8. Rumah Bian

1.3K 78 5
                                    

8. Rumah Bian
♪: Pink Sweat$ - At My Worst

“Arumi, minggu depan Papa mau pergi ke Sydney

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Arumi, minggu depan Papa mau pergi ke Sydney. Kamu mau ikut?” tabya Ibra. Mereka habis dari rumah sakit untuk memeriksa luka-luka Arumi sebab jatuh tadi pagi.

Arumi yang semula menatap jendela menoleh pada sang Papa, “Ngapain, Pa?” tanyanya bingung. Walaupun Ibra sering berpergian, tapi ini pertama kalinya beliau pergi sejak 6 bulan terakhir saat Daisy tengah koma.

“Papa mau bawa Mama, Kakek bilang Mama biar dirawat di sana biar cepat sadar. Kamu mau ikut, nak?”

“Arumi mau ikut, tapi ada olimpiade minggu depan Pa. Jadinya gimana?” gadis cantik ini merasa bimbang sendiri. Satu sisi ia sudah menjadi kandidat lomba dan satu sisi ia tidak ingin jauh dari Mama dan Papanya.

“Abis olimpiade, Papa jemput. Gimana?”

Arumi tampak berpikir sebentar, kemudian mengangguk. “Janji jemput Arumi ya, Pa.”

Ibra mengangguk, ia mengusap kepala anaknya pelan. “Iya, sayang.”

“Kenapa jauh banget Papa bawa Mama ke sana. Arumi nanti kangen Mama, Pa.” Arumi menatap wajah sang Papa dari samping.

“Biar Mama cepat sembuh, Arum. Disini Mama gak ada perkembangan, ini udah 6 bulan. Gak ada salahnya kita coba saran Kakek kali ini, biar Mama dirawat di sana ya sayang, ya.”

Ibra mencoba memberi pengertian pada Arumi. Anak gadisnya ini sangat dekat dengan Daisy. Berbeda dengan Angkasa—anak pertamanya. Angkasa hanya sekedarnya saja dengan Daisy, tapi meski Angkasa begitu, lelaki itulah yang paling terpuruk saat Daisy koma. Bahkan Angkasa tidak ingin kuliah lagi demi menemani sang Mama selama koma.

Tapi Ibra lagi-lagi memberi pengertian pada kedua anaknya hingga keduanya mampu bangkit seperti sedia kala.

Arumi yang kembali bersemangat berangkat sekolah dan Angkasa yang meski berat ia tetap kembali ke Sydney untuk melanjutkan kuliahnya yang hanya tinggal selangkah lagi mencapai gelar sarjana.

Arumi menghela nafas berat. Ia tidak ingin jauh jadi Mamanya. “Iya, Pa. Semoga Mama cepet sadar, Arumi kangen.. Suara Mama, Pa.”

“Kamu banyak berdo'a ya, rayu Allah supaya Mama segera sadar.”

“Iya, Papa.” jawab Arumi.

Saat ini sudah hampir maghrib dan sebentar lagi langit berganti jadi gelap. Lampu jalan sudah menyala.

Ibra memelankan laju mobilnya saat melihat mobil yang terparkir dipinggir jalan. Merasa pernah melihat wajah sosok yang memakai seragam Cleopatra berdiri didepan mobil yang kap depannya terbuka.

“Itu Kak Bian deh kayanya, Pa.” kata Arumi yang ternyata memerhatikan mobil tersebut.

Ibra menepikan mobilnya dan berhenti didepan mobil Bian yang mogok. Ya ternyata memang Bian dengan mobilnya yang tiba-tiba mati begitu saja padahal full bensin.

BIANWhere stories live. Discover now