21. Dua sayap (b)

47.7K 8.8K 937
                                    

Saga menghela napas kasar kemudian memilih menjatuhkan pantatnya di bangku yang tersedia di Taman yang temaram itu. Ia mengambil ponselnya kemudian menghidupkan senter dan bisa melihat jelas luka di sudut bibir serta sudut mata gadis yang sedari tadi terus menundukkan kepala di sampingnya itu.

"Nyokap tiri lo lagi 'kan?" tanya Saga pelan sembari mengulurkan tangan menyentuh luka Zemira.

"Bukannya gue udah nawarin, ini penganiayaan. Kita lapor ke polisi. Beres!" lanjutnya.

Zemira mengangkat wajah, menatap Saga yang ia panggil petang tadi untuk menemuinya. Tak disangka, Saga menyetujui dan tak ada yang lebih membahagiakan untuk Zemira dari itu semua mengingat sekarang ia begitu jauh dengan Saga.

"Mau sampai kapan lo bakal diem kayak gini?"  tanya Saga. Ia sedari tadi terus berbicara meski Zemira tak juga membalas ucapannya.

"Sampai lo mati dianaya oleh dia?" lanjut Saga bertanya.

Zemira malah tersenyum samar kemudian menatap dalam-dalam retina mata Saga. "Aku seneng kamu masih peduli."

Gadis itu kemudian menatap lurus ke depan. Air mata kembali jatuh ke pipinya.

"Aku ingin lapor polisi, Saga tapi--" Zemira menunduk. Tubuhnya mulai gemetar. "Tapi aku gak mau adik aku gak punya Ibu dan ngerasain apa yang aku rasain."

Zakia Khansa, adik perempuannya yang polos. Dia lahir dari wanita yang kerap melampiaskan emosi pada Zemira. Kenapa Zemira selama ini memilih diam dan tak melawan karena ia tak mau adiknya berpikir kalau hubungannya dengan sang Ibu buruk meskipun kenyataannya memang begitu.

"Kamu tahu, pura-pura bahagia di depannya itu jauh lebih menyakitkan dari luka-luka di tubuhku," ujar Zemira. Ia menghapus air matanya kemudian tersenyum. "Tapi aku akan melakukan apapun demi kebahagiaannya."

Hening. Zemira terkejut saat Saga tiba-tiba menggenggam tangannya. Hatinya perlahan menghangat. "Gue bangga sama lo, meskipun kalian lahir dari rahim yang berbeda, lo tetep sayang sama adik lo."

Mendengar ucapan Saga membuat senyum semakin terukir di wajah gadis itu. Zemira perlahan menjatuhkan kepalanya di bahu Saga tetapi laki-laki itu lebih dulu bangkit sembari menempelkan ponsel di telingannya. Zemira menghentakkan kaki kesal.

Dasar pengganggu, batinnya.

Di sisi lain Saga mengepalkan tangan. Matanya menyorot tajam ke depan. "Kalau lo tahu itu jebakan, ngapain lo dateng goblok!"

"Kakak gak ngerti."

Saga mencoba meredam emosinya, ia mengatur napasnya yang memburu. "Lo dimana sekarang?"

Hening. Tak ada sahutan dari Sherly membuat Saga panik sendiri. "Sherly jawab! Lo dimana sekarang?"

Saga mengumpat saat sambungan tiba-tiba terputus. Ia memasukkan ponselnya di kantung celana kemudian bergerak gesit hendak mencari keberadaan adiknya. Namun, tangannya lebih dulu ditahan.

"Kamu gak boleh kemana-mana. Kamu nemenin aku, kamu gak boleh pergi demi tikus itu!" geram Zemira membuat Saga menatapnya.

"Tikus?" tanya Saga. Laki-laki itu menepis kasar tangan Zemira yang memegang lengannya.

"Lo tahu, lo ngehina dia sama aja lo ngehina gue!" lanjut Saga meninggikan nada suara membuat Zemira terkejut.

Melihat Saga berlari meninggalkannya membuat Zemira mengepalkan tangan dan memilih mengikuti kemanapun laki-laki itu pergi.

*

Sherly menjatuhkan ponselnya saat Sekar terus memojokkannya membuat ia terus melangkah mundur.

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang