanya bisa berkata...

“Terima kasih P’In, sampai jumpa lagi.”

Aku memberi wai pada P’In sebagai respect ku sebagai juniornya.

P’In juga memberi wai sebagai balasan salamku, dan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan. Lalu P’In berjalan pulang ke asramanya.

Aku berjalan pelan menuju ke asramaku, tapi selalu mencuri-curi pandang sampai P’In tidak terlihat karena sudah memasuki gedung asrama. Aku berhenti melihatnya lalu memasuki gedung asramaku. Moment-moment ketika kita selalu diperdulikan, adalah moment yang terindah menurutku.


Aku berencana akan bangun pagi-pagi sekali hari ini, untuk melihat P’In.
Tapi.... aku kesiangan. P’In dan para penggemarnya pasti sudah pergi. Namun, aku tetap memberi para biksu sedekah. Aku berpikir, mungkin P’In akan pergi bertemu dengan kakek tua yang berada di bawah jembatan, tapi ternyata kakek tua itu tidak ada di sana. Aku tidak tahu dia berada di mana?

Lalu, aku berjalan ke tepi sungai, berharap P’In sedang memberi makan para anjing, tapi setelah aku sampai di sana, para anjing itu terlihat sedang makan. Tapi aku tetap tidak menemukan keberadaan P’In. P’In juga tidak sedang memberi makan ikan.
Ternyata, aku benar-benar terlambat hari ini. Lain kali aku akan bangun lebih pagi lagi.

“Ouh....” aku terkejut, ketika merasakan sesuatu menabrak kakiku, itu adalah White, seekor anjing dengan penglihatan yang buruk.

“Apakah kamu white?” aku berkata agak ragu-ragu, lalu mengelus kepala anjing itu dengan lembut. Anjing itu mengendus kepadaku lalu mengibas-ngibaskan ekornya.

“Lucunya.” Aku tersenyum, dan menepuk-nepuk anjing itu dengan rasa sayang.

Tiba-tiba aku menemukan sebuah ide, aku mengambil Foto White dan anjing lainya lalu menggunggahnya di twitter. Ini adalah random posting, aku tidak punya followers.

The Win is the air @Archawin_d

Anjing-anjing ini tidak ada pemiliknya, tapi mereka terlihat gembira, dan tidak pernah merasa kelaparan. #InvisibleMoon #Unistar

Aku menyertakan foto anjing yang sedang makan dengan senang, serta kotak untuk donasi makanan anjing.

Setelah itu, aku pergi ke tepi sungai. Melihat seorang nenek yang sama masih menjual makanan ikan. Tapi roti untuk makan ikan telah terjual habis, hanya ada pellet ikan yang tersisa. Jadi aku membeli 2 bungkus pellet untuk memberi makan ikan itu. Aku yakin P’In sudah memberi banyak makanan pada ikan ini, tapi ikan-ikan ini masih terlihat tidak pernah kenyang, mereka masih saja memakan pelet yang aku berikan dengan rakus.

INVISIBLE MOON (Terjemahan Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now