- twelve -

4.9K 374 30
                                    

"Semua karakter, organisasi, tempat, dan kejadian adalah fiktif"

•●•●•●•●•●•●•●•

Mobil sedan hitam terparkir di sebuah basement, aku dan Jungkook duduk di kursi belakang. "Apa kau menolak menjadi istriku agar bisa dipermalukan oleh mereka, Nam Jieun??"

Tidak ada kata yang bisa keluar dari bibirku, tapi airmataku keluar begitu saja saat mendengar perkataan pedas dari Jungkook.

Aku melihat mata Jungkook yang justru merasa bersalah. Merasa bahwa aku menangis karna perkataannya. "Ma—maaf. Aku tidak memarahimu. Jangan menangis." ucapnya tergagap. Jungkook akhirnya menarik tubuhku kedalam pelukannya. Dan menepuk bahuku dengan lembut.

Sampai beberapa saat Jungkook membiarkan jas hitamnya basah dengan airmataku. "Jungkook-ssi, apa tawaran itu masih berlaku?"

Jungkook melepas pelukannya dan menatap wajahku yang mungkin saja terlihat berantakan. "Hm, masih."

"Apa kau bisa menyembuhkan Ara?"

"Tidak. Aku tidak bisa menyembuhkan adikmu, karna aku bukan Tuhan." jawabnya tegas. "Tapi, aku janji akan memberikan semua fasilitas pengobatan terbaik untuk adikmu."

Jawaban yang diluar dugaanku. Tidak ada kata rayuan atau bualan yang menjanjikan bahwa dia bisa menyembuhkan Ara. Melainkan sebuah logika yang rasional, dan jawaban itulah yang membuatku yakin untuk menerima tawarannya.

Biasanya pria akan memberikan jawaban yang membuat kita senang walaupun itu adalah kebohongan. Sama seperti, "apakah baju ini cocok denganku?" "Tentu saja cocok, kau cantik memakai apapun." Hati wanita mana yang tidak akan luluh mendengarnya. Tapi karna sebuah penghianatan, aku belajar bahwa, "sepertinya baju itu akan lebih bagus kau kenakan." Hal itulah yang sedang Jungkook lakukan kepadaku.

"Baiklah kalau begitu, ayo kita menikah."

Terlihat wajah terkejut dan senyum dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada salahnya aku menerima tawaran darinya.

Sekali lagi Jungkook memelukku, "terima kasih." ucapnya tepat disamping kupingku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya dan juga debarannya.

•••

Setelah Jungkook mengantarku pulang, eomma mengajakku untuk berbincang. Tentu saja setelah Ara tertidur.

"Apa kau baik-baik saja, anakku?" Tanyanya sambil mengambil tanganku dan menggenggamnya lembut.

"Aku baik-baik saja, Eomma. Kenapa? Apakah ada hal yang ingin Eomma katakan kepadaku?"

Tampak sedikit ragu-ragu, tapi akhirnya eomma mengatakan kegelisahannya. "Sebelum kau pulang, Ara tak henti-hentinya menangis dan menyalakan dirinya. Fotomu beredar di sosial media, dia tau kalau kau bekerja membersihkan toilet."

Aku terdiam sesaat. Tidak heran memang, sebegitu mudahnya orang lain menggunggah foto-foto yang mungkin saja aib bagi seseorang.

"Aku sudah berhenti bekerja disana. Jangan khawatir, besok aku akan berbicara dengan Ara. Dan, Eomma—bagaimana kalau ada seseorang yang mengajakku menikah?"

"Apa eomma tau siapa pria itu?" Aku menggeleng. "Apa kau mencintainya? Bahagia saat bersamanya?"

Bahagia? Entahlah. Saat ini kebahagiaanku adalah eomma dan Ara. Mencintainya? Aku tidak tau, aku hanya merasa nyaman dengan Jungkook. "Aku bahagia dengannya." ujarku sambil tersenyum.

"Jieun-ah, apa kau melakukan ini karna kita? Eomma tidak ingin kau terlibat masalah dan memaksakn diri menghadapinya sendirian." Garis-garis lembut di wajahnya saat ini tampak semakin jelas, sejak kepergian appa eomma merasa kesepian dan merindukan sosok appa.

SEQUOIA | | mature | |Where stories live. Discover now