Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
Arumi berlarian di koridor sekolah, dibelakangnya ada Darsa yang mengejarnya penuh semangat. Jika ia tertangkap oleh Darsa, maka habislah riwayat Arumi saat itu juga. Tadi saat pelajaran bahasa Inggris berlangsung, Darsa tertidur pulas dan Arumi yang jahil mencoret-coret pipi Darsa dengan stabilo pink miliknya.
"Ampun, Darsa." kata Arumi masih berlarian sambil tertawa.
Arumi malah tertawa mendengarnya. Namun tawanya terhenti berganti dengan pekikan karna ia menabrak seseorang hingga dirinya terjerembab ke kantai. Lututnya menabrak ubin koridor dengan kuat sampai nyeri hingga ke tulang.
Mau nangis, tapi tengsin. Jadi Arumi hanya meringis pelan menahan sakit. Pipinya memerah dengan mata berkaca-kaca hampir menangis, tapi ia tahan.
Darsa menghampiri Arumi yang masih terduduk di lantai. "Arumi, lo gak papa?" tanya Darsa panik. Lalu ia menatap pada orang yang ditabrak Arumi.
"Lah bantuin kek, bengong aja lo." kata Darsa sengit saat tahu orang itu tak melakukan apapun kecuali hanya memandangi apa yang terjadi dihadapannya. Sialan.
"Dia yang nabrak gue, ngapain dibantuin." katanya.
"Batu banget sih hati lo."
Arumi menahan gerakan Darsa, "Darsa bantuin Arumi aja ayo ke UKS. Lutut Arumi nyeri nih." Darsa mengangguk, ia langsung memapah Arumi menuju ruang kesehatan. Namun baru selangkah Darsa terdorong ke samping, dan pelakunya adalah Bian.
Laki-laki itu mengambil alih tubuh Arumi dan mengantarnya ke UKS. Darsa dibuat heran sekaligus geram oleh Bian. Kenapa ada manusia batu, dingin, keras seperti Sabian Nanda Adelard di dunia ini.
"Kak Bian, Arumi bareng Darsa aja." kata Arumi.
Biam diam saja, tak menanggapi ucapan Arumi. Ia hanya perlu mengantar gadis ini ke UKS lalu urusannya selesai. Sebenarnya tanpa perlu melakukan ini juga tidak apa-apa bagi Bian, tapi mulut Darsa tadi membuatnya kesal tiba-tiba.
"Badan kakak gak papa tadi Arumi tabrak? Maafin Arumi ya, Kak Bian." Arumi menatap Bian yang tanpa ekspresi itu.
Dipertengahan jalan, mereka bertemu dua teman Bian. Husein dan Aksa. Dua manusia itu sama persis kelakuannya padahal tidak kembar sama sekali, malah beda keluarga lagi. Tapi tingkah mereka sama, selera humor mereka juga sama recehnya, dan yang paling parah mereka sama-sama menyukai Arumi. Suka sekali menggoda gadis itu.
