16. Menjauh

834 114 4
                                    

"Jika ini membuat semua orang bahagia, maka akan ku lakukan," -ap(njm)

_o0o_





Jika mengikhlaskannya adalah pilihan terbaik maka akan ku lakukan. Aku memang berniat egois, namun aku juga tak ingin menyakiti Fano. Fano sangat mencintai Zhelva dan aku tak boleh egois tentang itu.

Ngomong-ngomong aku belum pernah bertemu dengan Zhelva. Aku juga bersyukur akan hal itu. Aku jadi tak repot-repot untuk mencari cara agar kabur darinya. Namun dilain sisi aku juga khawatir kepadanya. Aku juga tak tau kenapa menjadi khawatir padanya.

Hari ini aku tidak ada jadwal sehingga aku bisa kerja part time. Ya, aku kerja semenjak ayah mengatakan tak akan membiayai pengobatanku lagi. Sebenarnya dokter Surya maupun Rendi mau membantu membiayai pengobatanku tetapi aku tolak. Aku tak mau merepotkan mereka.

Hari ini tepat satu bulan aku bekerja di cafe ini. Untuk Rendi dan Haikal jelas mereka tau aku bekerja di sini. Kadang mereka juga membantuku di sini padahal sudah ku katakan kalau aku bisa. Mereka itu memang selalu berlebihan kepadaku.

Cafe hari ini cukup ramai. Aku melayani mereka dengan tersenyum tulus. Bunyi lonceng mengalihkan atensiku. Mataku menangkap sosok yang sudah hampir satu bulan tak ku lihat.

Tak sengaja mata kami bertemu. Namun detik berikutnya ia mengalihkan pandangannya. Tak biasanya dia seperti ini. Apa ada sesuatu yang terjadi tanpa ku tau?

Aku mendekat ke arahnya guna menanyakan pesananya. Dengan ragu ku bertanya padanya.

"Ingin pesan apa?"

"Cheesecake dan latte,"

Hari ini dia benar-benar aneh. Biasanya dia akan senang bertemu denganku tapi entahlah hari ini. Mungkin dia sedang banyak pikiran. Aku melangkah pergi setelah tau pesanan dia.

Ku antarkan pesanannya. Lagi dan lagi, ia hanya acuh kepadaku. Aku menghela nafas, mungkin ada sesuatu yang aku benar-benar tak tau. Haruskah aku bicara dengan Fano? Buru-buru ku gelengkan kepalaku. Itu ide yang buruk. Walaupun Fano sudah berubah tetap saja aku tak seberani itu untuk mengobrolkan hal ini dengannya.

Ku menjauh dari mejanya. Ku amati setiap gerak-geriknya dari meja kasir. Lonceng kembali berbunyi menandakan ada orang yang datang. Buru-buru aku menyapanya. Ah ternyata dua kurcil ini yang datang. Aku merotasikan mataku jengah.

Aku heran, kenapa mereka ini suka sekali berkelahi. Benar-benar tak ada satu hari tanpa kelahi di kamus mereka. Perlukah aku membuat awards untuk mereka? Dua tom and jerry, aku yakin mereka akan memenangkanya.

"Hai Yana,"

"Yan~,"

"Ada apa? Mau pesan sesuatu?"

"Tidak,"

"Wow kompak sekali,"

"Dih apa sih lu ikut-ikut gue,"

"Lu tuh yang ikut-ikut gue,"

"Stop! Jangan lagi. Hari ini aku tak ingin mendengar keributan kalian,"

"Dia yang mulai Na,"

"Aku tak peduli,"

Mereka menggerucutkan bibirnya kesal.

"Kalian kesini mau apa?"

"Mau mengajakmu main,"

"Tak bisa, aku kan sedang kerja,"

"Ayo lah Na,"

"Tidak bisa Ren, Kal,"

"Aku ijinin sama bosmu deh,"

"No no no, sekali tidak tetap tidak,"

"Maaf aku ingin bayar,"

Aku alihkan atensiku kepadanya. Ku lihat Rendi dan Haikal juga sedikit bergeser memberi ruang untuknya. Dia memberikan beberapa lembar uang untuk membayar. Setelah itu ia pergi. Aku menatap kepergianya sampai ia tak terlihat. Rendi dan Haikal yang sadar dengan tatapanku pun menyadarkanku.

"Kau menyukainya?"

"Mana mungkin aku menyukai calon istri saudaraku sendiri,"

"Calon istri?"

"Heum, Zhelva dan Fano akan segera menikah, apa kalian tak tau?"

"Fano tidak pernah bercerita padaku,"

"Lu kan gak penting makanya Fano males cerita ke lu,"

"Dih ngajak tubir banget lu,"

"Bodo, tapi btw nih Na, kamu sama Zhelva kan sering ketemu aku kira dia mau selingkuh sama kamu,"

"Dia itu deket sama aku cuma buat nyari info tentang Fano aja,"

"Oo gitu,"

"Mending kalian berdua pulang deh daripada ganggu aku kerja,"

"Kita kan mau main,"

"Kan aku lagi kerja,"

"Kan bisa ijin,"

"Kan aku dah bilang kalo aku gak mau ijin,"

"Kan-,"

"Kan kan mulu, dah gue ijinin nih dan dibolehin jadi sekarang Nana siap-siap dan ikut kita main, gak ada penolakan,"

"Lah kok?"

Tuh kan ngebug jadinya.

"Gak pake penolakan Adiyana Pratama,"

Setelah adegan paksa memaksa tadi akhirnya aku ikut mereka main. Ngga tau dah ini mereka mau ngajak aku kemana. Aku cuma ngikutin kemana aja mereka narik aku.

Ternyata mereka ngajak aku buat liat pameran foto. Tau aja mereka kalo aku suka foto. Aku liatin satu-satu foto yang dipajang di sana. Semuanya keliatan keren bikin aku berkhayal kalau yang lagi ngadain pameran tuh aku.

Aku, Rendi dan Haikal beberapa kali foto buat kenang-kenangan. Setelah puas liat-liat foto. Kita bertiga milih duduk di kedai jajanan pinggir jalan. Aku yang minta sebenernya sih.

Hari udah semakin sore, itu tandanya kami bertiga harus pulang. Aku pulang dianter Rendi kalau Haikal tadi di jemput sopirnya di kedai jajanan tadi.



_o0o_

@tbc...

Hai hai aku bek, gimana nih chapther kali ini?

Makasii buat temen-temen yang udah dukung cerita abal-abal aku ini😁

Jangan lupa voment ya😉

Maaf kalo banyak typo, see you di next chapther😄

12/02/2021
©choe_

Bayangan | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang