[[꧓ ; Keinginan Untuk Hidup Sejahtera. ]]✅

94 21 5
                                    

03. Keinginan Untuk Hidup Sejahtera.

TIDAK pernah terbayangkan dalam hidup lelaki bernama Aryo, bertahun-tahun berjuang seorang diri agar suatu saat nanti dapat mewujudkan cita-citanya sebagai ilmuwan fisika macam Einsten malah takdir berkata lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TIDAK pernah terbayangkan dalam hidup lelaki bernama Aryo, bertahun-tahun berjuang seorang diri agar suatu saat nanti dapat mewujudkan cita-citanya sebagai ilmuwan fisika macam Einsten malah takdir berkata lain. Dahulu Aryo sangat pesimis karena dia dari jurusan MIPA sangat mustahil bisa lolos seleksi saat mendaftarkan diri ke arkeologi, sejak saat itu dia tidak percaya lagi akan istilah, bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil karena pada nyatanya perjuangannya selama ini tidak membuahkan hasil tanpa rida dari orang tua.

Itu sekadar mitos belaka.

Kalau dipikir-pikir tidak masuk akal karena dia justru tidak lolos seleksi masuk ITB, padahal dia yakin betul nilai akademik maupun non akademiknya sangat mendukung bahkan semua orang akan mengira hal yang sama. Aryo akan berhasil masuk Ilmu Fisika ITB.

Peristiwa tersebut sudah cukup menjelaskan mengapa dia tidak percaya akan motivasi proses tidak akan mengkhianati hasil. Nyatanya memang benar apa yang pernah Mas Yudis katakan dulu, kalau rida Gusti Allah terletak pada rida kedua orang tua karena tanpa doa dan rida dari mereka semua akan berakhir sia-sia. Tampaknya doa Bapak dan Ibu dikabulkan kala itu, sehingga takdir Aryo memang harus seperti ini. Hidup dalam segala aturan dan perintah Bapak.

Kalaupun tidak suka sudah sejak awal Aryo menolak ketika dinyatakan lolos seleksi, ini sudah semester lima Aryo menjadi mahasiswa arkeologi UI. Kalau dipikir-pikir tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, tetapi tidak dengan menyelesaikan studi yang membosankan ini, walau tampak dari luar dia seperti menikmati dan penuh minat terlihat dari IPK tiap semester yang nyaris mendapat skor sempurnya, sebenarnya dia sangat muak. Terlebih setelah melalui beberapa kali peristiwa aneh sejak tinggal satu atap bersama Profesor Abdul.

Aryo tidak mengerti dengan jalan pikiran Bapak, padahal mereka memiliki kerabat kandung yang tak lain adalah kakak dan adik ipar Bapak sendiri. Namun, Bapak malah bersikeras menitipkannya kepada Profesor Abdul yang sekadar sahabat karib Hassan. Sampai saat ini pun Bapak masih memilih bungkam tanpa berkenan menjelaskan sedikit saja alasannya lebih memilih Profesor Abdul, dibandingkan Pakde Satya atau Bulik Hanna. Hubungannya dengan Bapak pun sudah mulai membaik tidak lagi kesal karena harus tinggal bersama Profesor Abdul. Selama ini beliau banyak membantu malah Aryo sering dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang acapkali dia tolak mentah-mentah, merasa tidak pantas karena dia bukan siapa-siapa.

Pikiran Aryo menjarah pada malam ketika dia mengunjungi sebuah ruangan di dalam rumah Profesor Abdul, tepatnya saat baru satu bulan dia tinggal di rumah ini yang ternyata tempat tersebut merupakan perpustakaan mini, tempat Profesor Abdul menyimpan buku dan novel koleksinya. Dia ingat kali pertama menemukan sesuatu yang sangat mencengangkan sampai rasanya sedang bermimpi buruk di siang bolong.

Ruang perpustakaan tersebut sengaja didesain seperti bangunan kuno, tetapi terlihat elegan karena ruangan tersebut dibangun menggunakan kayu suren. Ada semacam pendopo kecil sebelum memasuki pintu masuk. Kedua matanya menelisik pada setiap sudut ruangan, tidak terlalu besar karena ada satu buah meja serta empat rak buku yang menjulang tinggi, pada setiap rak ada tangga digunakan untuk mengambil buku yang jauh dari jangkauan tangan.

The Last SecondWhere stories live. Discover now