Bab 15 [Kita dan baik-baik saja]

361 93 32
                                    

Arunika

Aku ingin mengakui sesuatu, aku selalu gelisah, sebab, jatuh cinta padanya artinya aku harus siap dengan kehilangan-kehilangan lainnya.
Aku selalu menyangkal perasaan-perasaan yang hinggap bak kupu-kupu menggelitik isi perutku.

Yogyakarta International Airport

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Yogyakarta International Airport. Ini kedua kalinya aku menapakkan kakiku di sini, tapi kali ini berbeda. Aku masuk ke dalamnya dan menunggu di ruang tunggu keberangkatan. Bandara ini membuatku terpukau dengan tata letak dan desain yang elegan khas Jogja. Ini Bandara ke dua yang ada di Jogja setelah Bandara Adisucipto.

Netraku mengawang lepas ke luar jendela besar yang berada di sampingku. Pesawat-pesawat yang terparkir rapi menunggu para penumpangnya masuk ke sana. Pemberitahuan keberangkatan dan ke datangan silih bersautan. Tinggal menunggu giliran saja dan aku akan meninggalkan kota istimewa ini. Pada akhirnya sebuah keputusan besar aku ambil dengan lapang hati. Aku akan ke Belgia bersama Elmira.

Antara aku dan Sena, kami baik-baik saja. Mungkin kami butuh dari sekadar cinta untuk melanjutkan hubungan. Benar kata Sena, andai saja aku dan dia berjumpa di saat aku berkenan, mungkin tak akan serumit ini. Aku kerap berlari dalam putaran antara menginginkan dan Sena menginginkanku. Ketika Sena menginginkanku, rasanya seperti di telanjangi secara emosi. Kenapa jatuh cinta denganku kubuat sesulit ini?

Setelah hari di mana semuanya membuat pengakuan, aku, Sena juga Mada sedang berbenah diri untuk penerimaan.




"Shanin?"

Aku menoleh ketika namaku disebut oleh seseorang. Aku terdiam sejenak, mengenali sosok yang kini kian mendekatiku. Aku beradu pandang dengan Asa sekilas. Aku tau gadis itu, dia Dineshcara.

"Benar ternyata, kamu Shanin," ujarnya ketika kedua tungkainya berhenti dihadapanku dan Asa. "Kenalin," ia menawarkan jabat tangan, "aku Dineshcara, rekannya Sena," lanjutnya memperkenalkan diri.

Dengan ragu aku meraih jabat tangan Dinesh disertai uraian senyum kikuk. Aku tidak pernah menyangka akan berkenalan langsung dengan Dinesh.

"Shanin," kataku memperkenalkan diri.

"Aku tau. Sena banyak cerita soal kamu," selorohnya. Keterkejutan tak dapat aku tutupi, aku milirik Asa lagi, tapi Asa hanya mengedikkan bahu.

"Oh, ini Arusha, kan?" tanya Dinesh kini beralih pada Asa.

"Iya hehe, panggil Asa atau Mas Asa aja," sahut Asa lengkap dengan cengiran jenakannya.

Dinesh tertawa kecil menanggapi celotehan jenaka Asa.

Gadis itu manis tertawa seperti itu, aku rasa dia gadis yang baik.

N I S K A L A || Huang Renjun ✔Where stories live. Discover now