[18] Rasa Suka Yang Salah (6)

1.7K 115 31
                                    

~ ~ ~

Sret!

Tali pengikat yang beberapa jam tadi mengekang gerakan tangan dan kaki Cakka akhirnya perlahan melayang mengikuti gerak udara dan mendarat di lantai. Cakka pikir setelah ikatan itu terlepas Cakka akan merasa lega dan langsung bebas bergerak, atau sekedar menghantam gadis dengan predikat gila itu, namun Cakka salah, perkiraan itu jauh dari kata nyata.

Sejenak Cakka kehilangan keseimbangan, bumi yang dia pijak terasa bergoyang. Cakka harus merasakan lemas dan kesemutan. Bukan hanya itu, Cakka juga merasakan pusing dan berkunang.

Hanya sebentar. Setelah hitungan ke sepuluh, dengan mengeratkan tangan pada pegangan kursi yang tadi menjadi tempat terpatrinya Cakka, Cakka mencoba berdiri, membatasi gerakan tubuh yang terkadang terasa berdenyut. Walau dengan kaki yang agak gemetar, Cakka akhirnya mampu berdiri dengan sempurna. Cakka tahu semua gerak-geriknya tidak lepas dari pandangan Olivia, Cakka sempat mencuri pandang pada Olivia yang berbinar dengan ekor matanya yang tajam.

"Sayang, kau mau makan? Aku telah menyiapkanmu menu spesial. Menu yang selama ini selalu aku impikan! Kita akan menikmatinya berdua. Aku yakin kau akan menyukainya."

Cakka mengerutkan dahi sejenak, merasa heran dengan apa yang baru saja dia dengar. Gadis ini gila dan Cakka yakin bahwa menu yang katanya spesial itu juga pasti tidak cocok untuk orang normal. Tapi setelah dipikir-pikir, dengan teralihnya Olivia saat menyiapkan makanan itu, mungkin Cakka bisa kabur atau sekedar mendapatkan cara untuk menghabisi gadis gila ini.

"Ap... Menu spesial apa? Boleh aku menikmatinya?"

Olivia menunjukkan barisan giginya yang tidak seputih milik Cakka, menyeringai dengan aneh."Baiklah Pangeran! Kau tidak akan menyesal!"

Saat Olivia mulai berbalik, Cakkapun ikut bergerak menuju pintu. Ini saatnya dia memanfaatkan keadaan.

Cakka berjalan perlahan, berjinjit agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Perlahan, perlahan, empat langkah kecil dan lemah lagi akan sampai. Tahan, agar tidak bersuara.

Empat.

Tiga.

Dua.

Sa...

"Sayang! Apa yang kau lakukan?"

Langkah Cakka langsung terhenti. Punggung Cakka terasa meremang dan berkeringat. Suara gadis itu sudah menyerupai petir menggelegar yang menghancurkan malam tenang dan sunyi.

Sial! Mengapa si Kacamata ini cepat sekali? Apa dia mengetahui tujuanku? Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Sambil memikirkan jawaban apa yang akan Cakka berikan, Cakka memutar tubuhnya. Tapi sebelum dirinya benar-benar menghadap pada Olivia, Cakka menyempatkan tangannya untuk meraih pisau yang mash betah tertancap di pintu. Menyematkan pisau itu pada saku belakang celananya, Cakka benar-benar siap untuk menerima resiko apapun yang akan Olivia rasakan.

Mengedarkan pandangan pada sisi kiri dan kanan dinding, Cakka menemukan jawaban yang harusnya cocok untuk Cakka berikan pada Olivia.

"Hm... Hm... Ah... Aku baru saja memperhatikan hiasan yang kau pasang di sepanjang dinding ini, Liv. Dan... Dan aku terkesan dengan ini!"

Ada senyum bangga yang terukir di bibir Olivia. Dia tampak sangat bahagia dengan jawaban asal yang Cakka berikan.

"Oh ya tentu saja Pangeran. Semua ini dibuat dengan segenap hati dan perasaan cinta yang ku punya. Kau tentu kembali bernostalgia dengan kenangan-kenangan kita setelah melihat gambar-gambar itu. Semua tentang perjalanan cinta kita!"

Brother In LoveWhere stories live. Discover now