20. Pergi

2.3K 144 11
                                    

"Pada akhirnya aku benar-benar menyerah," -ap(njm)

_o0o_





Sejak ditemukan pingsan kemarin, aku benar-benar tak ingat apa pun. Hari semakin hari dadaku semakin bertambah sakit. Apa tuhan mendengar doaku sehingga ia ingin mengambilku sekarang? Kenapa disaat seperti ini aku malah tidak siap untuk pergi. Ada sesuatu yang belum aku lakukan.

Di hari yang sama dengan aku pingsan kemarin, Fano dan Zhelva mengalami kecelakaan. Hal itu membuat Fano harus kehilangan penglihatannya karna benturan yang begitu keras dan merusak saraf penglihatannya. Aku tentu saja kaget. Untuk Zhelva sendiri, ia masih koma sampai sekarang.

Hari ini aku berniat mengunjungi Fano karna ayah dan ibu sedang pergi jadi aku agak tenang untuk mengunjunginya. Ku lihat dia melamun di atas ranjangnya. Tak sadar air mataku menetes melihat pemandangan di hadapanku.

"Fan,"

"Nana,"

"Iya ini aku, bagaimana keadaanmu?"

"Nana maafin aku, tolong maafin aku,"

"Aku dah maafin kamu Fan, kamu sekarang harus bersabar dan berdoa agar secepatnya kau mendapat donor mata,"

"Aku sudah mendapat karmanya Na, aku dulu sangat membanggakan diriku yang sempurna tapi sekarang aku cacat na, aku cacat,"

Dadaku benar-benar sesak mendengar ucapannya. Tak kusadari ternyata ayah dan ibu sudah ada diambang pintu dan melihat interaksi kami berdua. Ku lihat mereka juga ikut menangis.

Benar kata orang, penyesalan itu berada di akhir. Ku usap punggung Fano untuk menenangkannya.

"Kau tak cacat Fan, percayalah padaku bahwa kau akan segera mendapat donor mata,"

"Aku gagal menjaganya Na. Aku sudah dua kali membuatnya koma. Aku memang tak berguna,"

"Tidak Fan, kau itu berguna. Ayah dan ibu juga bangga padamu. Kau adalah kebanggaan kami. Kau jangan bicara seperti itu, sungguh itu menyakitkan,"

Ku peluk dia. Aku menangis tertahan. Sudah terlalu banyak air mata yang keluar sekarang biarkan kebahagiaan yang datang. Ku lepas pelukannya padaku.

"Aku mau ke ruangan Zhelva, jaga dirimu. Jangan lakukan hal konyol, kau mengerti?"

Ku lihat dia mengangguk. Ku usap kepalanya dan tersenyum ke arahnya. Ku langkahkan kakiku mendekat ke arah ayah dan ibu.

"Tolong jaga Fano dengan baik, jangan kalian mengacuhkannya seperti kalian mengacuhkanku,"

Setelah mengatakan itu aku pergi meninggalkan ruangan tadi. Di sinilah aku sekarang, sebuah ruangan yang penuh dengan alat bantu kehidupan. Aku tak kuat melihat pemandangan di hadapanku. Gadis pujaanku sedang berjuang sendiri di sana.

"Hai, bagaimana keadaanmu? Apa sangat sakit? Mau berapa lama kau tidur, kau tak rindu dengan aku dan Fano kah? Ayolah semua orang menunggumu untuk sadar. Aku tau kau itu kuat dan kupastikan sebentar lagi kau akan sadar. Aku rindu senyum manismu jadi kumohon sebelum aku pergi aku ingin melihat senyummu,"



Sudah dua hari ini kondisiku semakin menurun. Aku harus segera mendapatkan donor jantung tapi sampai sekarang belum ada yang tepat. Rendi dan Haikal selalu menemaniku selama beberapa hari ini. Mereka akan bergantian menjagaku.

"Ren,"

"Kenapa Na? Ada yang sakit?"

"Tidak, aku hanya ingin mengatakan sesuatu,"

"Apa?"

"Jika aku tiada nanti, tolong katakan pada dokter Surya untuk mendonorkan mataku kepada Fano,"

"Ya! Apa maksudmu hah?! Kau tak akan pergi kemana-mana. Sudahlah Na, kau jangan bicara yang aneh-aneh,"

"Aku serius Ren, aku sudah tak kuat lagi,"

"Na, ku mohon jangan katakan itu,"

Tiba-tiba dadaku kembali sesak. Kesadaranku mulai hilang bersamaan dengan datangnya dokter Surya. Yang ku ingat hanya Rendi yang menangis melihat kondisiku.

"Tuhan apakah ini akhirnya?"

Nyawa dan ragaku kini benar-benar terpisah. Aku melihat Rendi dan Haikal yang menangis histeris di samping ragaku.



Hari ini, hari pemakamanku. Kemarin aku benar-benar mendonorkan mataku untuk Fano. Ku lihat mereka menangis dari kejauhan. 
Setidaknya aku tenang karna aku berguna di akhir hidupku. Yang ku dengar Zhelva sudah sadar. Dia juga sudah ingat semuanya. Dia menangis histeris saat tau jika aku telah tiada. Dia selalu menyalahkan dirinya. Begitu pun Fano, dia terkejut saat tau bahwa aku lah yang mendonorkan matanya untukku.

Beberapa bulan setelah pemakamanku, aku masih suka berkunjung ke kediamanku. Aku hanya ingin melihat mereka semua. Aku bahagia karna mereka semua bahagia. Senyuman yang pernah hilang telah muncul kembali.

Terima kasih tuhan karna pernah mengirimku di tengah-tengah mereka. Aku tak pernah menyesal sedikit pun. Kali ini aku akan pergi dengan tenang. Ayah, ibu, Fano, Zhelva, Rendi, Haikal, aku menyayangi kalian. Bahagialah selalu.

TAMAT!



_o0o_

@tbc...

Akhirnya book ini selese juga. Maaf kalo cerita ini bener-bener di luar ekspetasi kalian. Aku juga mau ngucapin makasii buat semua yang udah dukung book aku ini.

Aku udah ada book baru lagi, semoga kalian kepo dan pengin banyak booknya dan semoga aja book yang kedua sesuai dengan selera kalian. Ditunggu ya book keduanya😄

Kalo ada ketikan aku yang kurang berkenan sama kalian aku minta maaf ya. Maaf juga nih kalo banyak typo bertebaran. Jangan lupa voment man teman😉😊

See you...❤❤❤

16/02/2021
©choe_

Bayangan | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang