CHAPTER 03

386K 46.5K 5.8K
                                    

SEBELUM BACA, SPAM TANGGAL LAHIR KALIAN DISINI YUK❤👉

SELAMAT MEMBACA, JANGAN LUPA COMMENT DISETIAP PARAGRAF💬

[CHAPTER 03 - PEMAKAMAN KARINA]

"Dia pergi tanpa pamit, membuat hati ini menjerit-jerit."
Rhea Gilda Nagendra

"Mbak Rindi, semua sudah beres. Tinggal disholatkan saja," Samar-samar Rhea mendengar ucapan dari salah satu ibu yang mengurus pembalutan kain kafan Karina.

"Langsung bawa kemasjid saja, tidak baik menunda-nunda pemakaman," timpal bapak pembawa keranda yang sedari tadi sudah menunggu didepan pintu.

Dengan sisa tenaganya, Rhea melepas pelukan Rindi. Dengan mata bengkak, ia menoleh menatap tubuh Karina yang sudah benar-benar terbalut kain kafan. Rhea menggeleng pelan, masih tak menerima kenyataan.

"Enggak, Karina." Rhea beringsut mendekati mayat Karina, namun dicegah oleh beberapa pelayat disana.

"Jangan neng, mayat sudah dimandikan,"

Rhea terisak keras, "Karina kenapa kamu pergi? Kamu janji akan selalu ada buat aku, kamu udah ingar janji, Na."

Rindi membekap mulutnya agar tak mengeluarkan isakan. Tangisan Rhea semakin membuat hatinya pilu, Rhea sudah ia anggap seperti anak sendiri. Melihat kondisi Rhea yang seperti sekarang membuat hatinya semakin sakit.

Rindi mendekat. "Ikhlasin Karina sayang," katanya dengan mengusap surai Rhea.

"Langsung kita sholatkan saja bagaimana?" Tanya ustadz disana.

Ayah Karina mengangguk berat. "Lebih cepat lebih bagus. Anak saya bisa semakin berat disana jika tidak segera dimakamkan." Jawabnya.

Empat orang langsung mendekati mayat Karina dan menggendongnya dengan hati-hati, setelahnya mereka meletakkan Karina dikeranda.

"Jangan bawa Karin!" Histeris Rhea.

Rindi memeluk erat gadis itu, agar tak berlari mencegah para pelayat yang ingin memakamkan putrinya. "Jangan gini Rhea. Karin pasti sedih liat kamu,"

Rhea memukul-mukul dadanya, sesak rasanya. Kenapa rasanya semenyakitkan ini Tuhan? Jika boleh memilih, Rhea lebih ingin dikasari ayahnya seumur hidup daripada harus kehilangan Karina.

Dulu penopangnya adalah Karina, namun gadis itu pergi membuat tiang penyangga kehidupannya benar-benar runtuh tak bersisa. Rhea kini tak mempunyai harapan hidup sama sekali.

"Rhea?" Panggilan lirih dari Fera mengalihkan atensi Rindi, namun Rhea masih setia menangis dengan tatapan kosongnya.

Fera teman sekelas Rhea dan Karina, gadis itu juga tetangga Karina maka dari itu Fera bisa ada disini. Walaupun tak terlalu dekat dengan Karina, Fera tetap pergi melayat, bagaimanapun juga Karina adalah teman sekelas dan tetangganya sekaligus.

Ketika pertama kali memasuki rumah Karina, Fera dikagetkan dengan keberadaan Rhea yang benar-benar kacau. Mata bengkak, rambut terurai yang kusut dan jangan lupakan luka lebam disudut bibir gadis itu.

Fera sudah tidak heran lagi, setiap hari pasti ada saja luka lebam ditubuh Rhea, tapi Fera dan teman sekelas lain sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu.

"Fera bisa temani Rhea? Tante ingin pergi untuk memakamkan Karina," pinta Rindi.

Fera mengangguk. "Bisa tan-"

"Rhea ikut tante," potong Rhea.

Rindi menggeleng, ia memegang dagu Rhea lembut serta membelai rambut Rhea. "Kamu temuin Karina kalau dia udah benar-benar dimakamin ya," ujar Rindi.

LEIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang