12. Kupu-kupu, bukan Kura-kura

49.4K 10.9K 2.2K
                                    


Elina menutup kotak P3k setelah selesai megobati kedua telapak tangan Sherly yang sekarang terlapisi perban berwarna putih. Sementara Sherly sendiri sedari tadi hanya diam sembari menatap kosong ke depan.

Elina berdehem sejenak tetapi gadis itu tak juga mau mengalihkan atensi. Terlalu sibuk dengan lamunannya.

"Gosip tentang Kak K yang gandeng tangan lo di lorong sekolah itu bener?" tanya Elina. Beberapa kali bertemu Sherly, pertanyaan ini selalu ingin ia ungkapkan karena terus menjanggal di hatinya.

"Kenapa?" tanya Sherly datar. Emosinya tak meledak seperti biasa saat ia berbicara dengan Elina.

Elina memainkan jarinya gugup. "S-sebaiknya lo jangan deket-deket dia deh. Gue gak bisa bantu pas lo di-bully Zem. Sekar, Dania sama Zem bakal makin benci sama lo. Jangan sampe lo punya hubungan lebih sama Kak K buat kebaikan lo sendiri."

Sherly berdecih. Tahu pasti kemana arah pembicaraan mereka. Sherly menoleh kemudian tersenyum miring sembari menatap Elina. Meskipun begitu, tatatapan matanya tetap saja terlihat hampa.

"Anjing menggonggong saat dirinya merasa terancam," sindir Sherly membuat Elina meneguk ludah kasar.

Elina berusaha berekspresi biasa-biasa saja dimana seperti tak nampak tersinggung dengan ucapan Sherly. "Lo pernah denger kisah hidup kura-kura Lonesome George, spesies terakhir dari subspesies Gheochelone elephantpus abingdoni yang menjadi ikon dari pulau pinta, Kepulauan Gulapagos?"

Sherly tak berekspresi meskipun hatinya berubah tak karuan. Keringat dingin mulai terlihat menghiasi pelipisnya.

"Termasuk hewan yang berumur panjang, bahkan sampe 100 tahun lebih. Namun, sayang kura-kura Lonesome George dikabarkan mati," ujar Elina sembari mendekati wajah Sherly hingga tepat saat matanya menatap dalam retina mata Sherly, Elina melanjutkan, "kura-kura itu mati karena kesepian."

Air mata perlahan jatuh mengaliri pipi Sherly dan Elina menjauhkan diri.

"Daripada lo ngekhawatirin anjing menggonggong karena merasa terancam lebih baik lo khawatirin diri lo sendiri," saran Elina. "Hidup lo jangan sampe kayak Kura-kura itu."

"Jangan sampe." Elina menjeda ucapannya, ia bangkit dari duduk sembari membawa kotak P3K itu. Matanya melirik kedua tangan Sherly yang terluka lalu juga menatap setetes darah di lantai dekat kaki ranjang. Itu pasti darah Sherly.

"Jangan sampe nanti kami nemuin lo mati karena terlalu sering sendiri," lanjut Elina tajam. "Gak ada yang sudi nyodorin bahu buat lo bersandar ketika rapuh karena itu lo ngelampiasin semuanya dengan cara nyakitin diri lo sendiri anehnya lo malah ngelimpahin kesalahan sama gue."

"Simbiosis parasitisme," gumam Sherly. "Lo numpang di keluarga gue dan itu nguntungin lo tapi ngerugiin gue. Lo gak lebih dari parasite. Harusnya lo sadar itu."

Elina memilih pergi dari hadapan Sherly setelah mengatakan, "setidaknya gue masih punya banyak orang yang peduli sama gue beda sama lo. Hancur dan sakit sendiri."

Elina pergi dari sana meninggalkan Sherly yang menangis seorang diri.

*

Samuel menghela napas, sudah seminggu ia menghindar dari pertanyaan seputar keluarganya. Namun, gadis berambut sebahu di sampingnya ini tetap saja merecokinya.

"Gue males pulang. Puas lo?" ketusnya.

Gadis yang berjalan beriringan di sampingnya itu mengerjap bingung. "Kenapa?"

"Lebih bai--"

Samuel tak melanjutkan ucapannya saat ia hampir sampai di depan pintu Apartement. Tempat tinggalnya kini setelah kabur dari rumah, ia melihat Sherly bersandar di depan pintu Apartementnya sembari memejamkan mata. Segera saja Samuel melangkah mendekati adiknya itu.

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang