- ten -

5.3K 390 18
                                    

"Semua karakter, organisasi, tempat, dan kejadian adalah fiktif"

•●•●•●•●•●•●•●•

Jieun pov~

°°

Malam itu adalah terakhir kalinya aku bertatap muka dengan Jungkook. Setelah mendapat kabar bahwa ibunya kritis, heli datang untuk membawa Jungkook pulang ke Korea.

Wajahnya yang tenang namun tersirat kekhawatiran tak bisa aku lupakan, terlebih kata-katanya malam itu.

Wajahnya yang tenang namun tersirat kekhawatiran tak bisa aku lupakan, terlebih kata-katanya malam itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jieun-ah, ayo menikah denganku!"

Tentu saja Jungkook bukan sedang benar-benar melamarku, dia mengajakku menikah kontrak agar kedua belah pihak bisa saling menguntungkan. Tapi untuk sesaat, nafasku terhenti dan jantungku berpacu saat melihat tatapannya.

Aku belum bisa memberikannya jawaban, dan tidak terpikirkan olehku akan menjawab apa. Aku masih berpikir bahwa kita masih saling terbawa suasana. Walau begitu, ucapannya tidak bisa lepas dari pikiranku.

Tanpa membawa barang-barangnya, Jungkook langsung pergi meninggalkan aku di dalam kamarnya. Ciuman dibibir yang lembut sebelum dia pergi masih bisa aku rasakan. Dan kejadian itu sudah hampir satu bulan yang lalu.

Setelah kembali ke Jeju, aku di kejutkan oleh kematian appa. Tentu saja duniaku runtuh kesekian kalinya. Salah satu penopang keluarga dan juga pondasi dari keluarga sudah tiada. Tinggalah aku yang menjadi tulang punggung keluarga ini.

"Eomma, bagaimana kalau kita kembali ke Seoul?" Keputusan yang sebenarnya sulit untuk aku lakukan. "Disana aku bisa mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan dan juga lebih dekat dengan rumah sakit Ara." lanjutku meyakinkan eomma.

Walaupun aku tidak bisa bekerja sebagai model, paling tidak disana lebih banyak peluang mendapatkan beberapa pekerjaan dalam sehari.

Eomma menyetujui selama apa yang aku lakukan tidak membuatku sakit. Barang yang tidak terlalu banyak sudah siap aku packing, dan karna ini malam terakhir. Aku menyempatkan untuk berjalan-jalan di pinggiran pantai.

Tempat dimana aku selalu menghabiskan waktu sendiri, tempatku berkeluh kesah dan juga mengucapkan syukur. Jari-jariku seperti digelitik oleh pasir, deruan ombak memanjakan telingaku. Ah, aku pasti akan sangat merindukan tempat ini.

Biasanya tidak akan ada orang yang lewat di jam-jam seperti ini, selain jauh dari perhotelan. Ini juga sudah sangat larut untuk pariwisatawan datang ke pinggiran pantai. Tentu saja berbeda denganku, aku sudah seperti penduduk disini.

Sosok pria dikegelapan itu semakin mendekat ke arahku dengan kaki panjangnya, entah kenapa dentuman jantungku semakin kencang. Sampai pria itu benar-benar berdiri di depanku.

SEQUOIA | | mature | |Where stories live. Discover now