“Perlu beberapa malam untuk sampai ke Istana, jika kalian ingin ke sana … Kami akan mengantar kalian.”
“Kami melewati jalan pintas ke sini … Kami tidak ke sini dengan melewati gerbang yang dibuat oleh hewan milikmu, Sachi,” potong Ebe menimpali perkataan Dekka, “karena kami khawatir dengan keselamatan bangsa kami, kalau menggunakan sihir sebesar itu … Terakhir kali saja, tempat tinggal kami hampir membeku oleh gerbang tersebut yang merambat ke air di sekitar,” sambung Ebe, dia menggerakkan jari telunjuknya hingga air yang ada di sekitarnya itu membentuk gelombang.
“Lalu, bagaimana kalian bisa tahu kami ada di sini?”
“Kakek hanya meminta kami berenang ke arah yang ia tuju, lalu kami mencarimu dengan merasakan sihir yang besar yang keluar dari tubuhmu itu.”
Pantas saja, Lux menggigil saat bersamaku. Rupanya Kou memperkuat sihirnya.
“Aku mengerti. Tapi, apa kau ingat dengan makhluk kecil yang hidup bersama kami?”
“Maksudmu, serangga yang memanggilku ikan itu?” Aku mengangguk, menjawab perkataannya.
“Aku dan saudaraku bisa bernapas dalam air, tapi di sisi lain … Kami tidak bisa meninggalkannya.”
Alis Ebe mengerut, sebelum dia menoleh ke arah Dekka di sampingnya, “kak, apa kau bisa melakukan sihir … Di mana, makhluk selain kita dapat bernapas dalam air?”
“Kau bisa memberikan dia sisik untuk bisa bernapas-”
“Dia bukan manusia, dia Peri. Sayapnya akan hancur kalau terlalu banyak kena air, dan itu berarti … Dia, tidak akan bisa terbang lagi,” sahutku memotong perkataan Dekka.
“Aku belum pernah melakukan sihir tersebut, tapi aku akan mencobanya,” jawab Dekka dengan jari telunjuknya yang terlipat menyentuh dagu.
“Baiklah, kalau begitu … Kita akan menemui mereka di daratan,” ungkapku sambil berbalik lalu berenang mendahului mereka.
Aku terus berenang dengan melirik ke arah Haruki, Ebe dan juga Dekka yang berenang mengikutiku dengan beberapa ubur-ubur bercahaya di sekitar mereka. Kuusap wajahku dengan melambaikan tangan ke arah Izumi, dan juga Eneas yang berdiri menunggu kami di bibir pantai, saat tubuhkuitu sudah kembali keluar dari dalam lautan.
Mereka berdua berjalan membelah air laut dengan Lux yang terbang menjauh dari pundak Eneas ke arahku, “ada apa?” tanya Izumi, lirikan matanya beralih kepadaku dan juga Haruki yang juga telah berenang mengapung di sampingku.
“Kita, akan mengunjungi Kerajaan Duyung-”
“Lalu bagaimana denganku?”
Aku menoleh ke arah Lux yang memotong perkataan, “Dekka, sepupunya Ebe akan mencoba sihirnya agar kau bisa ikut kami ke dasar lautan. Aku, tidak akan meninggalkanmu begitu saja, Lux,” sahutku dengan kembali menenggelamkan kepala.
Aku menoleh ke arah Ebe dan juga Dekka lalu menganggukkan kepalaku ke arah mereka berdua. Aku masih terdiam, menatap Dekka yang telah memejamkan mata dengan mengangkat jari telunjuknya. Kepalaku mendongak dengan kembali berenang ke atas. Kutatap, air yang ada di sekitar sedikit beriak, lalu bergerak meninggi mendekati Lux lalu menyelimutinya, “apa kau ingin membunuhku? Eh-” bentakan Lux berhenti, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan kedua tangannya bergerak menyentuh gelembung udara yang menyelimutinya.
“Kakakku merupakan duyung paling pandai di Kerajaan, beberapa sihir yang tidak bisa dilakukan Kakek … Dia bisa melakukannya, karena itu kakak dikabarkan akan menjadi calon pewaris selanjutnya,” tukas suara Ebe yang terdengar dari arah belakangku.
Ebe kembali menenggelamkan dirinya, ketika Izumi sendiri berenang mendekati, “ada apa dengannya? Apa aku membuatnya takut?” tanya Izumi saat aku mengalihkan pandangan ke arahnya.
“Kenapa tidak coba bertanya langsung kepadanya,” jawabku yang kembali menenggelamkan tubuh ke laut.
Aku berenang mendekati Ebe yang menyembunyikan tubuhnya di belakang Dekka. “Jika kalian telah siap, ikuti aku!” perintah Dekka, dia berbalik lalu menggerakkan ekor, membawanya menyelam ke dalam lautan.
“Sachi,” panggil Ebe yang telah berenang di sampingku.
“Apa kau mau berenang dengan menaiki kuda milikku?”
“Apa kau juga telah melakukan kontrak?” tanyaku dengan menoleh ke arahnya.
Ebe menganggukkan kepalanya, “setelah bertemu denganmu, aku mencoba untuk memperkuat tubuhku. Lalu sekarang, aku bisa melakukan kontrak dengan salah satu di antara mereka. Andaikan aku bukan setengah duyung, dan sihirku kuat … Aku ingin sekali membantumu mencapai tujuan,” ucapnya yang dengan kembali membuang pandangannya itu ke depan.
“Bahkan hingga sekarang pun, kau sudah banyak membantuku. Kau, benar-benar penyelamatku, Ebe-”
“Kau pun sama. Aku, beruntung sekali dapat bertemu denganmu ketika itu,” jawabnya, yang tersenyum sebelum membuang kembali pandangannya.
Aku terus berenang, mengikuti Dekka yang terus membawa kami berenang semakin menyelam ke dalam lautan. Dia mulai melamban, saat beberapa duyung, lengkap dengan beberapa ekor Hippocampus di dekat mereka. Aku berenang, mengikuti Ebe yang menarik tanganku mendekati seekor Hippocampus berwarna kebiruan yang sama seperti ekornya, “dia hewan kontrakku,” ucap Ebe, dia melepaskan genggaman tangannya padaku lalu mengusap kepala Hippocampus di hadapan kami.
Ebe menggerakkan kepalanya saat dia merangkul leher Hippocampus miliknya, “naiklah, Sachi! Perjalanan kita masih panjang,” ucap Ebe dengan menggerakkan kepalanya lagi kepadaku.
Aku berenang lalu merangkulkan lenganku di pinggangnya. Kulirik, Haruki, Izumi dan juga Eneas yang telah memegang pundak beberapa ekor duyung laki-laki yang menaiki Hippocampus, dengan Lux yang berenang dalam gelembung di dekat Dekka. “Kalau semuanya telah siap, kita bisa memulai perjalanan!” tukas Dekka dengan menggerakkan wajahnya menatapi kami bergantian.
“Berpeganglah yang erat Sachi!”
Aku mempererat rangkulanku pada Ebe seperti yang ia pinta. Tubuhku sempat terhentak ke depan tatkala Hippocampus miliknya tiba-tiba bergerak tanpa aba-aba. Ebe membawaku semakin menyelam ke dalam lautan, bahkan ubur-ubur yang menerangi jalan kami tertinggal jauh oleh cepatnya Hippocampus tersebut membawa kami.
“Ini gelap sekali, Ebe. Bagaimana kau bisa tahu di mana jalannya?” bisikku, saat semakin dia membawa kami menyelam, semakin gelap juga keadaan yang mengelilingi kami.
“Dengan merasakan air yang mengalir,” jawab Ebe, rangkulanku di pinggangnya semakin kuat saat dia mempercepat Hippocampus miliknya itu berenang.
Semakin cepat kami dibawanya berenang, semakin itu juga … Jauh di depan kami, ada sinar terang yang mencuat keluar dari celah-celah jurang yang ada di dasar lautan. Semakin kami mendekati celah tersebut, semakin itu juga rasa dingin menyelimuti. Aku terhenyak, tatkala jalan gelap yang kami lalui berubah sangat terang ketika kami sudah melewati celah yang aku maksudkan sebelumnya.
Aku menggerakkan kepala menatapi sekitar, saat Hippocampus tersebut berenang pelan, tak seperti sebelumnya. Sinar dari titik-titik kehijauan yang berenang di sekitar kami, membuat pandangan mataku semakin jelas. “Apa ini, jalan pintas yang kau maksudkan?” bisikku kepada Ebe, aku mencoba untuk mendekatkan tangan ke arah beberapa ekor ikan yang tengah melahap titik-titik kehijauan bercahaya yang berenang mengelilingi kami.
“Tempat ini, sangat jauh di bawah lautan … Bahkan, tak semua ikan bisa mampu hidup di sini. Ini jalan paling aman, yang akan dilewati oleh duyung tiap kali mereka akan berpergian jauh dari Istana,” jawab Ebe, diikuti tangannya yang menangkap berkas sinar kehijauan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...