10. Haruskah

755 123 6
                                    

"mengikhlaskan saja sulit apalagi memilikimu," -ap(njm)

_o0o_





Hari ini ayah, ibu dan Fano ada di rumah. Aku tak tau kenapa mereka ada di rumah.

Suara bel mengalihkan atensiku yang ada di dapur. Ku langkahkan kakiku mendekati daun pintu. Saat ku buka, mataku menangkap sosok yang ku rindu. Dia tersenyum kepadaku.

"Hai Yana,"

"Hai, kau mencari Fano kan, masuklah dia ada di atas,"

"Siapa?"
"Kau sudah sampai sayang? Masuklah ayah dan ibu sudah menunggu lama,"

Ah jadi ini alasanya semua orang ada di rumah. Tapi untuk apa ayah dan ibu menunggu Zhelva?

"Kau buatkan minum untuk kita,"

Ku lihat ayah dan ibu turun dari lantai atas. Ibu nampak senang melihat Zhelva. Tak sadar sudut bibirku terangkat. Aku berandai bahwa aku lah yang mengenalkan Zhelva pada ibu, akankah dia juga senang seperti sekarang?

Ku letakkan minuman yang sudah ku buat di atas meja. Aku memilih untuk kembali ke kamarku karna ku lihat ayah, ibu maupun Fano tak senang dengan keberadaanku di sana. Saat aku akan naik ke atas, suara Zhelva menghentikanku.

"Kau mau kemana?"

"Aku mau ke kamarku, ada tugas yang belum ku selesaikan,"

"Kau rajin sekali, aku saja tidak pernah memikirkan tugasku,"

Aku tersenyum tipis lalu melanjutkan langkahku yang terhenti tadi. Ku lihat ia masih memperhatikan langkahku.

Aku sebenarnya tidak ada tugas. Aku hanya mencari alasan agar dia tak curiga dengan hubunganku dan keluargaku. Aku diam-diam menguping di balik tembok. Aku penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.

Samar-samar ku dengar pembicaran mereka. Hatiku terasa diremas, sangat sakit. Fakta apa lagi yang ku dengar kini. Haruskah aku mengikhlaskan dia? Haruskah?

Aku bangkit dari posisiku. Kristal putih jatuh dari pelupuk mataku. Kenapa semua ini menyakitkan. Harapan lamaku pupus sudah kini. Jujur saja aku tak siap melihat itu semua.



"YANA!"

Aplagi kali ini. Oh Tuhan ku mohon, aku sedang tak ingin bertemu dengannya. Pembicaraan semalam masih terngiang di telingaku.

"Yana," panggilnya dengan tangannya yang menarik tanganku. Ku arahkan pandanganku ke arahnya.

"Ada apa?"

Aku harus beakting malas bertemu dengannya. Ah sial, kenapa sangat sulit.

"Dasar bucin," makiku dalam hati.

"Kau ada waktu sore nanti?"

"Kenapa?"

"Emm, mau mengobrol sebentar?"

"Tentang?"

Oke, sepertinya dia kesal mendengar responku yang tampak tak berminat ini. Dalam hati padahal aku selalu mengucap maaf.

"Tentang Fano, aku ingin tau banyak tentangnya. Kau kan kembaranya kau pasti tau banyak tentang dia. Jadi kumohon mau ya?"

"Aku paham kali ini. Dia datang kepadaku hanya untu tau banyak tentang Fano. Sudahlah Yana kenapa kau berharap lebih kepadanya. Jangan bersikap bodoh seerti ini," Lagi-lagi aku memaki diriku sendiri.

Aku bingung harus merespon bagaimana. Mau menolak pun aku tak tega. Tapi jika aku menerima, aku yang akan sakit hati di sini.

"Akan ku usahakan,"

"Makasih Yana, aku tau kau anak yang baik,"

"Ku mohon jangan senyum di hadapanku," batinku

"Kalau begitu aku pergi dulu, bye bye Yana,"

Ku pegang dadaku yang bergemuruh. Dia memang tidak baik untuk kesehatan jantungku. Tiba-tiba saja Rendi datang dengan wajah panik.

"Ya, kau kenapa? Apa penyakitmu kambuh? Kalo begitu ayo ke rumah sakit,"

"Aku tidak apa-apa, hanya saja-,"

"Hanya saja?"

"Tidak papa, ayo kita ke kelas,"

Ku dengar Rendi berdecih sebal. Aku menggidikan bahuku tak peduli.



Aku dan Rendi niatnya mau ke perpustakaan seperti biasa sebelum suara yang amat ku kenal menghentikan kami.

"Heh boncel,"

"Ya gembrot, gak usah ngehina badan orang ya,"

"Dih ngaca, lu juga ngehina gue,"

"Lu duluan yang mulai,"

"Wah ngajak gelud nih bocah,"

"Ayo maju sini, gak takut gua,"

Aku hanya menyaksikan perkelahian itu. Mau memisahkan juga percuma. Lagian mereka itu kan tom and jerry versi nyata. Tak habis pikir aku. Cuma gara-gara hal sepele seperti tadi mereka berkelahi.

Aku berniat meninggalkan mereka sebelum netraku menemukan sosoknya yang berdiri di hadapanku. Lagi-lagi ia tersenyum manis ke arahku. Apa dia tidak cape senyum terus ya? Ah sudahlah.

Ku lihat dia mendekat ke arahku.

"Jadi kan Yan?"

Oh shit aku lupa dengan janjiku. Buru-buru aku mencari cara untuk kabur darinya.

"Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Aku ada urusan bersama Rendi. Jika kau ingin tau banyak tentang Fano kau bisa tanyakan Haikal,"

Setelah mengucapkan kalimat tadi, aku langsung menarik Rendi pergi. Ku lihat wajahnya cemberut. Mungkin dia kecewa dengan jawabanku. Tapi aku masa bodo, yang penting aku lolos darinya. Jujur aku ingin menghindar darinya agar aku bisa mengikhlaskan dia untuk Fano sepenuhnya.



_o0o_

@tbc...

Halo hai, aku balik lagi nih. Gimana ceritanya? Gak ngefeel ya?

Cuma mau ngucapin makasii yang udah baca dan support cerita aku. Jangan lupa voment ya 😄

Maaf kalo banyak typo.

06/02/2021
©choe_

Bayangan | Na Jaeminحيث تعيش القصص. اكتشف الآن