[[ ꧓꧙ ; Realita Tak Seindah Ekspektasi ]]✅

34 4 0
                                    

39. REALITA TAK SEINDAH EKSPEKTASI.

Pada Bab ini sepertinya membutuhkan asupan mengemil agar tidak bosan

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Pada Bab ini sepertinya membutuhkan asupan mengemil agar tidak bosan. Selamat menikmati 4.739 kata, Teman-teman.
 

 
Pukul 16.00 Wib.
 
PROFESOR Abdul tersenyum lebar ketika Mas Alam membawakan Salad dan Matcha Latte pesanannya ke dalam ruang interogasi. Lelaki tua ini berceloteh seperlunya saja saat Mas Alam mengajukan beberapa pertanyaan terkait kasus yang sedang dia tangani. Hak untuk tetap diam ternyata dimanfaatkan semena-mena oleh beliau, akan menumpahkah seluruhnya kepada pengacara pribadi yang sudah dihubunginya, menurut informasi yang Mas Alam terima pengacaranya baru akan tiba 2 jam lagi.
 
“Kamu mau salad?”
 
Mas Alam membuang muka seraya tersenyum sinis, kemudian mengusap wajah ketika sorot matanya kembali menatap ke arah Profesor Abdul. “Dalam situasi genting seperti ini Anda masih saja melawak.” Tampak Profesor Abdul menahan senyum sembari mengunyah suapan salad pertamanya.
 
Mas Alam memandangi tampang tanpa dosa Profesor Abdul dengan mimik datar, meskipun kedua bola matanya tampak berapi-api. Bagi Mas Alam sejahat-jahatnya jin maupun demit, sosok di depannya ini merupakan siluman terjahat berwujud manusia.
 
Daripada itu Mas Alam tidak habis pikir, Profesor Abdul masih dapat menikmati hidangan yang tersaji dengan posisi satu tangan yang terborgol.
 
            “Setidaknya saya harus menikmati kesempatan yang diberikan kepada Yang Memberi Hidup.”
 
            Mas Alam mengangkat sudut bibirnya sembari memperlihatkan tampang meremehkan. Baginya pernyataan yang menurut Profesor Abdul jenaka sama sekali hambar dan tidak memiliki makna apa-apa. Menikmati kesempatan katanya? Omong kosong! Cercanya dalam benak.
 
            Dalam situasi tersebut Mas Alam lebih sering mengelus dada sambil melantunkan kalimat istighfar. Tahu seperti ini lebih baik dia menginterogasi John atau Arta saja.
 
            Profesor Abdul tampak menikmati salad yang dua suapan lagi akan habis, tetapi tiba-tiba saja Mas Alam mendengar keributan dari arah luar hal tersebut sama sekali tidak diindahkan oleh Profesor Abdul, justru semakin lahap mengunyah salad.
 
            Sampai pada akhirnya Yudistira memunculkan diri di tengah-tengah mereka, Mas Alam sampai berjungkit lantaran kaget. “Alam, mari ikut saya sebentar. Satria mati gantung diri di toilet.”
 
            “Keparat!” Mas Alam yang naik pitam itu mengumpat. Tanpa dia sadari Profesor Abdul menyeringai sambil menikmati matcha latte tanpa beban, menganggap kalau dalam ruangan ini hanya ada dia seorang.
 
            Mas Alam menitipkan Profesor Abdul kepada Yudistira sebelum dia meninggalkan ruangan tersebut. Satria merupakan saksi kunci yang bisa memberatkan hukuman bagi Profesor Abdul, kalau benar dia sampai mati, Aryo pasti akan sangat kecewa mendengar berita ini. Mas Alam berlari menuju toilet yang dimaksud Yudistira dengan perasaan marah menghadapi kenyataan yang sama sekali tidak terduga ini.
 
            Setelah kepergian Mas Alam, Yudistira agak membungkuk kepada Profesor Abdul layaknya memberi salam penghormatan, lelaki itu hanya tersenyum seraya menunduk singkat.
 
            “Mereka memberikan waktu 3 jam. Selama itu Anda harus berhasil menemukan ruang rahasia di rumah Kasongan, yang lain sedang menangani Yudis dan Ayana. Sisanya biar menjadi urusan kami.” Yudistira menghentikan kata-katanya untuk memerhatikan reaksi wajah di hadapannya.
 
            Lagi-lagi Profesor Abdul hanya mengangguk. Dengan bantuan Yudistira kini tangan yang diborgol dengan salah satu kaki meja sudah terbebas, lalu melakukan gerakan memutar pergelangan tangan.
 
            “Sebelum 3 jam saya sudah bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
 
            Yudistira hanya memandang enggan memberi jawaban. Tanpa berbasa-basi lagi mereka saling bertukar pakaian, lalu dengan bantuan Yudistira lelaki tua ini berhasil meninggalkan tempat tersebut tanpa dicurigai oleh siapa pun. Bahkan nyawa Satria jauh lebih penting, dibandingkan dirinya. Mas Alam benar-benar ceroboh.
 
Saat sedang dalam perjalanan Profesor Abdul mengalami insiden kecelakaan kecil, membuat luka ringan pada bagian pelipisnya. Yudistira mengendarai sepeda motor secara ugal-ugalan untung saja jalanan yang sedang dilewati sedang sepi, sehingga tidak perlu repot-repot berhadapan dengan para warga.
 
 
*
 

The Last SecondWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu