[23] Harga Kebahagiaan

486 59 3
                                    


"Kau bebas sekarang."

"KAU KU PECAT, AGNINDYA!"

"KELUAR DARI RUMAHKU!!"

"KELUAR DARI RUMAHKU!!"

"KELUAR DARI RUMAHKU!!"

Kalimat-kalimat itu terus saja terngiang disepanjang perjalanan Agni menuju asrama. Rio tadi memaksa untuk mengantar Agni, tapi tidak dipedulikan Agni. Agni hanya berjalan mengikuti kaki, mengikuti pikirannya tentang apa yang harus ia lakukan sekarang.

Semakin dekat dengan asrama, rasanya remuk, rasanya hancur. Agni berharap akan turun hujan lebat seperti yang selalu terjadi pada drama-drama yang sering Agni tonton. Agar seandainya saja Agni menangis, hujan mampu mengkamuflase jejak air mata Agni dengan baik. Tapi kenyataannya malam ini langit malah sangat bersih. Menampilkan bintang-bintang yang berkelip dengan senang, mencetak sabit yang tersenyum dengan sempurna, seolah menertawakan keadaan Agni saat ini.

Kenapa semua tidak pernah sejalan dengan apa yang Agni ingin kan? Apakah ini adil untuk Agni? Tak cukupkah penderitaan yang Agni alami selama ini? Agni hanya ingin bahagia, tak bisakah?

Langkah Agni terhenti tepat di depan pintu kamar asrama. Rasanya tidak sanggup untuk membuka pintu kamar itu. Rasanya Agni tidak mampu untuk mulai menyingkirkan kepunyaannya di dalam sana. Beri waktu sebentar saja bagi Agni untuk menghindar.

Tolong jangan terbuka untukku saat ini, wahai pintu kamarku! Berikan aku lebih banyak waktu! Aku tidak ingin melakukannya.

Tapi lagi-lagi, keadaan enggan sejalan dengan keinginan Agni. Pintu kayu itu terbuka lebar. Menampilkan Shilla di bingkai pintu. Berdiri dengan terkejut melihat Agni yang terdiam dengan ekspresi kecewa.

Ya Tuhanku! Kenapa...

Memejamkan mata untuk menahan semua pertanyaan, penyataan, dan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam diri Agni malah membuat Agni semakin kacau.

Kaki Agni terasa lemas, kepalanya terasa pening. Agni akhirnya jatuh ke lantai, berlutut dimuka pintu. Rasa sesak yang ia tahan, yang sebenarnya terus saja menggedor dada Agni sejak tadi, tak tertampung lagi. Akhirnya tangis Agni pecah. Memaksa semua emosi yang memenuhi diri Agni meluap walau menyayat tiap bagian hati Agni.

Sampai kapan ini harus datang silih berganti, ya Tuhan. Aku lelah. Sangat! Bolehkah sejenak aku beristirahat?

Teman-teman yang masih berkeliaran di lorong asrama terkejut dan iba melihat Agni yang jatuh terpuruk seperti itu, termasuk Sivia yang kebetulan tadi memang sudah berjanji dengan Shilla untuk keluar.

Sivia berlari dan sedikit membentak Shilla untuk menyadarkan gadis itu dari kebingungan. Shilla sempat linglung dan hanya mematung tanpa melakukan apa-apa pada Agni.

"Shil! Ayo bawa ke dalam. Terlalu banyak orang di sini!"

"Ah ya benar! Maafkan aku. Aku sangat terkejut tadi!"

Mereka membopong tubuh lemah Agni dan membawa Agni ke tempat tidur miliknya. Agni tak bicara satu katapun, hanya terus larus dalam tangisannya.

"Ag ada apa? Apa yang terjadi?"

Agni tak mau dan tak sanggup untuk menjelaskan apa yang terjadi. Jadi dia hanya menatap kedua sahabatnya itu sekilas sebelum akhirnya menangkup kedua telapak tangan ke wajah. Kembali menumpahkan perasaan.

Rasanya menyakitkan. Sangat! Dan Agni memutuskan untuk menyerah.

Shilla memberi isyarat pada Sivia untuk tidak banyak bertanya dulu dengan Agni. Akan lebih baik membiarkan Agni untuk sementara melepaskan apa yang sedang dia rasakan.

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang