Hari 16, Belantara Aksara

178 113 70
                                    

Jajaran bareksa berhimpun,
semilir mengajak dedaunannya berdansa.
Kita, duduk di bawah mereka, lagi-lagi lelah mengayuh puluhan kilometer.
Mentari tidak lupa membelai lihai dengan lengan-lengan yang mengirim ketenangan.

Aku tafakur.
Mengapa kita tidak punya percakapan hangat seperti biasanya?
Lihatlah, kita hanya bersisian tapi terjebak di lamunan masing-masing.
Aku seperti dipaksa dunia untuk menerima sebuah kenyataan:

Kita tersesat.

Tanpa arah, tanpa petunjuk, tanpa peta.
Kita harus membelah belantara dengan kata,
mengurai kusut di dua benak terpisah,
mengatakan kejujuran lewat saling menyakiti.

Kita tersesat.

Tanpa batasan, tanpa ekspresi, tanpa suara.
Kita ingin bebas namun ragu membelenggu,
meluncurkan antipati terhadap rasa baru,
menohok dua pribadi untuk tetap membisu.

Kita tersesat,
dan cepat atau lambat, mau tidak mau,
mesti ada yang mengalah demi hubungan kita.

______________________________________________

Belantara: sangat luas (tentang hutan, ladang, dan lainnya).

Tafakur: perihal merenung, menimbang-nimbang dengan sungguh.

Bareksa: pepohonan.

KLM #1: Kelana | ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora