2. Berjuang

72.6K 10.1K 1K
                                    

Jangan bergantung terlalu banyak kepada siapapun di dunia ini. Karena bahkan bayangan milikmu sendiri akan meninggalkanmu saat kamu berada di dalam kegelapan.

-Imam Ibnu Taimiyyah-

,,,,,,,,

Sherly memarkirkan sepedanya tepat di sebelah sebuah mobil sedan keluaran terbaru yang baru saja memberhentikan mobilnya, oh bahkan menabrak sepedanya hingga jatuh. Gadis itu menatap datar Kakaknya yang lebih tua dua tahun darinya itu turun dari mobil dengan kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya.

"Sherly, lo gak papa 'kan?" tanya Elina yang ternyata satu mobil dengan Kakaknya, Saga.

Elina hendak membantu Sherly yang berjongkok mengangkat sepedanya. Namun, gadis itu terpeleset kerikil kecil hingga jatuh dengan kepala serta tangan tepat mengenai sepatu Sherly nyaris mencium kaki sepupunya itu.

Saga yang melihatnya sampai terkejut, lain hal dengan Sherly yang malah tersenyum miring.

"Di situlah tempat lo anak pungut," dingin Sherly tajam sembari menyingkirkan sepatunya dari tangan Elina yang sorot matanya berubah sendu.

Sherly pergi tanpa mau menatap Saga sedikitpun, sementara Elina menepuk-nepuk roknya berupaya menghilangkan debu.

"Lo gak papa?" tanya Saga pada Elina yang tersenyum kecil sembari menggeleng.

Di sisi lain, kelas tiba-tiba menjadi hening saat Sherly memasuki kelas. Gadis itu memejamkan mata setelah melihat ke papan tulis, namanya terpampang di sana.

Sherly cewek gila, gangguan mental

"Kekanakan," desisnya jengkel. Namun, suasana hatinya berubah tak karuan.

Di mulai saat dari dua bulan yang lalu, rumor tak berdasar yang menyebar melalui mulut ke mulut. Anehnya satu sekolah percaya pada rumor itu membuatnya diasingkan dimanapun ia berada di sekolah ini.

Di kelas ia akan datang lantas menyendiri di bangkunya. Terletak di pojok kelas dekat jendela, seorang diri di barisan bangku para lelaki. Seolah, teman perempuannya tak mau berdekatan dengannya. Ia hanya bisa tersenyum pahit.

Karena sudah terbiasa dengan kesepian.

"Udah berapa kali gue bilang, jangan corat coret papan gak jelas! Siapa yang nulis itu?" geram Elina dengan tangan gesit menghapus kata perkata yang menghina Sherly di papan tulis.

Sherly memilih abai dan memasang headset di kedua telinga lantas memejamkan mata, membiarkan sinar matahari masuk ke jendela dan menerpa wajah cantiknya.

*

Ia tak ingin peduli. Namun, suara umpatan dan makian itu benar-benar mengganggu ketenangannya. Netranya menyorot tajam pada sekitar empat anak laki-laki tengah mengeroyok satu anak laki-laki yang dari kejauhan, Sherly melihat seringaian dari anak laki-laki itu.

Padahal, dia dalam bahaya menahan pukulan demi pukulan datang dari orang-orang yang mengeroyoknya. Tetapi, kenapa anak laki-laki itu justru seperti sengaja membahayakan dirinya dengan terus menantang empat anak laki-laki lainnya?

Entah dorongan darimana Sherly menghampiri kelima anak laki-laki yang tengah baku hantam itu. Tempatnya di rooftop sekolah.

"Kalau keringat kalian keluar dan tenaga kalian udah habis, berhentilah. Pak Wayan sedang menuju kemari buat meriksa kebersihan tempat ini," kata Sherly datar. Tetapi sontak membuat keempat laki-laki itu kelimpungan.

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang