18. Titik Terang

965 118 2
                                    

"Kali ini aku harus bagaimana? Maju atau mundur?" -ap(njm)

_o0o_





Mundur mungkin pilihan yang terbaik karna mau bagaimana pun dia juga tak percaya padaku. Suatu saat kebenaran akan terungkap jadi aku akan tenang.

Setelah bergulat dengan pikiranku cukup lama, akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal bersama paman dan bibi. Paman dan bibi tentu saja tidak keberatan menampungku. Mereka sangat senang mendengar aku akan tinggal bersama mereka.

Sudah satu minggu aku berada di rumah paman dan bibi. Untuk kuliahku aku masih di universitas yang sama. Bedanya sekarang aku butuh waktu lebih banyak untuk sampai di sana. Rendi dan Haikal juga sudah tau kalau aku tinggal bersama Paman dan bibiku. Mereka lega karna aku sudah tak tinggal bersama ayah dan ibu.

Untuk orang tuaku dan Fano, mereka juga malah senang melihat aku pergi dari rumah. Mungkin dalam hati mereka, mereka berkata kenapa tak dari dulu saja. Sebenarnya terbesit dalam hatiku mengharapkan mereka memintaku untuk pulang. Namun, nyatanya itu hanya anganku saja.



"Nana,"

"Aish, jangan panggil aku Nana lagi, aku tak ingin terlihat seperti perempuan lagi,"

"Tapi nama itu cocok untukmu Na,"

"Bodo amatlah Ren,"

Ku lihat Rendi tertawa kemudian berlari menyamai langkahnya denganku. Dia merangkul pundakku.

"Jangan marah Na,"

"Gak marah tuh,"

"Keliatan banget kalo lagi kesel,"

"Bodo,"

Disaat kami sedang bercanda gurau, ada seseorang yang mendekat ke arah kami. Aku mencoba untuk bersikap biasa saja dihadapannya. Seminggu tak bertemu ternyata seperti ini rasanya bertemu kembali. Rendi yang paham situasi memilih untuk pergi. Setelah kepergian Rendi, tinggal aku dan dia yang berdiri saling berhadapan di sini.

"Mau apalagi Fan?"

"Gue minta maaf Na,"

"Kalo cuma akting lagi mending gak usah deh Fan,"

"Gue serius Na, gue di sini cuma di suruh sama ayah dan ibu. Gue juga punya hati kalo mau nyakitin lu,"

"Sayangnya aku gak butuh rasa kasianmu itu,"

"Na, tolong percaya sama gue,"

"Gak bisa Fan, udah terlalu banyak kekecewaan yang aku rasain. Untuk saat ini aku gak bisa percaya sama siapa pun, baik kamu, ayah maupun ibu,"

Aku pergi menjauh dari Fano. Dadaku sakit, aku tak kuat untuk membendung air mata ini. Aku menangis terisak. Yana yang lemah tak akan pernah hilang. Itulah jati diriku.



Dari kecil aku dan Fano memang tak pernah dekat. Aku yang ikut nenek dari bayi membuatku jauh dari saudara kembarku. Walaupun jauh, yang namanya kembar akan tetap saling memiliki ikatan batin. Begitulah aku dan Fano.

Semenjak kejadian kemarin, aku menjadi lebih pendiam. Apa selama ini Fano menyembunyikan sesuatu dariku? Fano yang terlihat bahagia ternyata tak sebahagia itu.

Aku menyesal telah mengacuhkannya kemarin. Kemarin aku bertemu Haikal dan dia memberitahuku sesuatu hal yang mengejutkan. Sungguh aku tak menyangka hal itu benar-benar Fano rasakan.

Flashback on

Aku dan Haikal duduk berhadapan di cafe sebrang kampus. Aku tak tau hal apa yang ingin ia sampaikan. Tak pernah dia seserius ini.

"Na,"

"Heum?"

"Kau tau, orang yang terlihat bahagia ternyata belum tentu bahagia,"

"Maksudmu?"

"Fano tak sebahagia yang kau lihat Na. Kau tau kenapa aku tiba-tiba menjauh darimu? Aku punya alasan untuk itu, dan dia adalah alasanya,"

"Apa ada sesuatu yang aku ngga tau Kal?"

"Banyak Na, mungkin kamu ngerasa sebagai bayangan di keluargamu tapi Fano lebih dari itu Na. Atensinya memang dianggap tapi perlakuan yang dia peroleh tak seperti yang kau lihat,"

"Ceritakan semuanya Kal,"

"Waktu itu saat aku pulang dari perpustakaan kota bersamamu aku tak sengaja melihat Fano. Dia mau terjun dari jembatan dekat rumahku. Aku langsung menghalanginya. Keadaanya saat itu benar-benar kacau. Dia bercerita banyak hal padaku yang membuatku iba. Dari sana dia memintaku untuk selalu bersamanya maka dari itu aku menjauh darimu. Dia lebih butuh banyak dukungan Na,"

"Apa benar Fano seperti itu?"

"Iya, dan perlakuan dia padamu selama ini hanya atas perintah orang tua kalian. Dia selalu diancam jika tak menurut. Kau tau, dia benar-benar peduli padamu. Dia bahkan pernah menyelamatkanmu dari kecelakaan. Mungkin kau tak ingat semua itu,"

Pertahananku runtuh begitu saja. Benarkah kembaranya lebih rapuh darinya. Semua ini sungguh tak bisa diterima oleh otaknya. Aku jadi merasa semakin bersalah setelah mendengar kalimat tadi. Apakah selama ini aku yang egois?

Kenapa takdir seakan memainkan kami. Kenapa semua ini begitu rumit. Aku benar-benar muak dengan permainan takdir ini.

Flashback off

Kali ini aku harus bisa menghadapi permainan memuakkan ini. Sudah cukup takdir memainkan aku selama ini. Sekarang tak ada lagi, aku tak akan membiarkannya. Jika apa yang dikatakan Haikal benar maka aku akan bersumpah bahwa aku akan selalu ada di sisi Fano dan melindunginya sebagaimana dia melindungiku.

"Tuhan untuk kali ini ku mohon permudah langkahku. Aku tau kau bisa mendengar dan mengabulkan permintaanku,"




_o0o_

@tbc...

Hai semua, gimana nih ceritanya? Makasii ya udah mau dukung cerita aku, gak bosen nih aku buat ingetin kalian buat voment😁

Btw maaf ya kalo banyak typo, maklum lah kadang suka gak fokus walaupun dah diteliti berulang kali suka ngga ngeh😅

See you di next chapther😊

14/02/2021
©choe_

Bayangan | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang