Bab 6 [10% air 90% kenangan]

529 117 73
                                    

Bimasena

Aku pernah dengar ini dari temanku Asa, katanya, hujan di Jogja itu mengandung 10% air dan 90% lagi mengandung kenangan. Saat mendengar lontaran kalimat itu dari Asa, aku hanya bisa melengos seraya mencinbir.
Tapi, kali ini aku perlu membenarkannya.

Gugusan kelabu kini sudah terlihat, mendominasi langit kota Jogjakarta yang pekat akan sendu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gugusan kelabu kini sudah terlihat, mendominasi langit kota Jogjakarta yang pekat akan sendu. Rona biru perlahan menyingkir seakan mengizinkan gugusan kelabu untuk mendominasi. Mungkin beberapa saat yang lalu rona biru dan gugusan kelabu berdebat dulu, perihal ingin dinikmati, misalnya.

Mungkin juga gugusan kelabu iri pada rona biru yang selalu disanjung ke indahannya. Makanya, gugusan kelabu berbuat curang pada rona biru. Hanya untuk sekedar memberitahu jika gugusan kelabu juga dapat dinikmati keindahannya, meskipun dengan sedikit rasa sendu.

Mungkin juga semesta butuh hiburan, makanya gugusan kelabu diizinkan menggantikan rona biru, untuk melihat sepasang perasa mencumbu rindu atau bernostalgia, misalnya.

Dan bagiku, kemungkinan ketiga adalah kemungkinan yang sering terjadi. Sekali lagi, semesta, kan, senang mengajak bercanda pada makhluk bumi. Kadang aku berpikir, apa semesta tidak lelah bercanda denganku? Aku saja lelah!

Gemericik tirta semesta kini turun dengan derasnya. Pandanganku menerawang pada jendela kafe yang mulai buram. Kilatan warna warni dan suara guntur saling bersautan.

"Sen! Ngelamun aja," tegur Naren, temanku yang entah sejak kapan ada di bangku samping.

"Eh?"

"Kenapa? Pasti mikirin Shanin?" Naren menebak.

Aku hanya mengurai senyum menanggapi Naren.

"Kangen tuh samperin, bukan dilamunin. Emang, dilamunin gitu terus dateng, apa?" celoteh Asa, kontan membuatku merotasikan bola mata jengah.

"Apaan sih lo, Sen! Udah kaya sad boy aja. Hujan dikit langsung melow," cibir Chesia

Aku mendelik pada gadis Jakarta yang baru saja mencibir padaku. "Che, aku nggak mood berantem ya, sama kamu," balasku ketus.

"Siapa juga yang ngajak lo berantem," tukas Chesia.

Aku hanya melengos dan mengahabiskan ice tea yang tinggal setengah.

Hari ini aku memang sedang berkumpul dengan teman-temanku. Rasanya sudah lama sekali tidak berkumpul dengan mereka. Kesibukkanku di studio membuat waktu sedikit tersita, tak jarang aku harus pulang tengah malam. Pameran yang akan diadakan seminggu lagi penting bagiku. Saking pentingnya, aku tak peduli kalau harus pulang lewat tengah malam. Bahkan hobiku di radio kini harus kutinggalkan juga.

N I S K A L A || Huang Renjun ✔Where stories live. Discover now