41. Kupu-kupu (2) End

67.9K 7.1K 2.4K
                                    

Sherly berjalan menemui seseorang yang juga menunggu kepulangannya. Sosok orang yang dulu ia anggap saingan.

Dua gadis yang terduduk di bangku panjang berwarna putih di Taman nampak tak ada satupun dari mereka yang berniat memecah keheningan yang melanda.

Hingga sampai beberapa menit berlalu gadis berambut sebahu memilih angkat suara dengan suara seraknya yang terdengar ragu. "A-apa kabar?"

Sherly menoleh ke arah Elina kemudian tersenyum kecil. "Baik. Kamu?"

Tidak ada lo-gue seperti dulu tetapi Elina tak sadar kalau sepupunya sudah mengalami banyak perubahan semenjak pergi.

"Seperti yang lo lihat," jawab Elina. Tiba-tiba air mata mengalir deras ke pipinya, dengan segera ia menghapusnya saat Sherly menatap khawatir.

"Gue udah terlalu banyak nyiptain luka di hidup lo. Gue gak bisa nebus semuanya. Gue tahu lo gak bakal maafin gue yang udah ngehancurin mimpi lo tapi gue--"

Elina tiba-tiba bangkit kemudian berjalan dan berdiri di depan Sherly hanya untuk merosotkan tubuh membuat Sherly spontan bangkit. "Maafin gue, Sherly."

Gadis itu menangis keras, semua rasa bersalah yang ia rasakan begitu menyesakkan di dada. "Maafin gue. Maafin untuk semuanya. Gue mohon maafin gue. Gue minta maaf."

Sherly memundurkan langkah sembari menahn napas saat dengan tangisnya Elina berupaya menjangkau kakinya.

"Gue bersalah, gue menjijikkan. Gue mohon maafin gue," isak Elina yang langsung membuat Sherly meneteskan air mata. Untuk pertama kali, ia melihat Elina sekacau ini.

Gadis ikut jatuh dengan kedua lutut sebagai tumpuan. Tangannya terulur untuk memegang kedua bahu Elina yang begitu kacau. Keduanya saling tatap.

"Ma-afin g-gue," lirih Elina membuat Sherly mengangguk kemudian Elina memeluknya erat. Masih dengan tangis, tak bosan gadis itu berkata, "maafin gue."

"Iya Elin," balas Sherly lirih. "Iya Elin. Semua orang pernah melakukan kesalahan. Seberat apapun itu, mereka berhak mendapat kesempatan kedua."

Elina semakin menangis, ia memeluk Sherly kuat. "Gue, maafin gue."

Sherly melepaskan pelukan, menangkup wajah Elina lalu mengahapus air mata sepupunya dengan kedua jempolnya.

"Aku juga minta maaf," kata Sherly tersenyum. "Maaf udah gak ngehargain kamu di rumah. Maaf udah ngatain kamu anak pungut. Maafin aku udah bikin kamu sakit."

Elina menggeleng kuat-kuat seraya kembali memeluk tubuh Sherly erat. Namun, Sherly melepaskan seraya meraih tangan Elina untuk ia bawa duduk di bangku.

"Tuhan emang terkadang gak selalu ngabulin apa yang kita inginkan Elin," ujar Sherly masih mempertahankan senyum. "Tapi percayalah Tuhan akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan."

Elina menghapus kasar air matanya. "Gue sadar satu hal, terus menuruti ego hanya akan membuat apa yang udah gue miliki pergi. Gue belajar banyak dari lo, Sherly."

"Gue juga belajar banyak dari lo, Elin." Sherly menyahut antusias. "Kadang untuk bahagia, kita harus fokus pada diri kita sendiri."

"Dan prinsip lo ngajarin gue, hidup akan jauh terasa lebih berharga jika kita bisa bermaanfaat untuk orang lain," kata Elina.

Sherly tersenyum, Elina juga tersenyum. Tangan Sherly terulur untuk menggenggam tangan Elina. "Maafin orang tuaku, ya udah buat kamu tertekan."

"Lo gak kalah tertekan, Sherly." Elina menyorot sendu. "Dan itu semua gara-gara gue."

"Keadaan Elin," sahut Sherly menggeleng. "Keadaan yang membuat kita sama-sama tertekan."

"Jadi, ayo kita sama-sama buka lembaran baru. Mulai hidup dengan penuh rasa syukur, mensyukuri apa yang ada dan sabar menanti apa yang akan menghampiri juga selalu kuat menghadapi semua cobaan yang menghadan," seru Sherly. Elina mengangguk antusias kemudian bergerak memeluk tubuh Sherly sejenak sebelum akhirnya melepaskan.

TITIK TERENDAH Where stories live. Discover now