[33] End

1.1K 68 20
                                    

"Bicaralah dengan Kiky dan Agni, aku akan menyusul Cakka!"

"Ya, Pa! Tolong pastikan Cakka tak melakukan hal yang nekat."

Tuan Besar Davi beserta Pak Darmawan berjalan cepat meninggalkan rumah, diiringi Sofi yang juga mengekor dari belakang. Dia memutuskan untuk mengendarai mobil lain dan mengejar Cakka.

"Agni- Kiky, bisa kalian jelaskan semuanya pada Mama?"

Suara lembut keibuan milik Nyonya Besar Artika menyapa telinga Agni. Memaksa Agni untuk mengalihkan atensi pada wanita yang selama beberapa waktu ini membuatnya merasakan kasih sayang seorang Ibu.

"Seperti yang sudah Mama dengar, Ma!" Jawab Kiky lemah.

"Mama tak tahu harus berkata apa, semuanya begitu rumit dan mengejutkan. Tapi- Apa benar bahwa Ayah Agni adalah korban kecelakaan yang disebabkan Cakka?"

Tak ada respon dari mereka berdua sampai akhirnya Kiky mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari ubin lantai.

"Pantas Kakek kalian membuat keputusan yang terkesan memaksa untuk mengadopsi Agni. Kakek hanya bilang bahwa Agni adalah anak dari seseorang yang telah mendonorkan jantungnya untuk Kiky."

Wanita paruh baya itu menghela nafas, mendekat pada Agni dan menyentuh puncak kepala gadis itu. Perasaan hangat mengalir begitu deras dari tempat Nyonya Artika menyentuh Agni. Hati Agni bertambah keruh, dia semakin tak yakin dengan tindakannya tadi.

"Kami sebagai orang tua Cakka sangat menyesal untuk semua yang terjadi, Nak! Ini semua bukan salah Cakka, tapi Kami-lah yang benar-benar gagal sebagai orang tua. Kami tak mampu menyeimbangkan semua keadaan saat itu. Kami--"

"Ma, sudahlah! Berhenti menyalahkan diri sendiri. Ini terdengar semakin menyakitkan!"

"Andai saja waktu itu Cakka datang padaku dan meminta maaf--- aku mungkin takkan sekeras ini!"

"Bukankah aku dan Kakek sudah berulang kali meminta maaf atas nama Cakka?"

Agni mendelik pada Kiky yang menaikkan nada suara. Mata Agni memicing.

"Memang benar, tapi perbuatanmu malah membuat aku merasa semakin dipermainkan!"

"Ag! Kau terlalu melebih-lebihkan. Kau tahu situasiku sulit saat itu!"

"Kau bilang aku melebih-lebihkan? Kau lucu! Semuanya takkan menjadi sulit jika kau dan Kakek Zein berkata jujur pada Cakka dan membawa dia ke hadapanku untuk meminta maaf! Simple, Bang! Kau dan tindakanmu yang menutupi kebenaranlah yang mengacaukan semuanya!"

"Fine! Cukup! Kau memang benar! Akulah yang mengacaukan semuanya. Tapi coba kau pikir satu kali saja, bagaimana jika kau ada diposisiku? Apa kau sanggup mendatangi Cakka dan berkata 'Hai, Cak! Kau tahu, selama ini aku mengidap kelainan jantung dan hebatnya, sekarang aku sudah sembuh! Terima kasih! Ini semua berkat kecelakaan yang kau buat! Lihatlah, di sini, di dada ini sekarang telah tertanam jantung dari korban kecelakaan yang kau sebabkan! Bukankah ini luar biasa? Hahaha... Jadi ayo kita pergi ke keluarganya dan meminta maaf!'? Hah? Pikirkan hal itu!"

"..."

"Aku selalu dihantui rasa bersalah pada Cakka seumur hidupku. Karena aku dia harus berpisah dari orangtua, karena keinginanku dia harus kehilangan Nenek yang sedari bayi merawatnya, lalu kemudian karena aku dia juga harus kehilangan semua semangat hidupnya. Kau tahu, bahkan setelah aku meninggalkan semuanya, bahkan setelah aku menghilang, bahkan setelah aku menyerahkan tahta kerajaan bisnis keluarga Diandra padanya, bahkan setelah aku mencoba untuk menanggung semua kesalahan yang tak sengaja dia perbuat, tak pernah bisa membuat aku menggapai dirinya, tak pernah bisa membuat aku menyentuh adikku. Aku merindukannya, lebih dari apapun. Tapi aku tak berhak, aku tak layak!"

Brother In LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora