Chapter DCXCVII

2.8K 470 37
                                    

“Apa yang kau maksudkan itu?”

“Zeki!” Kali ini aku berusaha memanggil namanya yang telah beranjak lalu berjalan pergi.

Aku turut melompat turun dari atas tong, dengan mata melirik ke arah Lux yang hinggap di atas pundakku saat aku sendiri berjalan menyusul Zeki. “Kenapa kau bertingkah seperti ini? Zeki!” panggilku sekali lagi, langkahku bergerak cepat menyusul lalu meraih lengannya.

Dia berhenti berjalan sambil menoleh ke arahku. “Apa kau ingin kita membahasnya di sini?” tukasnya, lirikan mataku turut mengikuti lirikan matanya yang bergerak ke sekeliling.

Tangan kirinya bergerak melepaskan genggaman tanganku di lengannya, “aku tidak akan membiarkan hal buruk menimpamu lagi,” ucapnya diikuti tangan kanannya yang balik menggenggam erat tanganku.

Zeki berjalan dengan menarik tanganku untuk mengikutinya dari belakang. Dia membawaku masuk ke dalam kapal, dengan selanjutnya berhenti di depan sebuah ruangan yang memang sudah tak asing lagi untukku. Zeki mengetuk pintu yang ada di depan kami tersebut lalu membuka pintu itu sambil menarik pelan tanganku agar terus berjalan di belakangnya.

“Aku baru saja memberitahukan mereka, dan kalian sudah datang ke sini,” ungkap Izumi, ketika Zeki telah menutup kembali pintu.

“Ada apa, Sa-chan? Izumi mengatakan, kalau kau ingin membicarakan sesuatu,” sahut Haruki, dia menatapku dari kursi yang ia duduki.

Aku berjalan mendekati Aydin yang mengangkat sebelah tangannya, untuk mempersilakan aku duduk di kursi yang ada di dekat Haruki. “Kalian, duduklah juga!” pintaku kepada Zeki, Izumi, Aydin dan juga Eneas yang berdiri menatapi kami berdua.

Kepalaku dengan pelan menoleh ke arah Lux yang masih hinggap di pundakku, “Lux, jelaskan kepada mereka, apa yang kau katakan kepadaku sebelumnya!”

Lirikanku bergerak mengikuti Lux yang terbang ke tengah-tengah kami. Suasana di ruangan menjadi hening, mengikuti kalimat demi kalimat yang Lux ucapkan. Saat Lux masih melakukannya, sesekali mataku itu melirik ke arah Haruki, Eneas dan juga Aydin yang raut wajah mereka masing-masing telah sedikit berubah dari sebelumnya.

“Secepat ini?” gumam Haruki, dia tertunduk dengan jari telunjuknya yang bertekuk menyentuh bibir.

“Secepat ini?” Aku mengulangi kata-kata yang Haruki ucapkan sebelumnya.

Dia menoleh ke arahku lalu menggeleng pelan. “Bagaimana menurutmu, Zeki?” Haruki bertanya sambil menoleh ke arah Zeki yang duduk bersandar di kursi yang ada di sebelahku.

“Apa lagi yang ingin kau tanyakan saat semuanya sudah jelas. Aku hanya tidak menyangka, jika hal ini akan datang lebih cepat dibanding sebelum-sebelumnya,” jawab Zeki, tubuhnya maju dengan sedikit membungkuk sambil kedua tangannya saling menggenggam satu dan yang lainnya.

“Setelah pulang dari sini, aku akan langsung memerintahkan prajuritku untuk memberikan kabar ke Kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Yadgar untuk segera bersiap menghadapi peperangan besar.”

“Dan, aku menginginkan kalian untuk melakukan hal ini,” sambung Zeki, dia kembali duduk dengan tegap sambil membuang tatapannya kepada kami secara bergantian.

Aku semakin tegang, tatkala Zeki sendiri menarik napas dalam sebelum melanjutkan lagi perkataannya yang sempat terhenti, “aku ingin, setiap Kerajaan yang berada di bawah perlindungan kita memiliki sebuah simbol khusus terutama untuk kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan. Sedang di sisi lain, aku ingin agar para perompak menjarah tiap kapal yang tidak memiliki simbol yang kita terapkan.”

“Jarah semua harta mereka! Buat mereka tidak bisa berkutik di tengah-tengah lautan, dan yang lebih penting … Jangan pindahkan para ikan tersebut dari dalam lautan!” tukas Zeki lagi yang kali ini memalingkan tatapannya kepadaku.

“Kau mencari mereka untuk membantumu, bukan? Kau mencari mereka agar mereka bisa turut membantu kalian melawan Kekaisaran dan antek-anteknya, bukan? Sekaranglah kau harus menggunakan mereka, Sachi!”

“Apa yang coba kau maksudkan ini, Zeki?!” sahut Izumi yang dengan cepat memotong perkataannya.

“Jalur cepat untuk melakukan perdagangan, hanyalah melewati lautan. Sebuah Kerajaan, akan sulit bertahan jika saja roda perputaran dagang mereka terhenti. Kita akan menghancurkan secara perlahan, semua antek-antek Kaisar itu melalui jalur dagang mereka … Hanya mengandalkan Aydin dan para pemberontak lainnya, itu tidak akan cukup,” ucapnya yang kembali terhenti sambil melemparkan lagi tatapannya kepadaku.

“Jadi kau ingin memintaku memerintah para Duyung, untuk menyerang tiap kapal dagang milik musuh yang melintasi lautan?”

Kepala Zeki mengangguk setelah aku menyelasaikan perkataan. “Kau ingin memintanya melakukan sesuatu yang sama persis seperti yang Kaisar lakukan kepada kami dulu?” Aydin yang menyahuti ucapanku, membuat lirikan mataku dengan cepat beralih kepadanya.

“Jadi Kaisar juga pernah melakukan hal tersebut kepada kalian? Tapi rasanya sulit dipercaya, jika saja para Perompak Metin dapat dikalahkan dengan mudah oleh cecunguk yang berada di bawah kekuasaan Kaisar-”

“Apa kau meremehkan kami? Apa kau pikir, manusia seperti kami dapat dengan mudah mengalahkan seorang Monster yang bersembunyi di dalam lautan?!” Aydin membentak Zeki sebelum Zeki menyelesaikan apa yang ia ucapkan, dengan tubuhnya yang beranjak berdiri mengikuti bentakannya tersebut.

“Apa kau pikir, para cecunguk Kaisar itu akan bisa bergerak menghadapi setengah manusia ikan milik Sachi yang bersembunyi di dalam lautan? Membunuh sebanyak mungkin pasukan musuh, akan menguntungkan kita semua, sedang untuk di darat … Perintahkan Tama dan Shin, untuk mengendalikan banyak hewan-hewan berbahaya, agar menyerang wilayah kekuasaan yang dimiliki Kaisar,” ungkap Zeki lagi. Bibirku terasa berat untuk dibuka tatkala dia menatap mataku dengan hampir tak berkedip.

“Kau, memintaku untuk menyerang mereka yang tak bersalah?”

“Hanya dengarkan perintahku! Aku melakukan semua ini, karena aku tidak ingin kehilangan keluargaku. Aku tidak ingin kehilangan Istriku, dan aku tidak ingin kehilangan anak-anakku!”

Dia kembali membuang pandangannya dariku, “dalam peperangan, kita hanya membawa tubuh kita sendiri, lalu membawa baju zirah yang kita pakai, pedang atau panah dan tak lupa dengan perisai. Ujung pedang dan panahmu, mengarah ke arah musuh yang ingin kau hancurkan, bukan? Jadi kenapa, kita harus menahan diri untuk menyerang mereka!”

“Tapi-”

“Dengarkan perkataanku ini, Sachi Bechir! Kau tidak bisa melindungi banyak orang, tapi kau bisa melindungi keluargamu sendiri! Kau bisa melindungi dirimu sendiri! Kita pergi sejauh ini, untuk menjauhkan Huri dari jangkauan Kaisar, bukan? Jadi lakukan sebaik mungkin! Karena jujur, jikalau bisa … Aku ingin kau tetap berada di pulau tersebut untuk menjaga mereka, tanpa perlu mengikuti peperangan yang akan terjadi.”

Zeki menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan, sebelum dia beranjak berdiri dari kursi yang ia duduki, “Haruki, aku memercayaimu hal ini untuk mewujudkannya, karena di antara saudaramu yang lain, hanya kau yang bisa diajak berdiskusi mengenai hal ini.”

“Untuk sekarang, lakukan saja seperti apa yang aku pinta! Kita, akan melanjutkan diskusi ini saat kita sudah pergi dari pulau tersebut.”

Haruki masih terdiam menatapi Zeki dari kursi miliknya dengan kedua tangannya yang bersilang di dada, “baiklah. Aku menyetujui rencanamu kali ini … Aku akan memastikan, semua ini akan terlaksana dengan baik secepat mungkin,” jawab Haruki diikuti sorot matanya yang menatap sedikit kosong ke depan.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang