02 DAKA.

709 69 11
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.


Setelah mendengar bel istirahat bergema, Kayla dan Rara langsung melangkahkan kaki nya menuju kantin sekolah.

Entahlah Rara merasa nyaman berteman dengan Kayla, biasanya ia sulit berbaur dengan orang yang baru. Contohnya saja Rara selama ini selalu sendirian, ia tidak memiliki banyak teman, bukannya ia milih-milih untuk berteman, hanya Saja ia merasa tidak nyaman dengan orang-orang di sekitarnya. Berbeda saat dengan Kayla, ia langsung bisa bercerita seolah-olah sudah kenal lama.

Keduanya pun melangkah menuju meja yang berada di ujung kantin, meja favorit nya Rara.

"Mau pesen apa? Biar gue pesankan," tawar Kayla, Rara pun menjelaskan apa saja yang ingin ia beli, setelah usai Kayla melangkah untuk memesankan makanan itu.

Sementara disisi lain Rara hanya bisa menghela nafas panjang, jujur ia muak berada di sekolah ini. Sekolah yang sangat terkenal namun tidak mampu menjujung tinggi keadilan. Jika tau kalau sekolah ini minim keadilan mana mau ia bersekolah di sini.

Tiap hari selalu ada saja siswa atau siswi yang menjadi bahan Bullyan. Bahkan kakak seniornya dulu ada yang sampai mengalami gangguan mental sehingga memilih untuk keluar dari sekolah ini.

"Itu bocah di bully ya?" Tanya Kayla dengan membawa makanan nya. Ia mendudukkan bokongnya di depan Rara yang hanya terdiam tanpa menjawab.

"Seperti yang Lo liat. Mungkin bagi Lo yang baru liat ngerasa aneh, tapi bagi kami itu hal yang lumrah. Tiada hari tanpa Bullyan," ungkap Rara menjelaskan, dulu ia juga sempat menjadi bahan Bullyan tapi karena ayahnya dulu mengancam akan melaporkan masalah ini kepada pemilik sekolah ini, yang kebetulan pemilik sekolah ini berteman baik dengan ayahnya. Hal itu mampu menghentikan Bullyan yang Rara dapatkan.

"Emang masih jaman bully-bullyan kayak gini?" Beo Kayla. Pasalnya di SMA Permata tidak ada kasus tentang pembullyan, semuanya sekolah dengan nyaman.

"Gue ingetin, jangan sesekali Lo cari masalah sama mereka. Gue nggak mau Lo jadi target selanjutnya." Kayla pun mengangguk, lagian ia tidak ada niat sedikit pun mencari masalah dengan orang-orang yang ada di sekolah ini. Disini orang-orang berduit, Kayla nggak mau berurusan sama orang yang berduit. karena sebenar apapun kita akan tetap salah di mata orang yang berduit.

"Nggak akan, gue janji itu." Ucap Kayla sungguhan.

Keduanya pun memilih untuk makan dengan Hidmat. belum juga sehari Kayla berada disini, ia sudah merindukan sekolah lamanya, merindukan teman-temannya.

Biasanya kalau jam istirahat seperti ini, Kayla sudah kumpul di pinggir lapangan, untuk makan bersama dibawah pohon yang menjadi tempat favorit mereka.

Sebenarnya disekolah nya juga ada kantin untuk makan, tapi namanya juga Kayla, ia lebih suka makan sambil berhadapan langsung dengan alam. Kayla itu pencinta alam.

"Nanti mau ikut ekskul apa?" Tanya Rara menghentikan aktivitas Kayla, ia mendongak menatap Rara. "Lo ikut ekskul apa?"

"Gue nggak ikut apa-apa," mendengar itu Kayla mendengus sebal, ia kira si Rara menanyakan hal tersebut karena ingin mengajaknya masuk ke ekskul yang ia tekuni.

"Dasar, gue kira Lo ngomong gitu mau ngajakin gue ekskul ke ekskul Lo!" Sebalnya.

Rara terkekeh mendengarnya, "mager gue, lebih enak tidur." Sahut nya asal.

"Dih! Dasar remaja jompo!" Sungut Kayla, membuat Rara mencabik, "alah! Lo juga sama kan."

"Etsss! Enak aja! Gini-gini gue siswi yang aktif ya! Gue tuh mantan ketua OSIS di SMP Garuda dan SMA permata, anak Pramuka dan anak PMR. nggak tau aja dia," tuturnya, Rara menatap Kayla remeh.

"Masa sih? Kayaknya yang milih Lo hilaf deh, masa modelan kayak Lo ketua OSIS?" Canda Rara, membuat Kayla mencibik kesal, "gini-gini gue adil ya, nggak kayak OSIS yang disini. Liat aja masa ada yang di bully mereka nggak ada yang bertindak sama sekali," gumam nya pelan, bukannya takut, hanya saja Kayla tidak mau memiliki masalah dengan siapapun.

Rara mendekat, ia membisikkan sesuatu, "gimana mau bertindak, orang yang ngebully nya aja ketua Osis nya," mata Kayla membulat. ia terkejut, kok bisa-bisanya  orang kayak gitu di jadiin ketua OSIS.

"Anjir kok bisa di jadiin ketua OSIS?" Tuturnya pelan, ia tidak mau menjadi sasaran Bullyan nanti. Ia ingin sekolah dengan tenang. "Bapak nya kan yang punya nih kolaan, jadi bebas." Balasnya pelan, Kayla mengangguk paham, pantesan.

"Udah kan? Ke kelas yuk? Dikit lagi bel," Kayla pun mengangguk, keduanya beranjak dari tempat duduk nya, meninggalkan kantin.

•••

Pukul 21. 30 Kayla baru sampai di rumahnya, seusai pulang sekolah Kayla langsung pergi ke tempat pekerjaan nya. Ya Kayla ini seorang pelayan disebuah Cafe, ia berkerja sejak awal kelas 2 SMP, setelah ia  tahu bahwa ibunya mengindap penyakit yang mematikan.

Ibu nya mengindap penyakit ginjal yang semakin parah, maka dari itu ia tidak boleh menyerah ia harus semangat demi mengumpulkan uang untuk kesembuhan ibunya.

Ceklek...

Pintu terbuka lebar senyuman Kayla terbit Saat melihat wajah damai sang ibu. "Bubu liat Kayla bawa apa?" Ungkapnya sembari menunjukkan sebuah kresek yang ada di genggamannya.

"Martabak kan?" Tebaknya, Kayla mengangguk. Keduanya pun masuk ke dalam rumah kecil nya, tidak lupa mengunci pintunya.

"Bubu duduk aja, biar Ayla yang siapin. Bubu belom makan kan?" Sarah tidak menjawab ia hanya terdiam mengamati gerak girik putrinya, jujur hatinya sakit ia tidak tega melihat wajah lelah putrinya.

Andai saja ia tidak sakit-sakitan seperti ini, ia tidak akan membiarkan Kayla untuk berkerja. Tapi kenyataannya? Justru putri nya ini yang harus menanggung beban kehidupan nya ini.

"Nah makanannya udah siap, Bubu makan ya? Ayla ambilkan obat dulu. Belom minum obat kan?" Ketika Kayla hendak melangkah, Sarah menahannya. Ia menyuruh Kayla untuk duduk, Kayla pun nurut, Bubu nya ini paling tidak suka dengan penolakan.

Ia menyodorkan piringnya ke arah Kayla, "Makan," titahnya, refleks Kayla menggeleng kecil, "Ayla udah makan, Bubu."

"Gue tau Lo boong, udah makan. Gue nggak mau Lo sakit, kalau Lo sakit nanti siapa yang ngurusin gue?" Tuturnya, Kayla terkekeh kecil, sebenarnya Sarah itu sangat perhatian dengannya walaupun terkadang ia suka gengsi mengatakan nya.

Kayla menggeleng kecil, "Ayla bisa ambil di dapur, yang itu khusus buat Bubu."

"Gue bilang makan ya makan, keras kepala banget sih Lo?" Cetusnya sembari menyuapi Kayla dengan tangannya langsung.

Kayla melahapnya, "sekarang gantian, biar Ayla yang suapi Bubu." Ucap Kayla sembari menyodorkan tangannya ke mulut sang ibu, dan langsung di lahap oleh Sarah.

Baginya hidup berdua saja udah lebih dari cukup, Kayla bahagia dengan Sarah. Begitupun kebalikannya. Keduanya tidak butuh orang lain untuk menjadi bagian dari keluarga nya.

Kayla tidak butuh seorang ayah, karena kasih sayang Bubu nya saja sudah membuatnya bahagia. Ia tidak butuh kekasih karena perhatian Bubu nya saja sudah mencukupi nya.

"Ayla sayang Bubu."










Publikasi
Selasa 06-09-2022

DA KA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang