[E] 3.2 : JAMAIS VU

169 30 11
                                    

Beberapa menit kemudian, Jimmy sampai di taman tersebut. Dia pun keluar sambil membawa coklat dan bunga yang dibelinya tadi. Semoga saja Sheryl suka.

Namun ... sepertinya yang Jimmy lihat sekarang tidak sesuai ekspetasi.

Lima belas meter di depannya ada dua orang yang sedang berpelukan. Jimmy kenal mereka siapa, sangat kenal. Saking kenalnya sampai membuat Jimmy emosi.

Dia membuang coklat dan bunga, lalu menginjaknya.

"Brengsek," desis Jimmy meninggalkan taman itu dengan penuh emosi.

Pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tidak peduli lagi kalau dia melanggar peraturan lalu lintas.

Jimmy naik pitam melihat Sebastian dan Sheryl berpelukan, dia merasa terkhianati. Padahal Sheryl pernah bilang kalau dia tidak akan macam-macam dengan pria itu, tapi apa sekarang? Semua itu hanya omong kosong, pikirnya.

"Begini kah caramu untuk menenangkan diri, Sher?" gumam Jimmy.

Tak lama sebuah smirk menghiasi wajah pria itu. "Baiklah jika itu maumu, lihat saja nanti," sambungnya.

Jimmy mengarahkan mobilnya menuju bar langganannya. Sudah lama dia tidak datang ke sana.

Tampaknya malam ini dia akan minum banyak, semoga saja dia tidak mabuk. Dan malam ini juga Jimmy tidak sendirian, dia akan mengajak salah satu sahabatnya.

Setelah mengambil benda pipih dari sakunya, Jimmy mencari satu kontak lalu menelponnya.

"Halo, Jack? Bisa temani aku malam ini?"

🅔🅟🅘🅟🅗🅨🅣🅔

Pukul satu malam, Sheryl terbangun dari tidurnya. Dia mendengar suara ribut dari lantai bawah, seperti ada yang menangis dan menjerit.

Dia pun langsung keluar dari kamar, lalu mengintip ke lantai bawah.

Sheryl mendengar suara wanita menangis sambil memohon, dia sangat kenal suara itu. Sesuatu yang buruk sedang terjadi. Dia pun memutuskan untuk turun ke bawah dengan perlahan, sepertinya suara itu berasal dari ruang tamu.

Perlahan Sheryl mengintip dari balik tembok. Dia membulatkan mata saat melihat Demian dan Lucy tengah duduk terikat di sudut ruangan. Demian terlihat tidak berdaya, wajahnya penuh luka lebam. Sementara Lucy, penampilannya berantakan dan rambutnya kusut.

"Lepaskan! Apa yang kau inginkan, hah?!" jerit Lucy.

"Aish! Ravi, cepat sumpal mulut wanita itu! Aku muak mendengar suaranya," perintah seorang pria bertopeng dengan jaket warna merah. Dia mengabaikan perkataan Lucy.

Pria bernama Ravi pun melaksanakan perintah dari bosnya.

"Mmmmmgghh!"

Sekarang Sheryl paham, rumahnya tengah dirampok. Dia kembali ke lantai dua untuk memanggil Jimmy, tapi sayangnya pria itu tidak ada di kamarnya.

Sheryl bingung harus melakukan apa. Dia berpikir bagaimana caranya agar perampok itu pergi tanpa melukai orang tuanya.

"Ah! Benar, polisi!"

Dengan tergesa-gesa Sheryl mengambil ponselnya yang ada di kamar. Sangat disayangkan, daya ponsel habis dan charger-nya rusak. Sheryl tidak bisa menghubungi polisi.

[1] EPIPHYTE ✔Where stories live. Discover now