CHAPTER 08

311K 44.6K 9.2K
                                    

TARIK NAFAS, BUANG. JANGAN SAMPAI KALIAN DARTING BACANYA.

SELAMAT MEMBACA, JANGAN LUPA COMMENT DISETIAP PARAGRAF💬

[CHAPTER 08 - SELALU ADA KESIALAN UNTUK RHEA]

"Dijugde tanpa tau kebenarannya. Tak apa, aku sudah biasa menerimanya. Hidupku memang penuh kesialan, bukan?"
Rhea Gilda Nagendra

Rhea terdiam sejenak ketika sudah berada didepan gerbang sekolahannya, gadis itu baru saja turun dari angkot. Beberapa murid yang berseliweran menatap Rhea aneh, membuat gadis itu tak nyaman.

Menarik nafas panjang, Rhea kemudian membenahi tas punggungnya. Gadis itu mulai melangkah dengan perlahan, tatapan para murid disana semakin menatap Rhea aneh ketika ia berjalan dangan pincang. Rhea menunduk malu, wajahnya yang penuh dengan lebam ia sembunyikan dibalik tirai rambut hitam terurainya. Ia tak ingin ada yang melihat wajahnya.

Rhea berjalan dengan terus menunduk, tak berani mendongak. Beberapa kali ia meringis saat kakinya terasa nyeri, sepertinya nanti Rhea harus melihat tutorial mengurut kaki yang terkilir digoogle. Ia terlalu sayang jika uang tabungannya digunakan untuk membayar tukang pijit.

Bukan karena Rhea pelit, tapi uang tabungannya itu untuk uang cadangan saat Faizan tak memberikannya makan seharian atau untuk membeli obat merah jika sudah habis. Faizan tak pernah memberikan uang kepada Rhea untuk membeli obat.

"Ih itukan Rhea pacarnya Skala, kan? Mukanya kok lebam-lebam gitu sih," ucapan seorang siswi masuk kedalam indra pendengaran Rhea. Gadis itu semakin menundukkan wajahnya malu.

Walaupun dengan kesusahan, Rhea berusaha melangkah secepat mungkin untuk meninggalkan kerumunan manusia yang tengah menatapnya aneh itu. Rhea tak suka, ia tak suka menjadi pusat perhatian.

Beberapa langkah lagi Rhea berhasil masuk kedalam kelas sebelas akuntansi satu, kelasnya berada. Masih dengan menunduk, Rhea memasuki kelas, namun secara bersamaan Citra teman sekelasnya juga hendak keluar dari kelas.

BRUK
BYUR

"AKHH!" Rhea memekik keras ketika ia terjatuh akibat menabrak seseorang. Yang membuat Rhea semakin berteriak kesakitan adalah karena sesuatu panas dan pedas tumpah membasahi lengan seragam putihnya.

"Astaga Rhea. Sorry gue nggak sengaja,"

Rhea tak menghiraukan perkataan Citra, ia sibuk mengibas-ngibaskan bajunya yang tersiram kuah popmie pedas yang masih sedikit panas. Air mata gadis itu mengalir, Bayangkan saja kuah pedas popmie itu mengenai luka Rhea yang masih terbuka dan basah. Sudah dipastikan perihnya bukan main.

Tuhan kenapa ada saja kesialan setiap hari bagi Rhea? Apakah benar kata Faizan jika dirinya ini anak pembawa sial?

Beberapa teman sekelas Rhea ikut mendekat dan mengerubunginya. "Lo gimana sih Cit?!" Bentak Beni.

Citra menunduk merasa bersalah, "Maaf gue nggak sengaja,"

"Perih," adu Rhea, lalu ia menaikan lengan baju putihnya hingga menampakkan luka sayatan dan memar. Para teman-teman Rhea yang melihat luka gadis itu terkaget-kaget.

"Astaga Rhea tangan lo." Pekik Fera lalu gadis itu berlari kebangkunya untuk mengambil sesuatu. Beberapa teman Rhea hanya menonton sembari bergidik ngeri karena seakan ikut merasakan kesakitan yang dialami Rhea.

"Sini dielap dulu," Fera kembali dengan tisu ditangannya, dengan perlahan dan pelan-pelan Fera membersihkan luka Rhea.

"Sini gue bantu," Beni ikut berjongkok dan membantu Fera untuk membersihkan luka Rhea dari kuah popmie.

LEIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang