[E] 1.7 : SOMETHING SWEET

223 50 40
                                    

Deru mobil memasuki pekarangan rumah, jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam waktu setempat.

Seorang pria keluar dari mobil dengan luka lebam yang hampir memenuhi wajah tampannya, jangan lupakan sudut bibir sebelah kanan yang sedikit robek. Sepertinya dia habis bertarung hebat dengan seseorang.

Pria itu membawa tungkainya ke dalam rumah. Dia pikir semua orang di rumahnya sudah tidur, ternyata dugaan dia salah. Televisi di ruang keluarga dibiarkan menyala, dan terdengar suara keran yang berasal dari dapur. Dia tahu siapa yang ada di sana sekarang.

Jimmy pun merebahkan diri di atas sofa di ruang keluarga. Matanya terpejam sembari mengingat kejadian yang dia alami hari ini.

Kalau dia memang jahat, lalu apa bedanya denganmu?

Sudahlah, Jim. Mulai sekarang dengarkan kata hatimu, jangan turuti ego. Karena ego adalah iblis yang menghasutimu.

Karena masa lalu? Kau yakin hal itu kau jadikan alasan untuk melarang dia dekat denganku? Atau jangan-jangan karena perlahan kau menaruh hati padanya?

Begini saja ... kita lihat, siapa yang bisa merebut hatinya, kau atau aku.

Jimmy menghembuskan napas panjang. Otak dan hatinya berkecamuk, dia bingung. Otaknya berkata jangan pedulikan orang lain, tapi hatinya berkata lain. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

"Astaga!"

Mendengar suara itu, Jimmy sedikit membuka matanya.

"Kenapa kau wajahmu seperti ini?" tanya Sheryl terkejut.

Jimmy kembali menutup matanya seraya menjawab, "karena make up."

"Make up? Benarkah?"

Dengan polosnya, Sheryl mendekati pria itu dan menekan lukanya.

"AW! SIA- gKENAPA KAU MENEKANNYA?!" Jimmy pun langsung duduk sambil menatap tajam.

"A-Aku hanya ingin memastikan apakah lukamu hanya make up atau luka sungguhan," ucap Sheryl pelan, "ternyata itu luka sungguhan."

"Tentu saja sungguhan!"

"Kalau begitu, aku akan mengobati lukamu. Tunggu sebentar."

Sheryl bergegas mengambil kotak P3K dan kompresan air dingin, setelah itu dia kembali ke ruang keluarga.

Dia mendapati Jimmy yang memejamkan mata lagi, tapi dengan keadaan duduk. Sheryl pun meletakkan kotak P3K dan air kompresan di atas meja, kemudian mengambil selimut.

"Untuk apa ini?" tanya Jimmy membuka matanya.

"Aku pikir kau tidur, jadi kuselimuti tubuhmu biar hangat."

Oh ayolah, kenapa rasanya Jimmy ingin tersenyum saat mendengar penuturan Sheryl?

Dengan telaten Sheryl mulai mengobati luka pria itu. Dia sedikit gugup, karena terus ditatap oleh Jimmy. Sheryl pun berpikir bagaimana caranya pria itu mengalihkan pandangannya, karena jika ditatap secara intens terus-menerus, Sheryl akan salah tingkah.

"Kalau boleh tahu, siapa yang membuatmu babak belur seperti ini?"

"Bukan urusanmu."

"Oke, baiklah," gumam Sheryl sambil fokus mengompres wajah Jimmy.

Jantungnya berdetak dengan cepat. Siapapun tolong bawa Sheryl pergi dari hadapan pria ini, dia tidak sanggup jika ditatap terus.

Setelah selesai mengompres, Sheryl mengambil kapas lalu meneteskan obat merah di atasnya.

[1] EPIPHYTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang