14. Duri dalam daging

50.1K 9K 1.3K
                                    

Saga membuka pintu kamar adiknya, melihat anak itu tengah memeluk lutut sembari terisak dengan tubuh bergetar di atas ranjang. Ia mendekat, menjulurkan tangan untuk menyentuh kepala Sherly membuat empunya mendongak.

Kemudian bergerak memeluk tubuhnya erat. Saga mengusap lembut punggung adiknya. "Mama cuman terlalu khawatir."

Sherly melepas pelukan kemudian mengusap wajahnya kasar. Ia menatap Kakaknya yang duduk di tepi ranjang dengan pandangan sendu.

"Dia bahkan gak nanya keadaan aku." Dia berujar lirih menjadikan Saga mengangguk mengerti. Ia tahu seperti apa perasaan adiknya kini.

"Sebaiknya lo jangan terlalu ambil hati semua ucapan orang tua kita, Sherly." Saga menatap adiknya dalam. Ia menyunggingkan senyum kecil. "Seperti apapun mereka, semua orang tua pengen yang terbaik buat anaknya."

Sherly mengangguk pelan. Ia menghela napas panjang. "Kakak juga."

Lagi-lagi Saga tersenyum lalu menjulurkan tangan untuk mengangkat dagu adiknya. "Sekarang sebaiknya lo mandi, cemong."

Menjadikan Sherly mencebikkan bibir sembari mendorong tubuh Saga bangkit dari tepi ranjangnya. Saga bergerak mengusak lembut puncuk kepala sang adik sebelum akhirnya memilih berjalan keluar. Baru sampai di ambang pintu, suara adiknya membuatnya terhenti.

"Akhir-akhir ini, aku mengalami banyak hal sulit, Kak." Sherly meremat selimutnya kuat. Untuk pertama kali, ia berani mengutarakan perasaannya. "Aku takut, ta-pi semua masalah membuatku terus berpikir tentang ... mati."

*

Di hari minggu ini, semua kekacauan yang terjadi saat Sherly pulang pagi setelah menghilang dari semalaman. Saga tiba-tiba mengajak adiknya berpergian.

"Sebentar aja, Ma." Laki-laki itu meminta izin pada Hyura yang terus menatap Sherly anaknya. Sedari tadi gadis itu menyembunyikan tubuhnya di belakang punggung tegap Saga seperti takut bertatap wajah dengan Mamanya.

"Adik kamu baru pulang setelah kelayapan semalaman, Saga. Biarin anak itu istirahat," ketus Hyura membuat Sherly meremat kuat kaus oblong berwarna putih yang dikenakan Kakaknya.

Saga sendiri berdecak mendengar balasan Hyura, laki-laki itu tanpa mau berbicara panjang lebar dengan Sang Ibu, menarik Sherly tetap pergi.

"SAGA, KAMU MAU BANTAH MAMA?"

Sherly menoleh ke arah Hyura hanya untuk memberikan Mamanya itu tatapan luar biasa tajam membuat Hyura terkejut. Sherly kemudian memalingkan wajah sembari memeluk lengan tangan Saga dan mereka berjalan pergi meninggalkan Hyura yang melongo. Apa Sherly marah padanya? Kenapa anak itu menatap dirinya seperti itu?

Saga menaiki sepeda miliknya lalu menyuruh adiknya naik di belakang dan tentu saja Sherly menaiki sepeda dengan cara berdiri sembari berpegangan di bahu sang Kakak.

Di jalanan yang tak terlalu ramai, Sherly memejamkan mata menikmati hembusan angin yang membuat rambut panjangnya berterbangan.

"Enak banget, Kak." Gadis itu berseru membuat Saga ikut mengulum senyum.

Sherly membuka kelopak matanya saat Saga menghentikan sepeda di depan sebuah minimarket, gadis itu dibuat menunggu saat Saga masuk ke minimarket tersebut. Tak butuh waktu lama, Saga keluar sembari membawa roti dan minuman.

Sherly hendak bertanya tetapi mulutnya lebih dulu tersumpal roti yang Saga masukkan. Gadis itu menatap garang membuang Saga tertawa.

"Sekarang, lo mau jelasin kan lo pergi kemana semalam?" tanya Saga.

Bola mata berwarna kecoklatan yang sama persis seperti milik Saga itu berpendar gelisah. Sherly menelan makanannya kemudian menunduk dan ... menggeleng.

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang