[E] 2.3 : PROTECTOR

175 38 23
                                    

Drrt! Drrt!

Jimmy langsung membuka mata lalu meraih ponselnya di atas meja. Senyumnya mengembang kala melihat nama yang tertera di layar ponsel.

"Kenapa tadi tidak aktif? Kau baik-baik saja 'kan? Sekarang kau di mana? Biar aku jem—"

"Jim ...."

Suara Sheryl terdengar serak, membuat Jimmy berpikir yang aneh-aneh. "Kau menangis?" tanyanya.

"Tidak, aku hanya mengantuk. Malam ini aku menginap di rumah temanku, tidak apa-apa 'kan?"

Jimmy terdiam sejenak, lalu menjawab, "tidak apa. Kau butuh sesuatu? Apa perlu kuantarkan pakaian untukmu?"

"Tidak perlu, di sini sudah ada."

"Hm ... baiklah."

"Maaf menelponmu malam-malam, pasti kau sudah tidur 'kan tadi?"

"Santai saja, baru beberapa menit. Lebih baik kau tidur sekarang, jangan begadang."

"Baiklah, aku tutup telponnya. Selamat malam."

"Selamat malam juga."

Tut!

Setelah panggilan berakhir, Jimmy kembali meletakkan ponselnya dengan senyum yang setia mengembang di wajahnya.

"Untung dia baik-baik saja," gumamnya.

Sementara di tempat lain ....

"Aku berbohong, " lirih Sheryl memeluk Irene.

Iya, Sheryl berbohong soal dia mengantuk tadi. Padahal suaranya serak karena dia sedang sakit.

"Tidak apa, tapi kau harus ceritakan semuanya ke Jimmy besok," ucap Irene mengelus pundak perempuan itu.

Sheryl bingung, dia terlalu takut untuk menceritakan kejadian yang dia alami hari ini. Tiga perempuan itu benar-benar membuat rasa traumanya kembali hadir.

"Aku ... tidak bisa menceritakannya. Aku terlalu takut."

"Apa yang kau takutkan? Jimmy akan melindungimu, kau tidak perlu takut."

"Benarkah?"

"Iya," jawab Irene mengangguk, walaupun dia ragu dengan jawabannya sendiri.

"Baiklah."

"Badanmu masih panas, kau tidur sekarang."

🅔🅟🅘🅟🅗🅨🅣🅔

Pagi-pagi sekali Jimmy sudah siap dengan pakaian kerjanya, dia juga sudah membuat sarapan untuk keluarganya. Entah mimpi apa Jimmy semalam sampai dia menjadi rajin seperti ini.

Setiap dua menit sekali Jimmy melirik ponselnya, seperti menunggu sesuatu.

"Kenapa dia belum menghubungiku? Apakah dia sudah bangun?" gumamnya.

Tak lama kemudian, suara ketukan pintu masuk ke gendang telinga Jimmy.

"Ada tamu? Siapa?" tanya Demian baru saja keluar dari kamarnya, sementara Lucy berada di dapur.

"Entahlah. Biar aku saja yang membukanya."

Jimmy pergi ke depan rumah, wajahnya sedikit terkejut melihat siapa yang datang.

"Kenapa kau pucat sekali?" tanya Jimmy memegang pundak Sheryl.

"Dia demam, makanya aku bawa ke sini," jelas Irene.

"Benarkah?" Jimmy pun meletakkan telapak tangannya di dahi Sheryl. Dan benar saja, perempuan itu memang demam.

"Demammu tinggi, ayo kita ke rumah sakit," ajak Jimmy, tapi langsung ditolak Sheryl.

[1] EPIPHYTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang