[17] Rasa Suka Yang Salah (5)

1.1K 97 22
                                    


~ ~ ~

Jdug!

"Ahk!"

Agni meringis lantas menggeliat dengan gerakan terbatas. Mengangkat tangan dengan menyusuri sesuatu yang Agni pikir adalah dinding yang terasa kasar, terasa seperti kayu.

Perlahan menyentuh bagian kepala yang terbentur. Tidak sakit, hanya saja lehernya mulai pegal.

"Kenapa atap ini terasa sangat rendah dan hampir menempel di kepala?"

Kembali menggeliat, Agni semakin menyadari bahwa tempat ini memang sangat sempit. Lagipula badan Agni terasa terlipat dan sakit.

"Ya Tuhan! Kenapa terasa sesak? Dan... gelap!"

Dengan gerakan lambat Agni membuka mata dan mulai menyadari bahwa dirinya sedang dalam posisi memeluk lutut dengan sangat menempel dengan tubuhnya. Dinding yang ternyata benar terbuat dari kayu menempel erat pada tubuhnya. Agni meringkuk disebuah tempat yang sempit, gelap dan agak berdebu.

"Seingatku tadi Olivia mengagetkanku saat aku sedang menelpon Sivia. Dia memberikanku sebuah cup cake dan aku memakannya, sebelum akhirnya tertidur. Lalu kenapa aku ada disini? Apa aku berjalan saat tidur?"

Agni menggerakkan jari tangannya, menghentakkan telapak tangan ke pintu yang mudah-mudahan tidak terkunci.

Bruk! Pintu terbuka, ada sedikit cahaya yang menyapa mata Agni, namun tidak sesuai ekspektasi Agni.

Agni pikir dia akan menemukan cahaya yang menyilaukan, menusuk matanya yang sejak tadi hanya akrab dengan warna hitam. Namun ternyata situasi ruangan tidak begitu jauh berbeda dengan di dalam sana tadi.

Memberanikan diri untuk keluar dari tempat aneh itu, Agni menahan ngilu di sekitaran sendinya. Dia mengedarkan pandangan dengan lambat dan waspada, ternyata Agni ada di kamar asramanya sendiri. Untuk apa dirinya takut kalau begitu.

Tapi kenapa kondisi kamar ini masih gelap? Kenapa Agni ada di dalam lemari dibawah meja dapur? Apa yang sebenarnya terjadi?

Agni menggeliat lagi, merenggangkan urat-urat dan aliran darah yang tidak lancar karena posisi Agni yang salah.

"Kenapa gelap seperti ini? Kemana perginya Shilla? Apa masih sibuk dengan Cakka?"

Agni berjalan dengan berpegangan pada meja dapur, menyalakan lampu ruangan, menatap sekeliling ruangan itu dengan hampa, lantas memutuskan untuk keluar dari kamar asrama yang sepi itu.

Shilla mungkin saja diluar! Atau mungkin ada Sivia.

Agni menyusuri lorong yang entah kenapa situasinya tidak lebih baik dari kamar asrama Agni. Lorong ini juga bercahaya remang dan dalan kondisi sepi. Tidak. Tapi sangat senyap. Seperti gedung tidak berpenghuni.

Agni tadi sempat menoleh dan tahu bahwa sekarang sudah jam setengah delapan malam, tapi biasanya di jam seperti ini para penjaga asrama sudah menyalakan lampu lorong dan akan ada saja mahasiswa dan mahasiswi yang lalu lalang atau bercengkrama di sepanjang lorong ini.

Kehidupan asrama ini biasanya tidak semuram ini, tidak sesunyi ini. Tapi sekarang? Ini sangat menyeramkan. Seperti dalam film-film horor.

"Maya!" Panggil Agni dengan semangat. Setelah berjalan dari lantai tiga sampai ke lobby, ini pertama kalinya Agni menemukan mahasiswa. Untung Agni sedikit lebih cepat, kalau tidak mungkin dia juga akan kehilangan Maya ini.

"Agni?" Gadis bernama Maya itu memutar tubuh dan berlari kecil untuk mendekati Agni. "Syukurlah! Kau tidak apa-apa? Dari mana saja kau? Semua orang sedang mencarimu! Ayo kita pergi ke aula!"

Brother In LoveWhere stories live. Discover now