19. Untuk bertahan

48.1K 9.3K 1.3K
                                    

Sherly menatap ke arah pisaunya Sekar yang tergeletak tak berdaya beberapa centi meter dari tempatnya. Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap Sekar yang menggeleng kuat-kuat dengan tangis kemudian tanpa aba-aba berlari membuka pintu untuk keluar kelas menghindari Sherly yang kebingungan.

Sherly hanya menghela napas panjang kemudian mengambil pisau itu dan memasukkannya ke dalam tas. Ia membenarkan tatanan rambutnya kemudian mengusap kasar wajahnya.

Gadis itu berjalan sembari menyamankan letak tasnya di punggung. Di parkiran, saat ia akan mengambil sepedanya ia melihat Saga, Kenzo, Kanu dan Dante tengah tertawa entah membicarakan apa.

Kenzo mengedipkan sebelah matanya ke arahnya membuat Sherly menundukkan kepala dalam. Ia dengan gerakan cepat meraih sepedanya untuk ia naiki dan bawa pergi.

Di tempat lain, Sekar memasuki rumahnya sembari meremat kuat tangannya. Bayang-bayang ia yang akan terkurung di balik jeruji besi benar-benar menyiksanya.

Gadis itu menghentikan langkah, saat ia menoleh ke ruang tengah dan melihat seorang anak laki-laki memakai hoodie hitam dan jeans yang juga berwarna hitam tengah memejamkan mata sembari berbaring di sofa empuknya dengan headset terpasang di kedua telinga. Siapa laki-laki itu?

"Dia cowok yang sering gue ceritain. Cowok ganteng pecinta warna hitam yang memiliki sifat cuek tapi perhatian. Pesonanya bener-bener mematikan," seru seorang gadis tiba-tiba muncul sembari menarik tangan Sekar mendekati laki-laki yang langsung memegakkan tubuhnya dan melepas kedua headset-nya itu.

"Sam! Ini adik gue, Sekar." Gracia tersenyum lebar membuat matanya menyipit tetapi kemudian mencebikkan bibirnya kesal saat Sekar dan Samuel hanya saling pandang tanpa mengulurkan tangan satu sama lain sebagai bentuk salam perkenalan.

"Oh," kata Samuel kemudian menjabat tangan Sekar dan melepaskannya. "Seumuran sama adik gue."

"Iya, iya," kata Gracia memutar bola matanya malas. "Adik lo emang lebih cantik. Lo mau bilang gitu 'kan?"

Samuel berdecak saat Gracia memulai aksinya dengan sifak sok tahu yang Samuel kerap hindari itu.

Laki-laki itu menatap ke arah Gracia yang berbisik di telinga Sekar yang sedari tadi hanya terdiam seperti patung dengan pandangan kosongnya.

"Kami udah deket lama tapi sampai sekarang Sam belum nembak juga. Udah satu tahun gue nunggu," bisik Gracia pada Sekar yang tersenyum tipis.

"Kak S-am," panggil Sekar gugup membuat Samuel menatapnya dengan kedua alis terangkat. "Kak Cia capek digantung katanya."

Kejujuran Sekar membuat Gracia melotot dan di detik berikutnya wajahnya berubah merah padam. "Gue ke WC dulu!"

Gracia berlari pergi dari sana. Tak tahu harus ia apakan wajahnya ini karena malu. Ia tak berhenti mengumpati adik satu-satunya itu.

Sementara Sekar sendiri duduk di sofa sembari menatap Samuel yang juga ikut duduk dengan tangan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

"Kak Sam suka juga kan sama Kak Cia?" tanya Sekar. Nyaris setiap malam, ia mendengar Gracia membicarakan laki-laki ini. Pertemuan pertama, Sekar rasa itu cukup untuk menyatukan pasangan ini. Ia hanya ingin membahagiakan sang Kakak sebelum--

Semuanya terungkap. Tetapi, ia berjanji itu semua tidak akan terjadi. Ia harus menguatkan mentalnya untuk berani melukai Sherly.

Sementara Samuel berdehem kemudian membalas," kakak lo baik. Sumpah bikin gue nyaman. Tapi, gue rasa itu kurang karena gue belum pertemuin dia sama adik gue."

"Maksudnya?" tanya Sekar bingung.

Samuel tersenyum tipis. "Aneh sih tapi gue nyari cewek yang gak cuman bikin gue nyaman sama suka tapi gue nyari cewek yang bener-bener bisa ngertiin dan sayang sama adik cewek gue ."

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang