30. Tired

3.8K 505 250
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Like An Illusion © RiuDarkBlue21

Warning: AU, OOC, typo, saya tekankan kembali! Bahwa ini adalah inspirasi saya! Nggak ngejiplak siapapun kecuali karakternya!

🍋🍋🍋

"Aku duduk di sini. Lagi. Aku akan duduk di sini."

Mata Hinata berkaca-kaca, duduknya menegak, dan ia langsung memeluk orang itu.

Ino, orang yang Hinata peluk, balas memeluknya dengan erat. Mata Ino basah, ia menyembunyikan wajahnya di bahu Hinata, begitupun dengan gadis itu. Kelas untungnya masih sepi. Jadi tidak ada yang melihat adegan ini.

"Aku tidak akan duduk dengan Shion lagi, aku akan duduk di sini."

Hinata mengangguk, ia mengerti, Ino telah menerima keadannya yang sekarang. Tanpa penjelasan, tanpa kata maaf, Ino kembali, dan Hinata mengerti.

Itu kejadian sekitar pukul 06:40. Namun, sekarang sudah pukul 15:35, dimanfaatkan Hinata maupun Ino, untuk keluar berdua, kini mereka berada di kafe bergaya klasik penuh dengan lampu tumbler, dindingnya bernuansa kayu berwarna coklat mengkilat, sungguh spot yang cocok dijadikan tempat selfie instagram.

"Hinata-chan, jangan menatapku terus. Seperti lesbi saja."

Hinata malah tersenyum manis, matanya menyipit. "Ini Ino-chan?"

Ino berdecak. Ia meletakkan sendok es krimnya lalu memandang Hinata. "Bukan, aku kerak nasi."

Hinata tertawa. Mungkin gadis itu tengah bahagia. "Boleh aku bert—"

"Kau tidak curiga ya? Saat di ruang musik itu aku."

Mulut Hinata membulat. "Yang suara it—"

"Iya. Astaga! Tidak peka sekali."

Hinata cemberut. "Ino-chan ngintip ya?"

Ino geregetan, ia menyuapkan es krim lalu mencondongkan sendoknya tepat di depan hidung Hinata. "Tentu itu aku. Aku bukan mengintip. Ingat kau pinjam concelear?"

Hinata mengangguk. "Iya."

"Ingat warna kulit Naruto-san tan? Alias lebih gelap dari kulit kita?"

"Ta...u."

Ino yang gemas berdecak. "Aku berniat menukar concelear, jadi aku mengikutimu, sampai ruang musik. Aku kaget ... kalian tampak akur, dan Naruto-san bilang, kalian—" Ino menelan ludahnya. "Suami istri. Aku marah ... karena merasa dibohongi, kenapa kau menanggung bebanmu sendirian?"

Sekarang, Hinata tahu alasan Ino marah padanya.

Hinata menggigit bibirnya. "Itu benar, maaf, kami menikah sudah ha-hampir tiga bulan karena dijodohkan. Aku menyembunyikannya karena takut, dan ternyata Ino-chan, yang tidak suka dibohongi, malah tahu. Aku tidak bisa mengatakannya, aku memang berencana mengatakannya, tapi bukan sekarang."

"Hinat—"

"A-aku jelaskan dulu!"

Ino cemberut. "Baiklah, aku dengarkan." Ia mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat pada Hinata. "Apa? Bagaimana? Kenapa? Di ma—"

"Ino—"

Ino cengengesan. "Oke, mulai."

Hinata menghela napas, ia mengaduk es krimnya. "Kami dijodohkan, musim semi tiga bulan yang lalu karena perjanjian konyol para sepuh. Tidak ada yang tahu pernikahan kita."

Like An Illusion ✔Where stories live. Discover now