Bab 2 [Senandung jenaka]

1K 192 169
                                    


Arunika

Lirik lagu yang sedang aku dengarkan lewat radio malam ini sedikit menyinggung perasaanku.
Lirik itu seperti menggambarkan keadaanku sekarang.

Lirik itu seperti menggambarkan keadaanku sekarang

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Aku masih termenung duduk di tepian ranjang kamar. Sudah lima belas menit berlalu sejak Sena mengantarku pulang. Rasa bersalah menyeruak begitu saja di dadaku.

Mendengar Sena tadi mengucapkan kata maaf, sungguh dadaku berdenyut. Harusnya aku yang mengucapkan kata-kata itu. Pernyataan Sena sewaktu di kedai bakso tadi, aku membenarkan. Separuh rasaku memang masih jadi miliknya. Miliknya, manusia yang sekarang menyandang status sebagai mantan.

Bukan berarti aku tak punya perasaan apapun pada Sena. Aku memilikinya. Kalau tidak punya buat apa aku tidak kunjung mengakhirinya?

Aku menghela napas panjang seraya mengeluarkan ponselku yang terus berdering dari tas. Ah.. itu Sena.

"Halo, Sena. Udah sampai di tempat siaran?"

"Udah. Aku nelpon cuma ngabarin udah sampai."

"Oke... Sen..." aku mengigit bibir bawahku.

"Kenapa, Nin? Udah kangen lagi?" Tawanya di ujung sana membuatku mendengus. Tawa yang selalu ku sukai.

"Dih kepedean kamu, Sen," balasku.

"Hahaha terus kenapa dong cantik kalau ndak kangen?"

Kutarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. "Sena, maafin aku."

Kudengar ia tertawa kecil, belum mau juga menyahutiku. Entah apa yang dipikirkan Bimasena saat ini, aku tidak ingin menerkanya.

"Aku ndak tau apa yang udah dilakukan mas mantanmu itu, Nin. Sampai-sampai kamu butuh waktu lama buat biasa aja, tampa merasakan apa-apa saat ketemu dia."

Perkataan Sena memohok dadaku. Dan, sekali lagi aku membenarkannya. Aku diam cukup lama, dadaku semakin sesak, rasanya menarik napas pun berat.

"Halo? Cantik? Kamu masih di sana?"

Suara Sena terdengar lagi. Kadang aku heran, masih bisa dia memanggilku dengan kata 'cantik' di saat seperti ini.

"Iya, Sen,"

"Kata-kataku barusan ndak usah dipikirin ya. Aku ndak maksud bikin kamu ndak bisa tidur nanti malam. Oh iya, besok aku jemput kamu pas pulang latihan ya."

N I S K A L A || Huang Renjun ✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz