[32] Penebusan Dosa

581 46 6
                                    

Cakka memberanikan diri untuk mencuri pandang pada Agni yang masih setia dengan diamnya. Mereka tak tahu sudah berapa lama mereka larut dalam keadaan mengejutkan ini. Cakka jengah dan memutuskan melangkah dengan lutut untuk mendekat pada Agni.

Disentuhnya lutut gadis yang duduk lemas di kursi itu.

"Ag---"

Tak ada jawaban.

"Aku tak bermaksud membela diri, tapi--- Tapi aku benar-benar tak tahu bahwa aku---"

Ucapan itu menggantung dan masih tak ada jawaban dari Agni.

"Maafkan aku, Ag! Maafkan aku. Ku mohon, Agnindya! Kau satu-satunya yang kupunya. Agni-ku!"

Cakka mendengar Agni berdecih mengejek.

"Jangan menyebutku seperti itu, Tuan Muda! Telingaku sakit mendengarnya."

"Ag--- Ku mohon!"

"Hari itu--- Hari itu kau juga dirawat di rumah sakit yang sama. Harusnya aku tahu itu! Harusnya aku mengerti, tapi sayangnya aku terlalu bodoh!"

"Tidak, Ag! Kita---"

"Tuan Muda Cakka, tidak usah menyangkal. Aku memang bodoh. Aku sangat mudah untuk ditipu. Aku bahkan tak pernah curiga sedikitpun pada keluarga Diandra yang tiba-tiba saja ingin mengadopsiku, tepat disaat aku mendengar Kakek Zein meninggal. Saat itu aku hanya berpikir bahwa ini adalah keberuntungan setelah aku menerima banyak sekali rasa sakit. Dan seandainya--- seandainya saja aku tahu, seandainya aku mampu memikirkannya, aku takkan pernah mau menerima tawaran Tuan Besar Davi. Tak akan. AKU TAKKAN SUDI MENJADI BAGIAN KALIAN!"

Agni menepis Cakka, berdiri dan menghardik Cakka.

Cakka merangkak, menjatuhkan seluruh harga diri hanya untuk mencoba meraih Agni yang semakin menjauh darinya.

"Agni dengarkan aku! Ku mohon... Ya, ya, dengarkan kali ini saja! Tolonglah!"

"Untuk apalagi, hah? Kau lihat sekelilingmu, Cak. Kau lihat Papa dan Mama-mu, mereka tak mampu bicara sedikitpun! Aku tak yakin mereka benar-benar tau atau tidak tentang masalah yang kita hadapi. Dan kau lihat Bang Kiky--- Dia--- dia--- Arrgghh! Tidakkah kau mengerti bahwa kau takkan memiliki harapan untuk kata maaf dariku? Jadi biarkan aku pergi."

"Tidak Ag, kau tak boleh pergi! Kau sudah berjanji. Kita bahkan merekamnya. Kau ingat hah? Kau sudah berjanji!"

"Kau konyol, Cak! Kau pikir aku sudi memenuhi janji pada orang yang telah membunuh ayahku? Kau gila!"

Agni kembali beranjak, tapi dengan cepat Cakka meraih kaki Agni untuk menahanya. Tubuh tinggi Cakka berdebam, berguling di lantai.

"Tapi kau sudah berjanji untuk tak meninggalkanku!"

"Tapi kau adalah pembunuh! Kau pembunuh!" Agni menyentak kaki, berniat untuk melepaskan diri dari Cakka.

"Lepaskan aku, Cakka!"

"Tidak akan, Ag! Aku tak mau kehilangan lagi!"

"Tapi aku tak mau bersamamu lagi, Cakka! Kita sudah berakhir! Ini terlalu menyakitkan. Aku tak ingin melihatmu. Jadi tolong--- Tolong lepaskan aku!"

Mata Cakka menatap tepat pada manik mata Agni. Cakka sadar ada begitu banyak luka yang Agni simpan. Cakka mampu merasakannya. Tapi kali ini, kali ini saja izinkan Cakka untuk egois. Biarkan Cakka berjuang untuk yang satu ini, Cakka tak rela jika  harus Agni tinggalkan.

"Apa yang bisa membuatmu memaafkanku, Ag? Katakan, aku akan melakukannya! Aku akan menebus semua kesalahanku jika itu yang kau inginkan!"

Agni berhenti memberontak lalu menyeringai pada Cakka yang masih memeluk kakinya erat. "Kau benar-benar akan melakukannya?"

Brother In LoveWhere stories live. Discover now