[5] Kau Menghindariku?

2.2K 132 13
                                    

Agni mengelinap, menoleh kiri-kanan, menelisik sekitar, menunduk, menarik tubuh Shilla yang jauh lebih tinggi darinya, kemudian berjalan dengan mengendap-endap di belakang Shilla. Seperti seorang intel mengintai musuh.

Jangan bertanya apakah Shilla risih atau tidak, karena sudah jelas kalau Shilla merasa sangat terganggu. Bahkan sejak kemarin sore. Berdecak, membentak, akhirnya hanya pasrah setelah Agni tetap berlaku seperti itu walau sudah dimarahi. Sudah bertanya, tapi ya begitu malah Shilla yang kena damprat.

"Agni aku harus ke toilet!" Shilla melepas pautan tangan Agni. Mata Agni melebar, lalu menoleh kiri dan kanan dengan cepat.

"Baiklah!"

Wuss... Seperti angin Agni berlari untuk mencari tempat yang aman.

Agni menatap buku bersampul biru miliknya. Hari ini adalah hari terakhir masa ospek dan tadi setelah apel sehabis istirahat makan siang, para mahasiswa baru ditugaskan untuk menyelesaikan buku tanda tangan mereka. Dan Agni malah harus bersembunyi dari si Raja Iblis.

Pasalnya kemarin saat Cakka berniat memberikan hukuman yang entah apa, Agni terselamatkan oleh jam istirahat makan siang yang habis. Agni mengucapkan syukur berulang kali bahkan sampai menitikkan air mata saking senangnya.

Tapi ternyata si Raja Iblis tidak membebaskannya begitu saja. Tadi setelah apel pagi, Alvin berkata bahwa Agni harus menemui Cakka saat jam makan siang. Dan Agni tidak mau melakukannya. Itu sama saja Agni mengantarkan nyawa.

Status Agni saat ini adalah buronan Cakka lalu bagaimana Agni bisa meminta tanda tangan kalau begini caranya?

Melirik jam tangan, dia sekarang hanya memiliki waktu kurang dari dua jam sampai apel penutupan dan Agni belum memiliki hampir enam pulih persen tanda tangan panitia.

"Agni? Sedang apa disini?"

Agni sedikit berlonjak mendengar teguran itu dan mendapati Rio berdiri di ujung rak. Ya, Agni bersembunyi di perpustakaan.

Rio tersenyum dengan dahi berkerut. Agni tertawa sumbang.

"Haha... tidak ada. Hanya beristirahat."

"Oh! Tidak ikut berkumpul di aula? Para panitia dan teman-temanmu ada di sana."

"Benarkah? Kenapa? Bukankah tidak ada kegiatan lain kecuali meminta tanda tangan?

"Ya. Dan mereka sedang berkumpul untuk mempermudah acara perkenalan. Kau bisa meminta tanda tangan disana, tidak perlu berkeliling lagi."

Seperti mendapatkan sebuah solisi. Agni berdiri dengan semangat. "Benarkah?"

Rio mengangguk.

"Yes!" Jadi dia akan mendapatkan banyak tanda tangan dan Cakka tidak mungkin bisa menemuinya dikeramaian seperti itu. Ini adalah keberuntungan. Ada banyak fans-nya disana dan Cakka pasti akan risih. Nyawanya tidak akan terancam.

Agni terbebas lagi dari Cakka. Dia tidak perlu bersembunyi untuk sementara waktu ini.

~ ~ ~

Untuk memenuhi rasa kesal, Cakka terus berputar-putar mengelilingi kampus. Tidak menghiraukan tatapan kagum, jeritan histeris, ucapan suka, cinta, dan hidung-hidung berdarah orang-orang yang di laluinya. Tujuannya hanya satu, menangkap buronan yang sejak kemarin seperti hilang di telan bumi.

Agni menghindarinya, menghidari hukumannya, dan Cakka murka. Sejujurnya Cakka juga tidak mengerti kenapa dia bertindak sampai sejauh ini. Tapi rasanya hanya sangat menyenangkan melihat ekspresi wajah gadis itu saat melihat Cakka. Kadang wajahnya ketakutan, kadang kesal, atau kadang yah seperti itu. Banyak ekspresi disana.

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang