Hari 21, Bahu untuk Bersandar

163 113 66
                                    

Kala itu, menemani kamu merupakan jadwal yang aku sisihkan cuma-cuma,
ikhlas bahkan untuk satu hari penuh.
Seakan rasa-rasa aneh yang sempat menghilang,
kamu isi dengan kehadiranmu yang tiba-tiba.

Kita melerai berbagai enigma yang dilemparkan.
Tertangkap, terurai, lalu kita tertawakan dengan segala kekonyolan khas anak-anak.

Kita tertatih dalam semu sebelum terlatih,
tak mengizinkan patah hati sehingga mangkir dari komando yang disepakati.

Kala ini, yang harus terjadi satu,
aku kehilangan bahu yang biasa aku sandari.
Tidak pernah lagi melihatmu merupakan suatu hal yang ganjal.
Sepertinya benar kata mereka yang suka membual itu,

aku telanjur terbiasa dengan eksistensi dan rutinitas kita.

Padahal aku kira aku tidak sesepi ini,
yang kudapat bahkan pikiran sendiri yang berkecamuk menyalahkan satu sama lain.
Cinta menjadikan kehilangan kamu seakan sama dengan kehilangan diri sendiri. Kacau.

KLM #1: Kelana | ✔Where stories live. Discover now