Kou dengan tiba-tiba menukik, setelah sekian lama dia membawa kami terbang di udara. Dia terus saja mengepakkan sayapnya, hingga pepohonan yang jauh di bawah kami itu, terlihat semakin berada di depan mata. Aku melompat turun dengan disusul oleh mereka bertiga sebelum Kou benar-benar menapakkan kedua kakinya di tanah, “Kou, kembalilah terlebih dahulu dan kumpulkan tenagamu untuk rencanaku selanjutnya!” pintaku sambil mengusap kepalanya yang bergerak mendekat.
Dia terbang sedikit menjauhiku, tubuhnya yang sesekali menabrak pepohonan itu … Membuat beberapa pohon yang ada di sekitar kami hampir roboh olehnya. “Segera panggil aku, My Lord! Dan berhati-hatilah!”
“Kalian Para Leshy harus menjaga Tuanku dengan benar! Jika tidak, aku akan menelan kalian hidup-hidup,” sambungnya dengan asap putih yang mencuat dari sela-sela mulutnya, sebelum kedua sayap miliknya itu membawanya terbang menjauh.
Aku turut menoleh pada empat ekor burung yang terbang di sekitarku, “apa kalian bisa menjaga jarak sedikit jauh dari kami? Aku tidak ingin, kalau saja ada Manusia yang menangkap kalian lalu menyantap kalian karena tertipu oleh wujud kalian. Aku benar-benar tidak ingin, terjadi apa pun pada kalian,” ungkapku yang akhirnya membuat mereka serempak menoleh padaku.
Aku sontak tertegun disaat tubuh-tubuh mereka berempat, perlahan berubah … Mereka membesar, membentuk sepasang tangan lalu lanjut dengan sepasang kaki yang tumbuh, hingga … Empat orang laki-laki telah berdiri di depan kami.
Salah satu di antara mereka maju mendekat, “apa seperti ini cukup, My Lord?” ucapnya, yang membuat bibirku termangu menatapnya.
Mataku jatuh ke ujung jari kakinya, lalu bergerak naik ke atas, “aku tahu kalau kalian bisa mengubah wujud kalian, tapi … Apa kalian tidak terlalu tampan?” ungkapku dengan menatap mereka bergantian.
“Kami hanya bisa menyerupai hewan atau manusia yang pernah kami makan. Jika penampilan kami justru mengganggumu, kami akan menggantinya dengan segera-”
“Tidak!” tukasku yang dengan cepat menyela perkataannya, “tetaplah seperti itu! Karena aku benar-benar membutuhkan sesuatu yang bisa menyegarkan mata dan pikiranku,” ungkapku sambil berbalik membelakangi mereka.
“Kalian dapat mengikuti kami dari belakang! Usahakan, tetap menjaga jarak kalian agar tidak terlalu menarik perhatian, dan berbaurlah dengan para penduduk untuk bertanya … Ke arah mana yang harus kita tuju untuk sampai ke Juste! Aku ingat bahwa kalian dulu pernah menipu Kerajaan yang terkena wabah kutukan atas perintah Kou, itu berarti kalian bisa berbicara Bahasa Manusia.”
"Jadi, laksanakan perintahku tanpa membuat kesalahan sedikit pun!" sambungku, diikuti kedua tangan yang bergerak meraih penutup jubah lalu menariknya ke atas hingga menutupi kepalaku.
“Baik, My Lord,” sahut suaranya yang kembali menimpali ucapanku.
“Kita pergi untuk mencari informasi apa pun. Gunakan telinga kalian dengan benar, untuk mendengarkan setiap percakapan-percakapan apa pun yang nanti kita lewati,” ungkapku sambil terus berjalan melewati Ebe, Sabra dan juga Bernice.
Kami terus saja berjalan secara beriringan meninggalkan hutan. Semakin kami melangkah maju, semakin banyak juga sosok laki-laki yang hilir-mudik melewati kami.
Selama berjalan, aku akan sesekali melirik pada perempuan-perempuan di sudut desa yang nasibnya tak kalah jauh dari perempuan-perempuan yang pernah aku temukan. “Bernice!” panggilku yang dengan cepat menoleh padanya, disaat dia hendak berlari mendekati seorang laki-laki tengah menyiksa seorang perempuan di ujung kiri sebuah lapak penjual buah.
“Inilah yang terjadi pada perempuan di Dunia Luar. Kau harus bisa menahan dirimu! Bertingkahlah seperti kau tidak melihat mereka, atau kita semua akan terbunuh,” ucapku yang tetap bergeming melihatnya.
“Kau berkata ingin menolong mereka, tapi mengapa sekarang kau justru mengabaikan mereka?” tutur Bernice diikuti tangannya yang mencengkeram kuat lenganku.
Aku menghela napas sambil mendorong cengkeraman tangannya agar dia melepaskannya, “mereka harus kuat dengan cara mereka sendiri untuk hidup. Aku memang berkata ingin menolong mereka, tapi itu akan percuma jika saja kita tidak membasmi semua hal tersebut dari mereka-mereka yang membuat peraturan. Jadi Bernice, jika apa yang akan kau lakukan justru membahayakan kami … Aku akan jadi orang pertama yang menyingkirkanmu!” ancamku hingga membuat cengkeraman tangannya di lenganku terlepas.
Kami kembali berjalan setelah perdebatan itu. Sekali-sekali kami akan berhenti untuk membeli makanan atau barang yang kami perlukan … Selama bertransaksi, aku hanya akan mengangkat dan menggerakkan jari-jari tanganku, karena jika suaraku keluar, keberadaan kami sebagai perempuan akan langsung diketahui.
Aku terus saja berjalan maju sambil mengupas sebuah pisang di tanganku lalu memakannya. “My Lord!” langkahku seketika berhenti, disaat suara Kou memasuki kepalaku.
“Para Leshy memberitahukanku, bahwasanya Kerajaan Juste akan mengadakan sebuah festival dan mereka mengundang Putra Mahkota Kerajaan Robson untuk menghadirinya karena dua Kerajaan itu sudah berteman sejak lama. Hanya itu yang mereka sampaikan, mereka sudah mengubah wujud menjadi hewan lagi untuk mendapatkan kabar lain untukmu.”
Aku masih terdiam setelah Kou menyelesaikan ucapannya, “baiklah, Kou. Pinta mereka untuk berhati-hati, karena aku tidak ingin jika mereka tertangkap,” bisikku sebelum mulai kembali berjalan.
“Lux, apa kau bisa menyusup ke Istana? Aku ingin kau mengawasi Vartan! Kau ingat, bukan? Pangeran yang dahulu pernah menyelonong masuk ke kamarku. Aku ingin kau mengawasinya dan memberitahukanku, semua yang dia lakukan!”
“Apa hanya itu saja?”
Kepalaku mengangguk pelan, “hanya itu. Lakukan dengan baik dan jangan sampai tertangkap!” perintahku sambil membuang lirikan, mengawasi sekitar kami.
Lux dengan cepat terbang keluar, setelah aku yang sudah memperhatikan keadaan sekitar memberikannya aba-aba untuk pergi. “Kita kembali lagi ke hutan untuk menunggu kabar selanjutnya dari mereka,” ucapku sambil menoleh pada mereka yang berdiri di belakangku.
“Apa kita tidak jadi pergi?” sahut Ebe yang ikut berbicara pelan di tengah kerumunan.
“Kou sudah memberitahukanku apa yang terjadi. Kita hanya tinggal menunggu kabar selanjutnya dari mereka, baru kita bisa bergerak setelah membuat rencana. Kita tidak bisa berjalan tanpa memikirkan sebuah rencana sama sekali,” jawabku sambil menunjuk ke arah belakang mereka.
Ebe akhirnya berbalik diikuti Sabra yang berjalan di sampingnya, sedang Bernice sendiri berjalan di sampingku. “Kenapa kau tidak memakannya? Apa kau tidak lapar?” tanyaku dengan melirik pada buah pisang di genggamannya.
“Aku tidak tahu cara memakannya.”
Jawaban singkat darinya membuat bibirku seketika terkatup, “hanya kupas seperti ini. Apa mereka yang tersesat di Pulau tidak pernah menceritakan tentang buah ini?” Aku kembali bertanya sambil mengangkat sisa pisang yang ada di tanganku ke tengah-tengah kami.
“Aku dulu sangatlah tergila-gila untuk berlatih agar tubuhku menjadi kuat. Jadi aku tidak memiliki banyak kesempatan untuk berbicara pada mereka kecuali pasukanku-”
“Mungkin karena inilah, Ratu Alelah sangatlah mengkhawatirkanmu,” tuturku memotong ucapannya.
“Apa yang kau maksudkan?” Dia balas bertanya sembari menjatuhkan pandangannya padaku.
“Ratu Alelah meminta kita semua untuk berteman. Kau tahu artinya teman, bukan? Saling membantu, saling mengasihi, saling mendukung … Dan jujur, aku pun ingin berteman denganmu, Bernice. Disaat kali pertama aku menanyakan namamu, aku langsung berpikir … Bagaimana caranya menjadikan perempuan ini sebagai temanku,” ungkapku sambil memakan kembali pisang di tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...