[E] 1.9 : ODDISH

197 45 37
                                    

✨Selamat membaca✨


━━━━━━━━━━━━━━━━

Jantung berdetak kencang, nafas tersengal-sengal. Ditambah dengan wajah dan bibir yang pucat. Itulah yang dirasakan Joy sekarang.

"Aku benar-benar tidak ingin naik wahana itu lagi! Aku benci roller coaster! Cukup ini yang pertama dan terakhir aku menaiki kereta maut itu!" seru Joy duduk di sebuah bangku.

Edwin tertawa melihat Joy.

"Kenapa tertawa? Tidak ada yang lucu!" sungut Joy.

"Iya, kau lucu."

Joy mencebik kesal.

"Ayolah, wahana itu seru. Kenapa kau membencinya?"

"Apa?! Seru?!" tanya Joy mendelik, "wahana ini bisa membuatku jantungan!"

"Tentu saja dia bilang seru, kau selalu memegang bahkan memeluk tangannya selama wahana itu berlangsung, Joy," celetuk Jimmy tiba-tiba ada di belakang perempuan itu  bersama Sheryl.

Joy berdesis. "Ck, dasar modus."

Edwin terkekeh, dia berjalan menuju kios kecil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Bukan dia, tapi kau yang modus," ucap Jimmy sambil menunjuk wajah Joy. Memang tidak sopan, tapi baginya, tidak ada kata sopan untuk Joy.

"Shut up! Mulutmu bau!"

Tepat setelah Joy mengatakan hal itu, Jimmy memeriksa apakah benar mulutnya bau atau tidak.

"Hahaha! Katanya salah satu lulusan terbaik di Universitas Global Cyber, tapi nyatanya kau tidak bisa membedakan aku berbohong atau tidak," cibir Joy.

Jimmy memandang kesal perempuan itu, bisa-bisanya dia dipermainkan olehnya.

"Up to you."

Sheryl hanya diam, dia mendaratkan diri di sebelah Joy sambil minum jus apel. "Mau?" tanya Sheryl menawarkan jusnya.

Joy menggeleng. "Tidak, terima kasih."

"Dia tidak suka jus apel, Sher," sahut Edwin datang dari kios, "dia lebih suka air putih."

Edwin menyodorkan sebotol air mineral yang dia beli tadi kepada Joy. "Nih, tenggorokanmu pasti kering."

Joy menerima air itu lalu meminumnya. Dia tidak mau gengsi, sebab dia memang haus dan butuh air untuk melegakan tenggorokannya. Selama wahana berlangsung tadi, Joy selalu berteriak ketakutan.

"Setelah ini, wahana apa lagi yang akan kita coba?" tanya Sheryl.

Sayang sekali jika datang ke Automatic Park, tapi tidak mencoba berbagai wahana serunya. Rasanya seperti minum thai tea tanpa boba, seperti ada yang kurang.

"Bagaimana kalau kita coba wahana kapal perompak?" usul Jimmy.

Joy membulatkan mata. "Tidak! Jangan mencoba wahana yang melibatkan ketinggian, aku tidak suka!"

"Kalau begitu rumah hantu saja."

"Jangan yang seram!"

"Rumah hantu saja, sudah lama aku tidak pergi ke sana," sahut Edwin.

"Aku belum pernah ke sana, sepertinya menarik," tambah Sheryl.

Jimmy tersenyum dengan penuh kemenangan, dua orang berpihak kepadanya. "Sekarang terserah kau saja, Nona Gendut. Pilih wahana kapal perompak atau rumah hantu?"

[1] EPIPHYTE ✔Where stories live. Discover now