Sebuah temu pada akhirnya hanya untuk menunda perpisahan. Apakah masih ada semangat untuk menunggu sebuah temu? Lucunya masih saja aku berharap dan menunggu bahkan percaya pada sebuah temu. Pada siapa? Pada duka setelah kehilangan, pada luka setelah kepergian.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kutatap bumantara malam ini dari kaca mobil. Tidak ada gulita sendu yang bergelayut di sana, yang ada hanya beberapa bintang yang terlihat berpendar. Mengingat Jogjakarta akhir-akhir ini selalu diselimuti gulita dan tirta semesta.
Sebuah kurva kusunggingkan, ada perasaan bahagia dan sesak sekaligus kurasakan, melemparku kembali bernostalgia pada pagi hari di Pasar Bringharjo beberapa bulan lalu.
Kala itu tawaku lebih nyaring dibandingkan pedangan yang sedang mempromosikan dagangannya. Saat di mana hatiku terasa lebih ringan. Bahagia untukku hadir begitu nyata, seluruh bebanku seolah luruh begitu saja.
Saat itu hanya ungkapan terima kasih dan maaf yang berulang kali aku gemakan dalam hati, meski ia tak mendengar.
Maafkan aku, Sena, sulit bagimu bukan? Dan terima kasih, Sena, terima kasih selalu membuat pagiku terasa hidup.
"Shanin!"
Ingatanku terhenti tatkala seruan Mada memaksa menarikku kembali tersadar. Lantas aku tersenyum dan berpaling menatapnya.
"Ngelamunin apaan sih? Asik banget kayaknya, sampai senyum-senyum gitu?" tanya Mada.