CHAPTER 20

302K 37.7K 14.4K
                                    

MAU TAU DONG KESAN KALIAN KETIKA MEMBACA CERITA INI😄❤

JANGAN LUPA TULIS DICOMMENT YA💋

[CHAPTER 20 - MASIH ADA YANG PEDULI?]

"Mengapa orang baik selalu gagal dalam percintaan?"
Rhea Gilda Nagendra

"Atlas?" Panggil Rhea lirih, lalu ia langsung mengalihkan pandangannya lagi dan buru-buru ia menghapus air matanya.

Atlas berjalan mendekati Rhea. Walaupun hanya sekilas, tapi tadi ia sempat melihat ada bulir-bulir bening yang jatuh dari mata Rhea. Ia tahu gadis itu sedang menangis.

Setelah berada tepat dibelakang Rhea, Atlas sedikit menyampingkan kursi roda Rhea, lalu ia berjongkok didepan gadis itu.

"Kenapa?" Tanya Atlas.

Rhea menggeleng, ia mengalihkan atensinya kearah lain tak ingin menatap Atlas. Sekuat tenaga Rhea menahan air matanya agar tak kembali menetes, namun ia gagal. Buru-buru ia menghapus air matanya agar Atlas tak tahu jika ia sedang berada dititik terendah. Namun sayang, Atlas tau apa yang Rhea rasakan.

"Nggak masalah untuk jadi nggak baik-baik aja. Setiap orang punya porsi kesabaran masing-masing. Lo nggak perlu pura-pura kuat," ujar Atlas.

Percayalah itu adalah kata-kata bijak yang keluar dari mulut Atlas untuk pertama kalinya dan itu adalah kata-kata yang termasuk panjang dalam sejarah kehidupan Atlas yang terkadang hanya menjawab iya, oh, nggak dan kata-kata singkat lainnya.

Rhea menatap Atlas, "Kamu ngapain ada disini?" Tanyanya.

Atlas mengendikkan bahu acuh. "Lo sendirian," jawab Atlas seadanya.

"Kamu seharusnya nggak usah peduliin aku, Atlas. Kamu nolongin aku waktu kecelakaan aja itu udah lebih dari cukup. Jadi lebih baik kamu pulang, istirahat. Dan maaf tentang tadi ayah mukul kamu," kata Rhea.

Atlas menatap manik hazel Rhea dalam. Ia menangkap kerapuhan disana. "Udah tanggung jawab gue, Rhe." Lirih Atlas yang masih didengar Rhea.

Rhea mengernyit tak mengerti, "Apa maksud kamu? Tanggung jawab apa? Kamu bukan siapa-siapa aku, bahkan temanpun bukan. Kita nggak pernah ngobrol sebelumnya kalo kamu lupa, At."

"Suatu saat lo akan ngerti,"

Kernyitan dikening Rhea semakin dalam, "Tap-"

"Makan. Lo belum makan, kan?" Potong Atlas.

"Gue siapin makan," lanjut Atlas lalu ia bangkit dan mendorong kursi roda Rhea.

Rhea menghela nafas kasar, sikap Atlas aneh. Tapi ia tak ingin ambil pusing. Pikirannya kini dipenuhi oleh Skala, jadi untuk memikir hal yang lainnya terasa susah.

Saat kursi roda Rhea sudah sampai ditepi brangkar, Atlas langsung membantu gadis itu untuk menaiki brangkar. Kedua tangan Rhea bertopang pada bahu Atlas, ia berpijak dengan kaki kanannya yang baik-baik saja walaupun sedikit terasa ngilu. Sedangkan kedua tangan Atlas berada disiku Rhea untuk membantu gadis itu menopang badannya.

Rhea menghembuskan nafas lega ketika ia sudah terduduk ditepi kasur brangkar. Atlas memegang kedua kaki Rhea, dengan perlahan ia menaikkan kaki itu agar berada sempurna diatas kasur. Setelah selesai Atlas membantu Rhea tidur dengan nyaman, ia sedikit menaikkan posisi kepala brangkar Rhea.

"Gue ke kantin dulu," kata Atlas.

Ketika ia hendak pergi, tangannya dicekal oleh Rhea. "Nggak usah, itu bubur yang tadi kamu beli belum kemakan," cegah Rhea lalu netranya melirik kearah sterofom berisi bubur sum-sum yang terletak diatas meja.

LEIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang