[3] Masalah Sepele

2.8K 141 15
                                    

"Hei bagaimana rasanya bersentuhan dengan Cakka Si Pangeran Es?"

Sivia menepuk pundak Agni dengan wajah berbinar.

Agni memutar bola mata. "Entahlah. Rasanya agak gatal-gatal. Mungkin aku alergi!"

"Hah benarkah? Jangan bilang seperti itu. Aku tau kalau yang akan kau lakukan adalah kebalikannya. Kau tidak akan mencuci tanganmu tiga hari ke depan."

Agni mendelik. "Aneh. Tidak akan terjadi." Jawab Agni dengan wajah jijik.

"Hahaha... hati-hati dengan rasa benci, Ag. Benci bisa berubah jadi cinta. Ingat itu!"

Agni mengehentak kaki satu kali. "Dengan dia? Tidak akan mungkin."

"Yakin?"

"Yakin! Kalau kau mau ambil saja untukmu!"

Sivia terbahak, puas melihat wajah Agni yang merah padam. "Baiklah! Aku hanya ingin mengingatkanmu dan kali ini serius."

Agni menoleh pada Sivia sebentar. "Maksudnya?"

"Yah seperti yang tadi kau dengar, menyentuh Cakka sama dengan tamat. Tidak hanya dari gank Cakka, para fans juga sering berbuat aneh. Cakka tidak suka, maka mereka juga tidak akan suka."

Agni menerawang. "Apa maksudmu kita sudah masuk ke dalam dunia yang penuh dengan tindak bullying sebelum akhirnya jatuh cinta?"

"Hei ayolah kali ini aku serius!"

"Baiklah-baiklah! Aku akan hati-hati dan tidak akan berurusan dengan si Iblis itu." Jawab Agni tegas.

Sivia mengangguk puas. "Baiklah! Ayo kita berjuang bersama!"

"Ya! Ayo berjuang bersama."

~ ~ ~

Agni baru saja memasuki ruang asrama yang selama berkuliah ini akan menjadi rumah baginya. Ruang yang tidak begitu luas. Terdapat dua buah single bed di kiri dan kanan ruangan dengan masing-masing satu buah lemari kecil dan meja belajar. Ruangan ini memiliki fiailitas AC dan terdapat satu kamar mandi yang berseberangan dengan satu set meja panjang dengan wastafel di dekat pintu masuk. Terdapat sebuah microwave dan sebuah kompor digital induksi yang tertanam di meja. Sebuah meja yang difungsikan sebagai dapur mini.

Agni mengangguk. Sangat puas dengan keadaan kamar asrama yang tergolong lengkap dan nyaman ini. Selama ini dia pikir jika asrama yang akan dihuninya hanya akan berisi tempat tidur dan memiliki kamar mandi di luar yang jika waktu mandi tiba harus mengantri bersama penghuni asrama lainnya.

Agni beranjak. Menaruh koper diatas tempat tidur di sebelah kanan ruang, lantas membuka gorden serta jendela. Membiarkan udara sejuk dari luar sana menyeruak masuk, menyapa wajah Agni. Memandangi pagar tembok tinggi dengan pohon yang melampaui tembok di depan sana.

"Kalau kau berpikir untuk tetap membuka jendela itu sampai daun-daun kering diluar sana ikut masuk, sebaiknya hentikan pemikiran itu. Aku tidak ingin tempat tidurku menjadi kotor. Lagipula kita memiliki AC jika kau pikir ruangan ini agak panas."

Agni menoleh dan mendapati seorang gadis seumurannya sedang menaruh koper di atas tempat tidur. Gadis itu, Agni belum melihat wajahnya hanya saja dia memiliki rambut yang indah, hitam dan bergelombang.

"Kau siapa? Kita satu kamar?"

Dan gadis itu menoleh. Tersenyum ramah dan terkesan tenang.

"Ashilla Wanatanisa, biasa dipanggil Shilla. Dan ya kita satu kamar untuk." Gadis dengan mata tajam, hidung mancung, berkulit putih, tapi meninggalkan kesan dewasa itu mengulurkan tangan dan Agni langsung menyambutnya.

Brother In LoveOnde as histórias ganham vida. Descobre agora